"Mareyyy...." panggil Luis dalam demamnya.
Marey sedikit cemas melihat Luis yang demam sambil meracau memanggil namanya.
"Luis... sadarlah Luis" panggil Marey seraya menepuk pipi Luis.
Tangan Luis meraih tangan Marey dan menggendongnya dengan sangat erat.
"Marey...Marey maafkan aku.. maafkan aku. Aku bersalah padamu.. maafkan aku..." ucap Luis semakin meracau dengan tubuh yang mulai menggigil kedinginan.
Kening Marey berkerut, setelah mendengar racuan Luis.
"Luis...Luis... bangunlah." ucap Marey seraya membasahi handuk yang sudah kering.
"Marey...Marey." panggil Luis berulang-ulang dengan tubuhnya yang semakin menggigil kedinginan.
"Luis kenapa? kenapa mengigau memanggil namaku ya? apalagi meminta maaf? apa dia mempunyai kesalahan padaku?" tanya Marey dalam hati.
Melihat Luis semakin menggigil kedinginan Marey mengambil selimutnya berniat memberikannya pada Luis.
Tapi Marey sangat terkejut saat kembali dengan membawa selimutnya dari hidung Luis keluar darah kental.
"Bagaimana ini? kenapa hidung Luis mengeluarkan darah? dan ini sudah malam lagi, aku harus bagaimana? mana Luis belum sadar lagi?" ucap Marey kebingungan harus berbuat apa selain membersihkan darah yang ada di hidung Luis dan mengompres keningnya.
Sambil menyelimuti tubuh Luis dengan selimut tebal, berkali-kali Marey mengompres kening dan ketiak Luis agar demamnya segera turun.
"Rey, coba berikan obat penurun demam ini. Aku beli di toko depan." ucap Max sambil memberikan obat penurun demam.
Dengan cepat Marey meminta pada Max untuk menghaluskan obat tersebut dan menyiapkan air hangat.
Tidak berapa lama kemudian..dengan di bantu Max, Marey meminumkan obat penurun demam pada Luis dengan beberapa kali suapan dengan memakai sendok.
"Sudah Max, baringkan lagi kepala Luis." ucap Marey meminta bantuan semuanya pada Max karena keterbatasannya.
"Rey, sebaiknya kamu istirahat. Besok pagi kamu harus kerja kan? biar aku yang jaga Luis." ucap Max seperti merasa ada mengenal dekat dengan Luis sebelumnya.
"Tidak Max, kamu yang harus tidur sekarang besok pagi kamu harus sekolah. Kalau aku kan berangkat jam sembilan." ucap Marey sangat sayang pada Max.
Max adalah adiknya yang sangat mengenal baik Dean, karena Max dan Dean sangat akrab. Di masa lalu Dean jika kemana-mana selalu mengajak Max.
"Baiklah Rey, aku tidur dulu. kalau membutuhkan sesuatu panggil saja aku." ucap Max kemudian meninggalkan Marey sendiri menjaga Luis.
Kembali Marey melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
Marey meraba kening Luis masih panas tapi tidak sepanas tadi.
Karena terlalu lelah Marey yang duduk di kursi rodanya di samping Luis mulai tertidur dengan kepala berada di dada Luis.
Waktu tak terasa berlalu, Perlahan Luis sadar dari pingsannya dan melihat Marey yang ketiduran dengan kepalanya berada di dadanya.
Hati Luis berdebar-debar tiap kali berada dekat dengan Marey. Ada seulas senyum di bibir Luis saat melihat wajah cantik Marey yang selalu di pujanya.
Dengan perlahan tanpa menimbulkan suara Luis meraih tangan Marey dan menggenggam dengan erat dengan meletakkannya di atas dadanya.
Hati Luis merasa tenang, sambil menggenggam tangan Marey Luis kembali memejamkan matanya dengan hati bahagia.
***
"Marey, bangun." panggil Max yang sudah rapi dengan memakai seragamnya.
Perlahan Marey bangun dari tidurnya dan sedikit aneh dengan tangannya yang di genggam oleh Luis.
Ada sesuatu yang Marey rasakan, genggaman tangan itu sepertinya tidak asing lagi baginya. Beberapa tahun lalu, tangan lembut itu juga pernah Marey rasakan dari seorang Dean.
"Rey, kamu melamun?" tanya Max yang masih berdiri di hadapannya.
"Tidak Max, apa kamu sudah mau berangkat sekolah Max?" tanya Marey seraya melepas genggaman tangan Luis yang menggenggam tangannya dengan erat.
"Ya Rey, aku sudah siapkan air hangat untuk kamu mandi." ucap Max kemudian pergi keluar untuk berangkat sekolah.
Marey melihat ke arah jam dinding sudah menunjukkan jam setengah tujuh pagi. Dengan pelan Marey meraba kening Luis bersamaan dengan Luis yang sudah membuka matanya.
"Marey." panggil Luis dengan tiba-tiba membuat Marey terkejut seketika dan menarik tangannya dengan cepat.
"Luis, kamu sudah sadar? aku meraba keningmu karena ingin tahu demam kamu turun atau tidak." ucap Marey dengan tatapan malu.
"Terima kasih Rey, telah menjagaku di saat aku sakit." ucap Luis dengan tatapan penuh.
"Sama-sama, maaf aku membawamu ke sini karena kemarin demammu sangat tinggi." ucap Marey merasa lega Luis sudah baik-baik saja.
"Tidak apa-apa, kalau kamu mengantar aku ke rumahku tidak ada orang di sana dan mungkin aku tidak akan ada yang menjagaku seperti ini." ucap Luis dengan tersenyum.
"Apa kamu sudah merasa baikan sekarang?" tanya Marey dengan serius.
"Lumayan Rey, aku mau mandi dan bekerja. Sudah jam berapa sekarang?" tanya Luis tak lepas dari wajah Marey.
"Sudah jam tujuh lebih, apa kamu mau pulang? kamu yakin sudah sehat?" tanya Marey masih kuatir.
"Boleh aku mandi dan sarapan di sini?" tanya Luis dengan tatapan memohon.
"Boleh...asal kamu tidak melakukan macam-macam." ucap Marey dengan serius.
"Tidak akan, aku pasti akan menjaga kamu dengan baik seperti semalam kamu menjaga aku dengan sangat baik." ucap Luis dengan sebuah kerlingan di matanya.
"Coba lihat tangan kamu Luis? masih bengkak atau tidak? mungkin kamu demam karena luka di tanganmu." ucap Marey dengan penuh perhatian.
Luis bangun dari tidurnya, kemudian menunjukkan tangannya pada Marey.
"Masih bengkak Luis, apa aku perlu membawamu ke dokter?" tanya Marey dengan tatapan cemas.
"Tidak apa-apa, nanti aku akan ke apotik saja." ucap Luis tersenyum dengan hati bahagia karena Marey perduli padanya.
"Ya sudah kalau begitu, di kamar mandi ada air hangat kamu bisa mandi lebih dulu. Aku akan membuat sarapan untukmu." ucap Marey seraya mendorong kursinya ke dapur.
Saat Marey ke dapur dengan cepat Luis mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Dokter Chan, nanti siang saat istirahat aku akan ke tempatmu sepertinya aku drop kembali. Bisakah aku meminta obat yang dosisnya lebih tinggi lagi?" ucap Luis dengan suara pelan dan sangat serius.
"Luis, sebaiknya kamu langsung saja ke rumah sakit untuk perawatan. Keadaan kamu sudah tidak memungkinkan untuk bekerja, kamu pasti akan mudah capek dan lelah dan jika seperti itu terus hidup kamu tidak akan bisa bertahan dalam beberapa bulan ke depan." ucap Dokter Chan, dokter pribadi Luis yang sudah di pilih keluarganya untuk menjaga dan memantau perkembangan sakitnya Luis.
"Aku hanya ingin menghabiskan waktuku dengan wanita yang aku cintai dokter Chan, hanya itu yang aku inginkan." ucap Luis dengan sangat serius dan itu sudah tidak bisa di bantah lagi oleh dokter Chan.
"Baiklah kalau itu maumu Luis, nanti siang aku tunggu di tempat praktekku." ucap Dokter Chan yang sangat tahu bagaimana keras kepalanya Luis mempertahankan keinginannya hanya ingin hidup bahagia bersama dengan wanita yang di cintainya di sisa hidupnya yang tinggal beberapa bulan lagi.