Chapter 71 - Bab 71

"Bangunlah!" titah sang raja. Ibu ratu sudah berdiri dibantu oleh sang raja, sedang Yafizan masih tetap pada posisinya.

"Panglima Rona!" seru sang raja.

"Ya, Yang mulia." Rona sudah menghadap, menundukkan badannya.

"Aku perintahkan kau mendampingi putraku kembali ke bumi," titah sang raja.

Mata Yafizan langsung berbinar senang seketika melepaskan pelukan di kaki sang raja. "Terima kasih, Ayahanda."

"Sampai putraku mengingat semua kejadian yang pernah dialaminya, maka pada saat kau turun ke bumi, pada saat itu pula, kau takkan mengingat istrimu," ucapan sang raja membuat semua orang yang berada di sekitarnya merasa shock, terlebih Yafizan yang memang berharap bisa segera kembali menemui istrinya, namun bukan itu yang dia harapkan.

"Mengapa..." lirihnya pelan masih tak menerima.

"Sampai ketika kau mengingat semuanya, maka di saat itu pula, kau bisa kembali ke sini bersama istrimu. Dan kau bisa hidup di dua negeri ini," tegas sang raja tanpa mau di protes. Ia kembali melangkahkan kakinya ditemani sang ratu pergi meninggalkan anaknya yang masih tak terima akan keputusannya itu.

"Hamba...melaksanakan perintah." Dengan berat hati, Rona menerima tugas yang diberikan.

***

"Kenapa harus dengan hilang ingatan? Tak bisakah si tua bangka itu mempermudah keadaannya?" geram Yafizan kesal. Ia sudah berada di dalam kamarnya. Ia berjalan mondar mandir karena masih belum terima dengan apa yang sudah diputuskan sang raja.

"Kau sungguh tak sopan,Bos. memanggil Yang Mulia si tua bangka." Rona dengan suara jengahnya.

"Bagaimana aku bisa menemui istriku, jika aku tidak mengenalinya nanti? Bagaimana kalau dia malah membenciku? Kita menghilang tiba-tiba. Namun, tiba-tiba saja kita tak mengenalinya."

"Bukan kita, Bos. Tapi kau saja yang akan kehilangan memorimu," sanggah Rona.

"Ya, ini tetap saja tidak adil!" pekik Yafizan dengan gusar. Ia meremas rambut kepalanya.

"Jika kau tulus mencintainya, maka cinta itu yang akan membimbingmu kembali pada tempat yang seharusnya," sahut seseorang lembut. Ibunya sudah berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka.

Yafizan dan Rona menoleh bersamaan pada sumber suara yang menyahuti obrolan mereka.

Ibunya sudah menghampiri. Memeluk serta mencium puncak kepala putranya.

"Ibu...aku harus bagaimana?" paraunya sedih sudah bersandar di pangkuan ibunya.

"Yakinlah, ini semua memang tantangan terberat dan terbesar untuk dirimu, Nak. Jangan pernah memaksakan ingatanmu karena itu akan membuat kepalamu terasa sangat sakit. Ya, walaupun kau pasti akan merasakannya kelak bagaimanapun juga ketika kau sudah mengingat semuanya nanti..." sang ibu menenangkan dengan membelai lembut rambut putranya.

"Bawa, menantuku ke mari. Kau ingat kata-kata ibu, hatimu serta cintamu yang besar ini akan serta merta mengenali istrimu sendiri. Dan ingatanmu semuanya akan kembali."

Yafizan dan Rona yang mendengarnya hanya terdiam. Kata-kata ibunya sudah menenangkannya. Setiap ucapannya memang benar adanya.

"Akan kupastikan membawa menantumu ke sini. Bu..."

Ya, bagaimanapun ketika takdir sudah mempersatukan, maka ikatan itu takkan pernah hilang begitu saja.

***

Malam hari, sepeninggal ibunya. Yafizan merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Kata-kata ibunya memberi semangat baru untuknya ketika ia di hadapkan situasi pada ujian yang diberikan ayahnya.

Yafizan memejamkan matanya, ia mengingat sebulan yang lalu ketika sedang duduk di cafe tempat dirinya janji bertemu dengan Soully. Dengan semangat ia menunggu sang istri datang. Ia duduk dekat tepian jendela kaca dalam cafe itu, sambil terus ditengoknya keluar jendela, melihat-lihat sosok sang istri yang ketika datang dia bisa langsung melihatnya. Bahkan ia sudah meminta bantuan karyawan di cafe itu untuk mempersiapkan kejutan kecil untuk istri tercintanya.

Namun, ternyata rencananya untuk menunjukkan siapa pemilik hatinya kepada orang-orang masih belum bisa terlaksana.

Tanpa terasa Yafizan terlelap dalam nostalgianya. Malam ini, tanpa persiapan dan pemberitahuan seperti halnya mereka kembali ke negeri langit, seperti itulah sang raja menurunkan kembali putranya untuk menguji seberapa besar ketulusan putranya itu terhadap istrinya.

Rona sudah bersiap diri. Hanya dia satu-satunya saksi hidup yang memang mengikuti kisah hidup Yafizan. Apapun yang telah dia lakukan karena menghilangkan memori tuannya itu, kini benar-benar ditelan dalam otak besarnya.

Kini, tuan mudanya itu bagai seseorang yang terlahir kembali, seluruh ingatan tentang Soully telah dihapuskan.

Hanya keteguhan hati dan ketulusan cintanya yang dapat mengembalikan semuanya sesuai pada tempatnya.

***

Suasana malam ini terasa mencekam. Gemuruh yang saling bertautan menghiasi langit malam ini. Hembusan angin yang bergelora membuat seluruh umat manusia merasakan dingin yang menembus tulang.

Soully masih bergelung dalam selimut yang membalut seluruh badannya. Menggigil dalam kedinginan malam yang mencekam.

Dilihatnya waktu masih menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Rasanya ingin matahari segera menampakkan cahaya hangatnya. Entah kenapa malam ini Soully benar-benar merasa takut dan kesepian.

Soully mengambil ponsel yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya. Lalu kembali ia bergelung dalam hangatnya selimut, menutupi seluruh tubuhnya. Di dalam selimut menampakkan cahaya samar-samar karena pantulan sinar radiasi dari ponsel yang menyala.

Soully sedang menatap foto yang ada di galery ponselnya. Ia menatap haru wajah yang terpampang jelas pada layar ponselnya. Wajah yang sangat dirindukannya.

"Sayang...aku sangat merindukanmu..." isaknya dalam selimut.

Hingga pada akhirnya ia kembali dalam lelapnya tidur. Setelah puas melihat wajah suaminya, dengan melihat wajah suaminya itu seakan menemani dirinya yang sedang ketakutan.

***

Soully sudah bangun. Waktu mungkin sudah siang dilihat dari terangnya cahaya yang menembus kaca jendela kamarnya yang masih tertutup tirai.

Mata Soully mendelik ketika kesadarannya sudah sepenuhnya kembali pasca bangun dari tidur lelapnya. Pukul 09.02!

Segera ia beranjak dari tidur cantiknya, bergegas ke kamar mandi. Ia kemudian melakukan ritual mandinya. Setelah ia menyadari jika hari ini adalah weekend, ia tak perlu terburu-buru dalam ritual kamar mandinya itu karena ia tak perlu bekerja.

Hampir 30 menit Soully berendam dalam air hangatnya yang beraroma terapy. Setelah tubuhnya terasa segar, ia beranjak dari dalam bathtub dan memakai jubah mandinya.

Terdengar bunyi pintu yang terbuka. Seseorang telah membuka pintu depan apartementnya. Telinga Soully yang sensitive langsung memasang kuda-kuda karena terdengar suara ribut-ribut dari depan.

"Siapa..." detak jantung Soully berdebar kencang. Perlahan ia melangkahkan kakinya membuka pintu kamarnya. Dengan masih memakai jubah mandinya, dia segera menekan knop pintu.

Suara langkah kaki seseorang sepertinya akan masuk ke dalam kamarnya.

Sama halnya dengan Soully, seseorang yang berjalan perlahan dari luar itu dengan hati-hati hendak membuka handle pintu kamar yang tertutup. Dengan waspada setelah ia mendengar suara dari dalam kamarnya.

1...2...3...detik perlahan membuat suasananya terasa tegang. Keduanya sudah memegang handle pintu dari dalam dan dari luar.

Ceklek

Pintu pun terbuka dan kedua mata mereka bertemu.

Mata Soully membulat, berkaca-kaca ketika melihat siapa sosok di depannya. Sedang yang satunya mengernyitkan dahi, memandang dengan tatapan penuh antisipasi.

"Siapa kau?"

***

Bersambung...