Chapter 72 - Bab 72

Suara langkah kaki seseorang sepertinya akan masuk ke dalam kamarnya.

Sama halnya dengan Soully, seseorang yang berjalan perlahan dari luar itu dengan hati-hati hendak membuka handle pintu kamar yang tertutup. Dengan waspada setelah ia mendengar suara dari dalam kamarnya.

1...2...3...detik perlahan membuat suasananya terasa tegang. Keduanya sudah memegang handle pintu dari dalam dan dari luar.

Ceklek

Pintu pun terbuka dan kedua mata mereka bertemu.

Mata Soully membulat, berkaca-kaca ketika melihat siapa sosok di depannya. Sedang yang satunya mengernyitkan dahi, memandang dengan tatapan penuh antisipasi.

"Siapa kau?" tanya Yafizan penuh selidik.

Matanya membelalak tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seorang perempuan dengan rambut basah terurai dan masih memakai jubah mandi berada dalam kamar pribadinya.

"Sayang..." tak lama Soully sudah berhambur memeluk sosok yang sangat dirindukannya. Tangisnya pecahlah sudah. "Ke mana saja kau? Kenapa tak pernah membalas pesanku? Kenapa tak pernah sekalipun menghubungiku? Tahukah kau aku begitu sangat merindukanmu? Hidupku hampa tanpamu..."

Yafizan melepaskan pelukan Soully dengan kasar. Ia menghempaskan tubuh Soully hingga jatuh ke lantai.

"Akh." Soully meringis kesakitan, mengusap pergelangan tangannya yang terasa keseleo.

"Berani-beraninya kau!!" bentak Yafizan. "Lancang sekali kau menyentuh tubuhku dengan tubuh kotormu!!" kata-katanya sungguh menyakiti hati Soully.

"Kenapa..."

"Keluar!! Cepat keluar sekarang dari sini!!"

"Baby, tenanglah..." ucap seseorang bersuara lembut yang dibuat-buat, membuat Soully tersadar, sosok Tamara berada di samping suaminya. Mengelus dada Yafizan.

Tamara memberikan senyuman yang mengejek terhadap Soully, seolah puas melihat Soully yang tak berdaya.

Rona yang baru saja tiba segera berlari membantu Soully untuk berdiri. Soully yang sudah berurai air mata itu penuh dengan pertanyaan yang ada dalam benaknya. Dengan tatapan tajamnya, seolah Rona mengisyaratkan 'Nanti, akan kuceritakan'.

Soully sudah berdiri dibantu Rona yang membimbingnya untuk duduk di tempat tidurnya. Membuat mata Yafizan terbelalak dengan begitu kaget. Seolah tak percaya akan apa yang dilakukan oleh pengawal setianya itu. Alih-alih membawa Soully pergi dari hadapannya, malah membawa Soully untuk tetap tinggal dalam kamarnya.

"Apa sekarang kau berani melawanku, Ron?" ketus Yafizan kesal.

"Bos, maaf bukan maksudku untuk melawanmu. Tapi...apa kau benar-benar tak mengenalinya?"

Yafizan menatap tajam Soully yang sedang duduk tertunduk itu. Kemudian dia hanya mengangkat bahunya dan menggelengkan kepalanya. "Memangnya siapa dia?"

Jawaban itu semakin menohok hati Soully. Dia tak percaya dengan apa yang ia dengar saat ini. Suami yang begitu sangat dirindukannya itu tiba-tiba tak mengenalinya setelah menghilang selama satu bulan lamanya. Apalagi ditambah dengan Tamara yang tersenyum puas, seakan Yafizan adalah miliknya.

"Cepat kau bawa pergi wanita itu dari sini sekarang!! Aku tak ingin calon istriku ini berfikir yang macam-macam padaku." Sudah tersenyum membelai lembut pipi Tamara.

"Calon istri?" Rona mengernyitkan dahinya heran.

"Tamara. Kau lupa dia calon istriku." Yafizan menyahut cepat. "Y-ya segera kami akan mengumumkannya secara resmi kepada publik, tunggu saja, kupastikan kau yang akan mengatur semuanya dengan baik," ucapnya sumringah.

Perkataan Yafizan membuat hati Soully terasa ditikam sebuah sembilu. Apa suaminya itu benar-benar tak mengingatnya?

***

Tadi, ketika Yafizan tersadar setelah tiga hari yang entah kenapa Rona pun tak mengerti kenapa mereka tiba-tiba berada di rumah sakit. Yafizan terus memanggil nama Tamara, disaat matanya terbuka pertama kali. Ia begitu frustasi mengingat Tamara pergi meninggalkannya.

Rupanya, tuan mudanya kembali pada ingatan hari di mana Tamara memutuskannya. Tapi ia tak mengingat orang-orang yang sudah berhubungan dengannya selain masalah pekerjaan, Tamara, juga Rona yang memanglah pengawal setianya.

Hanya demi membuat tuannya tenang, Rona terpaksa memanggil Tamara untuk datang menemui Yafizan. Semata-mata karena tak ingin tuannya itu membuat kekacauan yang sama ketika di negeri langit waktu itu. Ia tak ingin seluruh yang ada di rumah sakit mengetahui identitas mereka.

Namun, hal tak terduga terjadi, alih-alih sekedar menenangkan, Tamara malah melunjak, mengaku bahwa ia masih mencintai dan mereka akan segera menikah.

Kalau sudah begitu, Rona harus memutar otaknya. Dan nanti, ketika ia sudah bertemu Soully, ia akan menceritakan semuanya.

.

.

.

"Apa kau tidak mendengarku, hai perempuan!" pekiknya dengan nada meninggi. "Kenapa kau masih berdiam diri saja di tempatmu, hah?! Cepat kau angkat kaki dari sini, se-ge-ra!!" teriaknya frustasi dengan penuh tekanan.

Soully memejamkan matanya hingga buliran panas dari matanya terus menjalar, menurun deras pada pipi mulusnya. Soully meremas kencang jubah mandi di bagian dadanya. Ingin sekali ia mencabik mulut suaminya itu. Walaupun ia mencintainya, namun kata-kata kejam itu sungguh menyayat hatinya.

Rona memejamkan mata, menulikan pendengarannya. Benar-benar butuh ekstra kesabaran yang luar biasa. Kenapa Yang Mulia rajanya memberi ujian yang sulit ini?

Soully bergeming, ia beranjak dari tempat tidurnya.

"Setidaknya...biarkan aku memakai pakaianku. Tolong pergilah," ucapnya lirih dengan mengusir pelan orang-orang yang sedang berada dalam kamarnya itu.

Ada perasaan aneh ketika Yafizan melihat Soully meneteskan air mata yang begitu deras mengalir di pipinya. Hatinya seakan mengajak tubuhnya untuk segera menghambur dan mengatakan 'Tidak. Jangan menangis!'

***

Setelah hampir 30 menit berlalu ketika Yafizan sudah tidak sabar karena Soully masih saja belum keluar dari kamarnya. Segera ia membuka paksa pintu kamarnya.

Dirinya tertegun, beruntung Soully sudah memakai lengkap pakaiannya.

Yafizan tercengang dengan apa yang dia lihat sekarang. Soully begitu cantik walaupun hanya dengan memakai balutan dress baby pink selututnya dengan rok yang menjuntai dari pinggangnya yang ramping namun berbentuk itu. Bajunya sederhana, namun terlihat elegant dan sangat cocok dipakai pada tubuh Soully.

Soully sedang mengeringkan rambutnya kala itu. Ia melihat Yafizan dalam pantulan cermin yang berada di hadapannya. Soully tersenyum, walaupun dalam matanya masih menyisakan kesedihan.

"Apa sudah selesai? Kenapa lama sekali?" Yafizan berdecak memalingkan wajahnya. Ia merasa salah tingkah ketika Soully tersenyum padanya.

"Sebentar lagi." Soully menjawab pelan. Ia melanjutkan mengeringkan dan merapikan rambutnya kembali.

Yafizan berjalan-jalan di dalam kamarnya. Ia merasa sudah sangat lama tidak menginjakkan kakinya di kamar itu pasca terbangun di rumah sakit. Baru sehari, baginya. Namun nuansa kamarnya mengalami perubahan yang signifikan. Ada sentuhan feminim di kamarnya kini.

Ia melihat sekeliling ruang kamarnya. Lalu masuk ke dalam ruang pakaiannya. Banyak sekali pernak pernik perempuan di sana, mulai dari pakaian, sepatu, aksesories dan tas branded yang terpampang rapi di tempatnya masing-masing. Yafizan mengernyitkan dahinya, apa ini semua milik Tamara?

Tapi sejak kapan barang-barangnya ada di sini, di kamar pribadinya, karena seingatnya ia tak pernah sekalipun menginjinkan seseorang untuk masuk ke dalam kehidupan pribadinya, termasuk Tamara walaupun ia mencintainya.

Apakah hatinya sudah benar-benar menerima Tamara seutuhnya? Apakah ia benar-benar mengijinkan Tamara untuk menyatu dengannya? Di apartementnya...

Yafizan tenggelam dalam lamunannya sendiri, sampai pada akhirnya Soully berseru ketika dirasa Yafizan sibuk dengan fikirannya.

"Aku sudah selesai."

Langkah Yafizan terhenti, dia lalu menoleh kepada Soully. Dia terpaku sejenak. Soully sudah berdiri di hadapannya. Sungguh cantik.

Ada rasa yang bergejolak dalam hatinya. Rasanya ia ingin berlari merengkuh tubuh mungil perempuan yang ada di hadapannya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Terima kasih dan maaf karena sudah mengacau di sini," ucapnya pamit.

Ada rasa aneh yang sekarang meliputi kalbunya. Rasanya begitu sesak ketika Soully pamit pergi meninggalkannya.

Yafizan tak bergeming, ia tak berkata apapun. Seolah ia tak mencegah kepergian Soully.

Hati Soully begitu hancur. Yafizan yang ada di hadapannya sungguh tak mengenalinya.

Rona sudah berdiri di balik pintu. Ia akan mengantarkan Soully. Walaupun tak tahu ke mana arah dan tujuannya saat ini, yang jelas rencananya mungkin mencarikan Soully tempat tinggal sementara. Atau ia akan mengajak Soully tinggal di mansion.

"Aku pergi..." pamit Soully, di setiap langkah terakhirnya ia masih berharap jika Yafizan menghentikannya.

Namun, harapannya sia-sia. Dengan rasa sakit di hatinya, ia benar-benar melangkah pergi meninggalkan apartementnya.

***

Rona dan Soully sudah keluar. Dengan langkah gontai Soully berjalan perlahan. Beruntung Rona segera menahannya ketika kaki Soully terasa lemas dan hampir terjatuh.

Soully menangis sejadinya, Rona terdiam berusaha menenangkan istri tuannya yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri. Rona turut sedih akan situasi saat ini.

Rona mengajak Soully untuk duduk di bangku taman halaman depan kawasan apartementnya. Dengan penuh sayang, Rona mengelus rambut kepala Soully dengan lembut, setelah ia menceritakan kejadian sebelumnya, Rona terus menenangkannya. Berharap Soully pun dapat mengingat sesuatu dari kejadian masa lalunya.

Namun, Rona teringat betapa ia harus berhati-hati mengingat bisa saja Soully mengalami tantrum seperti waktu itu. Ia tak ingin memaksa Soully mengingat semuanya kalau itu hanya menyakitinya.

Biarlah waktu yang menuntun semuanya.

Tanpa mereka ketahui, sepasang mata itu mengamati mereka dari atas balkon apartementnya. Ada rasa bergejolak seakan ingin menyingkirkan tangan yang sedang menyentuh rambut kepala Soully itu.

Yafizan memejamkan mata, mengepalkan kedua tangannya erat.

Perasaan apa ini??

***

Bersambung...