Bunyi pintu kaca yang dibuka itu menyita perhatian pelanggan toserba lain yang tadinya sibuk memilih beragam makanan ringan dan minuman mulai dari kemasan botol hingga kotak. Semerbak parfum yang beraroma mewah tapi memuakkan terhembus bersamaan langkah demi langkah yang ditapaki wanita bergaun hijau toska ketat itu. Sebuah handbag tergenggam ditangan kanannya. Sesekali ia memperbaiki letak kacamatanya.
Ada apa gerangan sampai orang berpenampilan seperti ini sampai masuk toserba kecil seperti sekarang? Mungkin pertanyaan itulah yang menghinggapi pikiran para pelanggan lainnya yang terheran-heran.
Namun, seorang pemuda yang tak lain adalah Marco mengabaikan wanita itu setelah melihat wanita itu sekilas saat membuka pintu toserba dari tempat duduknya yang berada didekat kursi yang tersedia untuk pelanggan yang berniat untuk menyantap mie instan atau makanan lainnya.
"Hei, little boy" sapa si-gaun hijau toska.
What the fuck is going on? Mengapa wanita ini malah menyapa seorang Marco?
Marco menatap bingung tetapi masih mencoba untuk membalas sesopan mungkin dengan senyuman.
"Apa kau ada saran racikan makanan toserba?" tanya wanita itu lalu menurunkan kacamatanya hingga wajahnya sepenuhnya bisa Marco lihat.
"Ah, ya, kalau kau suka mie instan dan rasa pedas tentunya" jawab Marco semangat.
Bagi orang sederhana seperti Marco, tentunya sudah menjadi sesuatu yang biasa, bahkan bisa dibilang dia ahli dalam hal ini.
"Sure"
Marco melakukan yang ia bisa lakukan dengan harapan wanita itu menyukainya. Mungkin jiwa toserbanya sedang membara sampai berharap wanita bergaun ketat dihadapannya menyukai racikannya.
"Here's yours, air panasnya ada disebelah sana" ucap Marco sambil menyerahkan mie instan extra spicy, keju, daging kemasan, lalu menunjuk tempat air panas yang berada disebelah mereka berdua.
Wanita itu melangkah lalu menekan tombol hingga air panas tertuang kedalam mangkuknya kemudian kembali mendekati Marco.
Mengapa pula dia kembali kedekatku? Masih tersisa banyak bangku kan? tanya Marco was-was.
"Bagaimana jika aku menyiram air panas ini kewajahmu yang tampan dan muda ini, nice boy?" tanya wanita itu penuh intimidasi.
Kekhawatiran Marco terjawab saat wanita itu menyelipkan sebuah kertas ke jari-jemari pemuda itu lalu Marco membaca isinya.
"Ah, what did she do there?" tanya Edith saat melihat Marco dan mantan istrinya itu dari seberang lewat kaca transparan bangunan toserba.
***
Saat paling melegakan yaitu saat kau beristirahat dari apa yang membuatmu lelah. Misalnya, lelah akan pekerjaan yang tiada henti, lelah akan pikiran yang berat, lelah akan perasaan yang semrawut, lelah akan perkataan pedas orang lain dan masih banyak lagi.
Dixie menikmati waktu melegakan itu sambil menonton sebuah siaran di aplikasi youtube disebuah cafe dengan suasana menenangkan dengan interior yang warnanya didominasi warna cokelat yang membuat tempat itu kian terlihat sederhana tetapi tetap memberi kesan elegan.
"Kau sedang apa?" tanya Edith.
"Watching yt"
"And what you're watching?"
"Tipe suara seperti yg dibilang Marco"
"Salah satu yang terkenal ada Seo ye-ji"
Edith mengerutkan kening karena tidak merasa akrab dengan nama itu membuat Dixie tertawa menatap wajah bingung lelaki itu. Namun, jika Dixie memberi contoh artis yang memerankan film terkenal Amerika dan Swedia, mungkin Edith bisa mengenalinya.
"Kudengar kau bertemu mantan istrimu" Dixie memasang ekspresi acuh-tak acuh.
"Bertemu apanya" sergah Edith.
Melihat kejadian yang menimpa Marco yang hampir disiram air panas oleh Ariene bukan sesuatu yang cocok dianggap sebagai sebuah pertemuan.
"Kau tidak menanyakan kabarnya?" pancing Dixie.
"Hah?"
Menanyakan kabar? Kalimat basa-basi paling standar, lagipula mantan istrinya itu tidak se-special itu sampai harus ditanyai kabarnya. Saat menjalin hubungan dengan Ariene saja seperti sementara waktu terperangkap dalam kegelapan, hingga akhirnya Edith dan Ariene bercerai, barulah Edith kembali merasakan cerahnya kehidupan sehari-hari.
"Asal kau tahu saja, wanita ular itu hampir menyiram Marco dengan air panas" kata Edith meluruskan.
"Really? But, why?" Dixie terkejut.
"Entahlah, tapi aku rasa ia ada hubungannya dengan komplotan Brown"
"You mean, ia sengaja membantu komplotan Brown untuk menggoyahkan usaha kita?" tanya Dixie
Edith mengangguk.
"Aku sudah menduga tidak akan mudah" gumam Edith lalu mengerutkan kening seperti sedang memikirkan sesuatu yang lebih dalam.
Dixie yang awalnya bersantai menikmati waktu melegakan, kembali menunjukkan raut serius, merangkum serangkai kejadian yang sudah terjadi sampai saat ini yang berkaitan dengan Brown dan komplotannya. Lalu sedetik kemudian menghela nafas panjang.
"Aku jadi ingin melarikan diri sejenak"
"Mau berlibur?"
"Tentu saja, bioluminescent beach" jawab Dixie semangat sembari menyebutkan tempat yang ia ingin kunjungi.
"Kalau kita berkunjung sekarang, memangnya kita bisa melihatnya? Aku dengar hanya waktu tertentu saja kita bisa melihatnya" tanya
"Ada satu yang menyala sepanjang tahun, di Jamaika"
Dixie sepertinya sudah banyak mencari tahu soal ini karena sudah memimpikannya sejak lama.
"Let's go there then" putus Edith.
"Tapi biar kupikirkan saja dulu, rasanya tidak tepat berlibur sekarang. Bisa-bisa pikiran dan tubuhku berada ditempat yang berbeda" ucap Dixie lalu disanggupi Edith.
Keduanya lalu terdiam dan sesekali menyesap hot cocoa yang mulai dingin karena lama didiamkan selama percakapan berlangsung. Lantunan lagu Cardigan dari album terbaru salah satu musisi terbaik, Taylor Swift yang menjadikannya most googled person dalam hitungan jam, menemani Edith dan Dixie yang mungkin sedang memikirkan hal yang sama.
"Dix?"panggil Edith.
Dixie sudah mulai was-was. Beberapa kejadian sebelumnya membuat Dixie tak cukup siap menghadapi Edith yang sentimental. Dixie lebih terima menghadapi Edith yang blak-blakan. Memang betul, segala sesuatu bisa terjadi pada hati manusia baik dalam waktu singkat maupun lambat seperti yang terjadi pada lelaki dihadapannya itu.
"Mau menikah denganku?" tanya Edith polos, saking polosnya, Dixie tak bisa membedakan ini candaan atau serius.
Bunyi gelas pecah akibat senggolan tangan Dixie yang terkejut menarik perhatian banyak orang. Sadar dirinya jadi pusat perhatian, ia mulai menyalahkan Edith.
Dixie melotot kearah Edith dengan bibir berkomat-kamit meminta penjelasan dan ekspresi penuh ancaman.
Hei, Siapa yang membuat Edith kehilangan kewarasan?
This is so chaotic.
🦋29 Juli 2020🦋