"Kau tahu? Ada yang aneh dengan salah satu foto dirumah Gano" tutur Dawn.
Dawn mengungkapkan keresahan yang ia rasakan sejak pulang dari rumah Gano beberapa hari yang lalu. Sebenarnya dia tidak perlu terlalu khawatir, tetapi kali ini cukup mengganggunya, bingung memihak yang mana. Lupakan, lupakan soal pihak-memihak, Dawn mendatangi Edith untuk membantunya mencari titik terang.
"Foto?" Edith mengulangi kata itu, merasa seperti akrab dengan hal ini.
"Mm, foto ini betul-betul beda dari semua yang dipajang, seperti sengaja dibuat more special" jelas Dawn.
"Well, kurasa aku pernah mendengarnya dari Dixie"
'Hmm, ada sebuah foto yang cukup unik berbeda dari yang lain, isinya berupa angka, mungkin tanggal lahir seseorang, apa Gano punya kekasih? Actually, aku cukup meragukan hal itu mengingat ucapanmu yang bilang kalau Gano sangat lemah terhadap banyak wanita.'
"Really?"
"Yeah, Dixie bilang pernah melihatnya saat party kecil-kecilan yang hampir membuat Dixie meminum racun waktu itu"
Dawn semakin cemas dengan fakta yang baru saja ia tahu ini padahal belum tentu kejadian itu punya sangkut-paut dengan yang ia resahkan.
"Aku tidak terlalu memikirkannya karena kukira akhirnya Gano jatuh cinta pada seorang wanita sampai memajangnya" tambah Edith.
"Isi foto itu tanggal lengkap dengan bulan dan tahunnya bukan?" Tanya Dawn memastikan.
Edith mengangguk.
"Kau tahu yang lebih mengejutkan? Tanggalnya persis ulangtahun Dion" ucap Dawn dengan ekspresi ngeri sekaligus cemas.
"Tidak mungkinkan?" Tanya Dawn berharap Edith memiliki pikiran yang sama dengan bahwa tidak mungkin teman mereka yang satu itu mengincar Dion.
***
Televisi menyala dengan suara nyaring mengalahkan suara kendaraan yang yang lewat. Sesekali lelaki paruh baya itu berdecak menengadah sedikit keatas memperhatikan keluar, mengeluh pun tidak ada gunanya, bahkan tempat mengeluh pun dirasa tidak ada.
Kucing lewat yang terlihat dari jendela rumah bawah tanah ini pun rasanya memiliki harga diri lebih tinggi dari Korsakov. Kondisi kehidupannya jauh dari kata baik-baik saja. Hujan bisa menjadi bencana yang sangat kacau, terik matahari bisa menjadi pemanggang alami disiang hari, dan salju bisa menjadi pendingin dengan suhu terendah yang bisa membunuh lelaki tua itu.
Pintu tua yang rapuh itu diketuk memecah lamunan Korsakov. Ia melangkah kearah pintu lalu membukanya.
Tidak ada siapa-siapa disana membuat pria tua itu mengumpat kesal. Namun, sebelum pintu tertutup sempurna, amplop berwarna putih terang menarik perhatian Korsakov. Ia menunduk dan meraih amplop itu lalu menutup pintu. Tidak biasanya ia menerima kiriman, ia juga tidak sedang menunggu surat dari seseorang.
Ia duduk disofa pudar yang tampaknya bisa roboh sewaktu-waktu itu. Ia merobek bagian atas amplop dan membuang ke sembarang tempat.
"Damn it!"
Amplop itu berisi foto-foto Brown yang melakukan pengkhianatan terhadap Korsakov dengan mendahuluinya untuk mendapatkan pelanggan narkoba. Mereka sudah melakukan perjanjian sebelumnya tentang daerah dan orang-orang yang menjadi bagian masing-masing.
Disisi lain, Brown juga memperoleh amplop berisi hal yang sama, hanya saja foto yang tertera disana adalah foto Korsakov yang mengambil bagiannya.
***
"Ow, he's so gorgeous" puji Dixie pada bayi merah baru lahir yang sedang bergerak gelisah mencari sumber makannnya itu.
Dionne yang masih terlihat lelah sehabis melahirkan tersenyum kearah Dixie. Ia masih belum menyangka, beberapa jam yang lalu perutnya masih begitu besar lalu tiba-tiba keram yang hebat melandanya hingga perjuangan dengan mengejan beberapa kali tadi membuatnya menyandang gelar seorang ibu kini.
"Kemana Dawn?" Tanya Dixie setelah berusaha keras mengalihkan pandangannya dari bayi Dionne yang menggemaskan.
"Keapartemen. Mengambil perlengkapan bayi, pakaian untukku dan juga untuknya, dan hal-hal penting lainnya"
"Pasangan yang sangat serasi, saking serasinya kalian sama-sama lupa membawa perlengkapan" ledek Dixie.
Dionne terkekeh. Dia juga merasa geli mengingat ia dan Dawn lupa membawa semua barang yang sudah disiapkan sejak lama itu karena panik, padahal setelah sampai diruang bersalin pun masih menunggu beberapa bukaan lagi.
"Edith tidak datang?" Dionne balas bertanya.
"Aku disini!" seru seseorang yang datang dari balik pintu ruangan Dionne yang tak lain adalah Edith dengan sebuah bingkisan buah ditangan kanannya.
Edith meletakkan buah yang dibawanya tadi dinakas yang berada disebelah tempat tidur Dion lalu beralih ketempat bayi Dion berada.
"Ah, sekarang aku tahu kenapa orangtua sangat ingin melindungi anaknya" ungkap Edith kagum tanpa melepas pandangan dari bayi yang tampak polos tak bercela itu.
"Kau sampai lupa mengucap selamat pada Dion" sindir Dixie.
Dionne terkekeh.
"Kau juga tidak mengucapkannya" gurau Dion mengingatkan.
Edith menaikkan sebelah bibirnya balas menyindir Dixie.
"Benarkah?" Dixie terkejut menyadari kebodohannya.
"Selamat Dion" ucap Dixie dan Edith bersamaan.
"Pasangan yang serasi, saking serasinya kalian sama-sama lupa" Dion menirukan ucapan Dixie tadi.
Dixie berseru menanggapi Dion.
"Ngomong-ngomong kau habis darimana? Kau terlihat begitu acak-acakan" Dixie bertanya sembari memberi komentar akan penampilan Edith.
***
Dixie menghempaskan tubuhnya menuntut peregangan setelah lelah duduk setengah hari menemani Dion dirumah sakit saat Dawn kewalahan mengambil perlengkapan diapartemen mereka.
Sementara, satu hal lain menambah beban pikiran Dixie. Edith memberitahunya berita yang cukup mengejutkan saat diperjalanan pulang tadi.
"Kau serius kan?" Tanya Dixie sekali lagi, masih tidak percaya bahwa Brown dan Korsakov sudah meninggal karena saling membunuh satu sama lain.
"One-hundred percent"
Dixie menghembuskan nafas keras keudara.
"Bagaimana bisa mereka sampai berkelahi? Bagaimana bisa kau tahu mereka ada disana? Kau tidak terluka kan?" Dixie mengeluarkan pertanyaan beruntun.
***
"Dasar serangga lemah. Kau mengingkari perjanjian yang sudah kita sepakati" Korsakov menyerang Brown yang baru saja turun dari motor tuanya.
"Sialan, kau yang mengingkari kesepakatan kita, apa-apaan ini?!" Brown mencampakkan amplop yang sudah setengah sobek itu kewajah Korsakov hingga isinya berhamburan.
"Kau merekayasa foto ini karena tidak mau mengakui pengkhiatanmu? HAH!" emosi Korsakov memuncak dan mengeluarkan sebuah pisau lipat yang selalu ada disakunya dan menusuk perut Brown.
"Bajingan, kau,,, kau yang melakukan semua omonganmu itu" ucap Brown tidak terima. Dengan perih yang mendera perutnya, ia meraih pistol dibalik kemeja bagian belakangnya, mengarahkan kearah Korsakov dan menarik pelatuknya.
Edith dan Kyle yang menonton semua itu dari dalam mobil keluar dengan hati-hati lalu menyingkirkan senjata yang ada.
"Jangan mati terlalu cepat pak tua! Setidaknya katakan siapa pemimpin komplotan rendahan kalian itu" perintah Edith.
"Kalau kau memberitahu kami, kematianmu tidak akan sia-sia" jelas Kyle penuh ajakan.
Brown yang nafasnya sudah tersendat-sendat meraih dompet usang miliknya lalu menarik secarik foto.
"Anak muda, ambil ini" Brown menyerah, berpikir setidaknya dengan melakukan ini bisa menebus dosanya, padahal sudah menghancurkan banyak masa depan orang-orang diluar sana.
"Bodoh, jangan berikan itu! Aish, sialan, dasar pecundang" larang Korsakov.
"Simpan rasa setiamu untuk dirimu sendiri makhluk menyedihkan" Brown tak mau kalah meski sudah berusaha keras meraup lebih banyak udara untuk bernafas agar bisa tetap bertahan hidup.
Sementara kedua pria paruh baya itu bertengkar dengan saling melemparkan umpatan disisa nafasnya, Edith melangkah menjauh dari tempat itu dengan wajah kusut. Kyle mengikuti dibelakang dengan tawa sinis menanggapi dua orang bodoh dibelakangnya.
***
"Aku mengadu domba mereka" jawab Edith.
"How?" Tanya Dixie.
"Mencari tahu bagaimana cara mereka bekerja, daerah dan pelanggan masing-masing, lalu Kyle merekayasa pengkhianatan menggunakan informasi itu. Setelah itu kami mengirim amplop kerumah mereka"jelas Edith panjang lebar.
"Wah, ternyata kau mendengar saran yang kuberi hari itu, kukira kau tidak mengacuhkanku"ujar Dixie senang.
"Tentu saja. Bagaimana dengan sebuah kecupan sebagai hadiah?" goda Edith.
"Mendekatlah" pinta Dixie.
Edith mendekatkan kepala dengan semangat. Dixie memegang kedua sisi samping kepala Edith.
"Kau punya waktu tiga detik sebelum aku memelintir kepalamu" peringat Dixie.
Edith melotot dan segera menjauhkan kepalanya.
"Kau sangat kaku" rajuk Edith.
"Aargh!" Pekik Edith setelah Dixie memukul kepalanya.
"Kau bahkan tidak memberitahuku sedikit pun rencanamu, bisa-bisanya kau minta kecupan" omel Dixie.
"Biarpun begitu, aku melakukan kerja yang bagus bukan?" Tanya Edith memuji dirinya sendiri.
"Hmm, ya. Lalu, siapa ternyata dalang sialan itu?"
🦋4 Agustus 2020🦋