Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak
Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti
Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore
Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh
Terima kasih,
Nona_ge
***
Liam menutup pintunya dengan lembut, lalu masuk ke dalam dan menjalankan mobil menuju Midtown Manhattan menembus ramainya malam hari.
"Eh?" Faye menyadari bahwa ini bukanlah jalan menuju rumah orang tuanya, "kenapa kau tidak berbelok tadi? Kita mau ke mana?"
Liam melirik Faye melalui kaca spion sekilas, "Sejujurnya, pestanya diadakan di sebuah gedung."
Faye terkejut mendengarnya, sebelum sempat ia mengeluarkan kekesalannya, Denis sudah merangkulnya berusaha menenangkannya.
"Ini bukan kabar buruk, Fay," kata Denis.
Memang bukan, namun ini jadi jauh dari apa yang diucapkan ibunya.
Faye jadi cemas dengan apa yang menunggunya. Ia melirik keluar, melihat mobil yang dinaikinya memasuki parkiran yang dipenuhi banyak mobil yang beberapa di antaranya ada plat nomor yang tidak asing baginya, "Tidak ..."
"Sayang ..." Denis membelai bahu Faye masih tetap menenangkan.
Faye tidak tahu rencana yang diperbuat Claudia, namun ia bersyukur Denis ada di sampingnya, cara pria itu menenangkannya begitu ampuh.
Liam membukakan pintu untuk Faye dan Denis, "Silakan Nona Faye, Tuan Denis."
Denis yang duluan keluar terlebih dahulu, lalu mengulurkan tangan pada Faye. Ketika Faye keluar, ia tanpa ragu langsung merangkul bahu wanita itu lagi.
Udara dingin malam langsung menyambut tubuh Faye, namun itu tidak mematahkan rasa ingin tahunya untuk mengecek sekitarnha, dan matanya akhirnya menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya yaitu sebuah gedung besar tidak jauh dari parkiran.
Di sana ada orang mengantre untuk menunjukan kartu undangan kepada penjaga, tidak ada yang istimewa, tapi cukup membuat Faye syok karena ia mengenali orang-orang itu.
Mereka pegawai di restorannya.
Sudah cukup.
Faye menepis tangan Denis dari bahunya dan berlari menuju gedung itu tanpa peduli ia sedang memakai hak sepatu yang agak tinggi.
"Fay!"
Faye tidak peduli teriakan Denis, ia yakin Denis akan mengejarnya, tujuannya hanya satu.
Gedung. Pegawainya.
"Mia!" panggil Faye keras ketika ia sudah dekat depan pintu utama gedung.
Mia yang hendak masuk, seketika berhenti, lalu menoleh, "Fay?"
Faye berhenti tepat di depan Mia, ia mengambil napasnya yang memburu barulah bertanya setelah tubuhnya tenang, "Kenapa kau bisa ada di sini?"
"Ah, itu ..." Mia tampak gugup membuat Faye curiga sekali.
Faye memicingkan matanya tajam, "Jangan bilang kau diundang, jangan bilang kau ikutan merencanakan ini," katanya bertubi-tubi.
"Aku tidak!" Mia langsung membantah keras, "sejujurnya ini ide Papamu."
Ayahnya yang merencanakan ini? Suatu hal yang tidak biasa. Ayahnya bukan tipe yang suka ikut campur apalagi langsung turun tangan, namun karena ini menyangkut dirinya, anak tunggal keluarga Grace, apa pun bisa terjadi.
"Acaranya mau dimulai."
Faye terkejut mendengarnya, "Bukankah masih satu jam lagi?"
Mia tertawa gugup, "Itu bagian dari rencana juga sepertinya, aku ini juga telat."
Sepertinya ayahnya merencanakan ia dan Denis masuk paling terakhir supaya menjadi bintang acara malam ini.
"Ini takkan buruk, bukan?" Denis membuka suaranya, nadanya juga terdengar gugup.
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya," kata Faye.
"Sebaiknya kalian duluan saja, aku merasa ini akan jadi event yang besar," kata Mia.
Event besar?
Jangan bilang padanya jika di dalam gedung ada partner kerjanya serta pegawai restorannya? Menunggu kedatangan ia dan Denis?
Faye merasakan sebuah tangan melingkari lengannya, menarik mendekat. Ia melirik ke sampingnya yang ternyata tangan yang merangkulnya hangat berasal dari Denis.
Denis tersenyum lebar, "Ingat tujuanmu dan tetap berpikir positif, Fay."
Faye tahu sebab ia sedang mencoba sekarang ini. Ia mengambil napas dalam-dalam, barulah melangkahkan kaki ke dalam dengan kepala tegak penuh percaya diri, mencoba menyembunyikan perasaan sesungguhnya.
'Fokus.'
Hal pertama yang Faye lihat ketika di dalam adalah suasananya yang begitu ramai—ramai dengan orang-orang yang dikenalnya.
Ayahnya sungguh melakukan ini, mengundang partner kerjanya kemari.
Faye berusaha menahan amarah yang sudah bergejolak berapi-api di dalam hatinya, tanpa peduli dengan penampilan ruangan yang sangat klasik atau makanan dan minuman yang terlihat begitu indah dan lezat.
Semua menyadari kehadiran Faye ketika ayahnya berhenti mengobrol dengan ibunya saat melihatnya masuk ke dalam.
Mata hitam ayahnya hanya melirik Faye sebentar lalu berpindah ke Denis, wajahnya berubah datar yang sulit sekali untuk ditebak.
"Selamat datang, Fay sayang," kata ayahnya dengan senyum lebarnya.
Jika saja tidak banyak orang, Faye pasti sudah memutar bola matanya, namun karena ia ada di tempat umum, terpaksa membalas tersenyum juga, serta menerima pelukan dari ayahnya.
"Kau sungguh membuat Papa bangga," bisik ayahnya pelan.