Chereads / Penyihir Petualang Virgo / Chapter 11 - Pembantaian

Chapter 11 - Pembantaian

"Haha, kalian cukup sampai di sini, ini akan menjadi kuburan kalian". Monster paruh emas tertawa keras dengan aura membunuh, ia sudah tidak sabar untuk memangsa para penyihir yang sedang dalam perjalanan menuju desa hujan.

Salah satu penyihir pengguna pedang langsung maju dengan keinginan bertarung yang berkobar dan tidak gentar sedikit pun, "Kau pikir kami akan takut padamu, dasar monster menjijikkan, mati kau".

"Tebasan membelah udara".

Teriak penyihir pengguna pedang itu dengan keras, dan langsung mengirimkan sinar samar selebar satu meter ke arah monster paruh emas.

"Itu adalah tebasan pembelah udara yang cukup terkenal, monster itu pasti akan mati sekarang". Seru salah satu penyihir di sampingnya.

"Boom".

Sinar samar selebar satu meter pun langsung mendarat tepat di tubuh monster paruh emas dan langsung membuat efek ledakan cukup besar saat menyentuh targetnya.

Tubuh monster paruh emas pun langsung di selimuti asap tebal, "Haha dasar monster bodoh, itu adalah teknik yang sudah ku sempurnakan dan serangan itu akan meledak ketika menyentuh targetnya". Tawa keras penuh kemenangan dari penyihir pengguna pedang.

Teman-temannya pun ikut tertawa dan tersenyum miring, "Monster itu terlalu sombong dan sekarang dia sudah menjadi burung panggang". Kata salah satu penyihir mengejek monster paruh emas.

"Sekarang kita tinggal menangkap gerombolan hewan buas itu, mereka memiliki nilai yang cukup tinggi saat kita menjualnya nanti". Senyum main-main terbentuk di wajah penyihir pengguna pedang.

Ia pun memberi isyarat pada salah satu temannya untuk membuat serangan, "Mmm". Ia mengangguk dan langsung melompat ke udara, melempar sebuah bola sihir seukuran bola pingpong.

Bola sihir itu pun langsung meledak di atas para hewan buas bersayap tajam, dan langsung membentuk jaring perak samar yang memungkinkan untuk menangkap semua hewan buas bersayap perak.

Para penyihir yang melihat itu tertawa keras, mereka tidak sabar ingin mengambil beberapa organ berharga dari hewan buas bersayap perak yang tentunya memiliki nilai cukup tinggi.

Namun para hewan buas tidak terlihat panik sedikit pun dan justru terlihat meremehkan jaring yang akan menangkap mereka semua.

"Wussst".

Sebuah sinar emas yang membabi buta langsung mencincang jaring perak samar hingga menjadi puing tak berbentuk.

"Apa yang terjadi". Para penyihir langsung tercengang, di saat yang sama asap tebal yang menutupi tubuh monster paruh emas juga ikut tersapu.

melihat keadaan itu para penyihir menjadi sangat cemas, mereka bisa terlihat dengan jelas monster paruh emas baik-baik saja tanpa terluka sedikit pun.

Dalam keterkejutan mereka, sebuah cahaya emas seluas 5 meter langsung melesat ke arah penyihir pengguna pedang.

"Srrreek".

Mata penyihir pengguna pedang tiba-tiba melotot dan disusul dengan teriakan kerasnya, ia melihat lengan kanannya tiba-tiba terjatuh bersama dengan pedang yang di pegang nya, darah pun langsung menyembur dari lengannya yang terpotong.

"Aaaa".

Teriakan keras terus terdengar dari penyihir pengguna pedang.

"Ketua".

Teriak para penyihir yang langsung coba membantu penyihir pengguna pedang yang telah terluka.

"Haha". Senyum sinis muncul di wajah monster paruh emas.

"Sudah terlambat".

Monster paruh emas melesat di udara, mengibaskan sayap berwarna emasnya, hujan cahaya emas yang terbentuk dari bulu-bulu sayapnya mengarah kepada penyihir pengguna pedang.

"Lari, jangan mendekat, ini adalah perintah". Teriak penyihir pengguna pedang dengan keras kepada rekan-rekannya yang sedang berusaha datang membantu.

Mendengar hal itu, para penyihir langsung terdiam di tempat, dan sesaat kemudian.

"Boom".

Hujan bulu emas langsung menyapu penyihir pengguna pedang dan membuat tubuhnya tercabik hingga hampir tak berbentuk, hanya terlihat tumpukan daging tulang serta genangan darah.

Para penyihir yang melihat itu langsung terdiam bergidik ngeri dan hanya bisa melotot tidak percaya, penyihir yang baru saja terbunuh dengan begitu mudah adalah ketuanya yang paling kuat di antara mereka.

"Lari! Selamatkan diri kalian". Salah satu penyihir yang berada paling belakang tersadar dan langsung berteriak, menyuruh semua teman-temannya untuk melarikan diri.

Mereka jelas sudah tahu tentang kekuatan monster paruh emas, dan sekarang tanpa ketua mereka, jika terus melawan itu sama saja dengan bunuh diri.

"Aku sudah mengatakannya kalian akan mati di tempat ini dan tidak akan bisa kabur". Suara menggema dari monster paruh emas, membuat jantung mereka ingin melompat keluar.

"Bunuh mereka semua". Monster paruh emas memberi perintah kepada segerombolan hewan buas bersayap perak dengan santai.

Dan saat kata-kata itu selesai, para hewan buas bersayap perak langsung meraung dengan suara yang mencekik, satu penyihir di kejar oleh 3 sampai 4 hewan buas yang memiliki kecepatan tinggi.

Dengan wajah pucat dan tubuh yang di basahi penuh keringat, para penyihir mencoba untuk melarikan diri secepat mungkin, beberapa penyihir mengeluarkan jurus serangan dan pertahanan terkuat mereka.

Tapi sayang kecepatan dan kelincahan hewan buas itu lebih unggul dan hampir secara bersamaan tubuh para penyihir telah tercabik oleh para hewan buas bersayap perak.

Teriakan kesakitan dan penyesalan pun langsung menggema di dalam hutan yang menyebabkan beberapa hewan langsung menjauh dari area tersebut.

Monster paruh emas mendekati salah satu penyihir yang sedang sekarat.

"Siapa kalian sebenarnya, kenapa para monster bisa memimpin hewan buas untuk melawan kami?". Tanya penyihir itu dengan lemah di ujung kematiannya.

Namun monster paruh emas hanya tersenyum miring dan tidak menjawab apa pun, dengan tanpa ampun ia mengayunkan sayap emasnya yang sangat tajam, dalam sekejap kepala penyihir tersebut terpisah dari tubuhnya dan menggelinding di tanah.

"Kalian makhluk rendahan tidak perlu mengetahuinya". Ucapnya sambil menjilati darah di sayap emasnya.

Di tempat lain di dalam hutan hal yang sama terjadi kepada kelompok para penyihir yang di kirim dari kota awan untuk menyelamatkan desa-desa yang sedang di serang oleh para hewan buas, namun mereka pun mendapat nasib yang sama yaitu di bantai habis-habisan.

Setelah satu hari berlalu, seorang penyihir yang menggunakan jubah hijau gelap dengan penuh luka di sekujur tubuhnya terus memaksa diri berjalan.

"Aku harus segera melaporkan semuanya pada tuan Loxsa, jika tidak, semua penduduk desa akan binasa". Gumamnya dengan langkah yang tertatih-tatih penuh luka.