Dengan langkah gontai dan rasa yang entah apa namanya, merasa tidak lagi pantas bertemu dengan istri tercintanya, merasa sudah mengkhianati wanita pujaannya. Apa yang harus kulakukan, desah Ardan, berterus terang , atau menyimpan masalah ini dan menunggu waktu yang tepat, kapan ? nunggu Lusi lahiran, hanya akal akalan Ardan aja yang takut menghadapi Lusi, bahkan membayangkan saja dia tak mampu, terus bagaimana dengan Putri yang menuntutnya, Ardan begitu shock, dalam hati kecilnya belum bisa menerima gadis belia yang telah hadir dan benarkah dia anak Ardan hasil karyanya, hasil dari kesalahan, kekhilafan, enteng sekali dia ngomong khilaf, dan hanya dengan kata maaf beres semua, bukan seperti itu mas Ardan, ada yang harus dipertanggung jawabkan, dia seorang gadis pada akhirnya akan mencari siapa ayah biologisnya. dosa besar yang telah dilakukannya, benarkah ?, jejak itu tak akan terhapus wahai seorang Ardan, anda bisa terlihat santun, anda bisa nampak bijak, 'but look at your past, unforgivable.'
Ardan menatap ciut rumah harapannya, tampak Lusi di depan pintu menunggu kedatangan sang suami, "assalamualaikum," Lusi menyambut dengan senyuman mengembang.
"Waalaikumsalam, " jawab Ardan yang mendekat mengelus perut istrinya yang sudah membuncit, bentar lagi tujuh bulanan, "dedek bayi dak rewel kan lus," tanya Ardan.
"Dak kok mas, kami baik baik aja, " Lusi melihat kelelahan di mata Ardan.
Ardan langsung meninggalkan Lusi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengguyur seluruh tubuh dengan air shower, berharap meluruh segala beban pikirannya, dan lebih segar biar Lusi dak tahu kalo saat ini ada masalah yang menjadi beban pikirannya.
Masa lalu Ardan yang membuat laki laki itu tidak bisa memaafkan dirinya, jangan sampai ia menjadi pecundang untuk yang kedua kali, Ardan begitu mencintai istrinya, tapi apa Lusi bisa menerima masa lalunya.
"Capek banget ya mas, apa ada masalah dengan kerjaan, " Lusi memegang pundak Ardan dengan lembut berusaha menenangkan sang suami, "Kenapa, mau bantu mas mengurangi penat," Ardan mengerling menggoda Lusi, dielusnya kepala Lusi, "sini, mas kangen, boleh peluk ?" Ardan menepuk sofa sebelah duduknya, dan menarik pelan tangan istri yang masih intens menatapnya. "Ada apa mas, tumben," ucap Lusi, "Pingin aja, deket kamu," disandarkan kepala Ardan di paha Lusi yg telah duduk di sampingnya, "Ngalem, pasti ada mau nya," Lusi tetap tersenyum dengan tingkah Ardan yang manja, dia yang hamil tapi suaminya yang malah manja, Ndak apa apa deh asal dak manja sama istri tetangga aja.
"Bisa Ndak dek, kita bersama sampai menua," Ardan menerawang jauh, matanya menatap kosong Ndak sanggup membayangkan ditinggal istrinya. jujur Ndak ya, gelisah rasanya memiliki rahasia besar, yang dia sendiri takut menghadapi kebenarannya.
"Kanapa mas ngomong kayak gitu, kita aja baru beberapa bulan bareng lagi, ya Ndak enak mas berjauhan, kalo kangen, masa cuma virtual aja, Ndak bisa disentuh," Lusi terkekeh menjawab selorohan Ardan, dia sendiri merasa gelisah ada apa sebenarnya Ardan.
Ardan berbalik badan, dan saat ini muka arda menghadap istri yang juga sedang menatapnya, "pingin sentuhan Ndak ?" nadanya sih berbisik namun tatapan nya menggoda membuat Lusi merinding dibuatnya, ini suami lagi genit Napa ya, perasaan semalem juga udah ngasih jatah deh, jatah niliki dedek kwkwkwwww.
Tanpa disadari Lusi, tangan Ardan dah berpindah mengelus punggung wanita hamil yang nampak bertambah cantik menurut Ardan, dan beralih pada perut yang sudah membuncit, kekaguman arda pada istri samakin besar, Oh baby bantu aku melupakan beban pikiranku yang rasanya Ndak sanggup mengungkapnya pada mama mu.
"Bener Ndak sih kalo melakukan kebutuhan biologis dapat mengurangi kepenatan dan kepusingan, gimana kalo kita coba sekarang ?" Ardan terkekeh karna cubitan keras istrinya, "modus itu namanya mas, bilang aja pingin," Ardan semakin ngakak manakala Lusi menatapnya horor.
"Kamu capek Ndak, " Ardan tambah menggoda Lusi, apalagi tangan kanan nya sudah bergerilya dengan membuka resleting depan daster istrinya. Muka Lusi sudah merah padam memendam rasa, kenapa sih mas Ardan dak pernah bosen, "Dosa kan menolak keinginan suami," imbuh Ardan penuh tuntutan. sial istri tambah seksi saat hamil, damn, kalo dak kasihan sudah tiap hari aku Ndak akan keluar kamar. memangnya ngapain bang, dasar kalo urusan yang satu ini lupa deh dengan segala urusan kepenatan masa lalu.
---------------------
Sementara itu Putri datang ke rumah paklik ya untuk menjemput anak semata wayang nya, dia memang single parent, maka anak perempuan nya lebih dekat dengan kakak nya dari pada dengan Putri sebagai ibu kandung, Memang sejak kecil ditinggal untuk kuliah dan lanjut dengan S2 nya yang ditempuh di luar negeri. Alena Putri Ardana nama yang menunjukkan kepemilikan tidak terlalu dekat dengan sang ibu, Pamannya ( pakde ) pun dipanggil 'ayah' oleh nya, salah, tentu tidak, namun setelah dia dewasa baru Alena mengerti kalo ayah adalah pakde nya, kakak dari ibu nya. Alena tidak menuntut banyak untuk mengetahui siapa sebenarnya ayah Alena sendiri, toh kasih sayang pakde melebihi kasih sayang ayah kandung yang bahkan tidak pernah menanyakan keberadaannya atau bahkan tidak pernah tahu ia ada, miris memang.
Sebuah mobil mungil memasuki halaman rumah yang asri, "Alena, " Putri langsung menyapa gadis belia yang berada di Gasebo depan rumah paklik, gadis cantik itu langsung menghampiri mama nya, "baiklah ma, aku akan mengambil tas sekolah ku di dalam, dan pamit sama eyang" eyang di sini bukan kakek Alena sendiri tapi adalah adik dari ayah Putri.
"Mama tunggu di mobil, " sudah menjadi kebiasaan Putri menjemput Alena tanpa masuk rumah paklik nya, terlalu lama menurutnya, hemmm apa sudah ada pergeseran ya yang nama nya sopan dan santun keluarga. emmmbuh kemana adat kesopanan jaman sekarang.
"Bye eyang, Alena pulang dulu sama mama, assalamualikum," Alena berlari ke arah mama nya, dan masuk ke mobil, kemudian terdengar deru mesin meninggalkan rumah sederhana tersebut.