Hari yang melelahkan bagi Ardan, bagaimana dia dipaksa untuk fokus di matkul selama hampir satu setengah jam, dengan berbagai pertanyaan dari mahasiswa karna memang dari awal Ardan selalu menerapkan interaksi dua arah bukan hanya mendengarkan teori yang disampekan tapi mahasiswa diajak berdiskusi tentang masalah masalah yang lagi trend saat ini yang tentu saja ada hubungan dengan materi Bab yang tersaji. Serumit apapun masalah yang lagi dihadapi Ardan harus bisa profesional 'your time has bought' waktu anda sudah terbeli.
"Aaach, " keluh Ardan, sebaiknya aku shalat dhuhur, semoga bukan hal terburuk seperti yang terpikirkan Ardan.
"Assalamualikum pak," beberapa mahasiswa yang lewat menyapa Ardan dengan santun, "waalaikumsalam," jawabnya, aku bukanlah seseorang yang baik, apa tidak bisa dosa yang telah tertoreh terhapus tanpa jejak, mana mungkin, Ardan terus bermonolog, langkah kaki menuju masjid kampus lumayan dekat 500 meter dari kelas terakhir Ardan.
Ardan berwudhu dan masuk ke masjid, memang sudah wajib hukumnya bagi hamba yang taat untuk melakukan ibadah, dan berdoa untuk mengadu pada sang maha segalaNYA.
Setelah menunaikan shalat, Ardan menekur ya Allah ya Tuhan pantaskah aku meminta ampunan MU, Ardan menangis dalam hati, mengharap yang terbaik, terbayang wajah istri yang dicintainya, aku terlalu naif menghadapi semua ini, kembali Ardan menarik nafas dalam kenapa saat Lusi kembali bersama buah hatinya, kenapa putri harus datang mengusik ketenangan kami. Oh GOD,
Setelah selesai ngajar pagi tadi sebenarnya Ardan pergi ke rumah Putri penasaran dengan yang disampekan wanita itu, apa sebenarnya yang terjadi diantara mereka waktu itu berdampak pada hidup nya. Tanpa sepengetahuan Putri, Ardan menuju tempat tinggal orang tua putri, memakan waktu 15 menitan untuk sampai tujuan, namun yang ditemui rumah itu sepi tampak tidak dihuni lama, ada apa dengan keluarga putri sudah sekian tahun dia dak pernah mendengar kabar keluarga putri yang dulu sempat jadi tempat bermain bersama sahabatnya. Aku sudah menghancurkan persahabatan kita maafkan aku bi.
"Assalamualikum, Bu, apa ini rumah mbak Putri ?" tanya Ardan pada wanita paruh baya yang ada di depan rumah megah yang dimaksud Ardan.
"Waalaikumsalam, iya pak, tapi mbak putri dak tinggal di sini sudah lama," Jawab ibu tersebut dengan ramah, "bapak bisa tanya di rumah paling ujung gang ini, itu rumah paklik nya ( adik dari orang tua ). Ardan mengangguk dan pamit pada wanita tersebut.
"terima kasih Bu, assalamualikum," Ardan melangkah ke arah rumah yang ditunjukkan, kemudian dia balik lagi mendekat ke wanita tersebut, "tapi mobil saya parkir sebentar di sini dak papa ya Bu," Ardan meminta ijin untuk memarkir mobilnya di samping rumah ibu tadi. "dak papa, Monggo, " ibu itu mengangguk dengan ramah. Orang di desa memang memang beda banget dengan di kota.
Ardan kembali melangkah ke arah rumah yang tunjukkan wanita tadi, rumah yang cukup sederhana namun asri dengan tanaman yang mengelilingi rumah dari papan dengan bangunan yang terawat waw memukau rumah kuno yang indah dan elegan perpaduan yang menarik. Tampak pintu yang terbuka
"Assalamualikum, " sapa Ardan. kembali Ardan salam" Assalamualikum, " dengan suara yang lebih keras.
"Waalaikumsalam, " ada yang menyahut dari dalam, muncul sosok dengan tinggi badan tegap dan masih diingatan Ardan, meski dengan kumis tipis menghias wajahnya namun sosok itu tak mungkin dia lupa. ya sosok sahabat Ardan. Kedua lelaki itu saling bertatapan dan tercipta suasana yang canggung saling diam dengan pikiran masing masing.
"Ada apa, anda mencari siapa ?" suara dingin menembus telinga Ardan sangat menyesakkan, ternyata aku memang pembuat onar pikir Ardan langsung, melihat ekspresi sahabat kecilnya yang nampak dingin.
"Aku mencari putri, " hanya kalimat itu yang bisa diucap Ardan.
"Mau apa, setelah sekian lama kamu menghilang, " laki laki itu menggeram ingin rasanya menghadiahi tamunya dengan Bogeman, tapi percuma tidak akan mengembalikan keadaan.
"Jika kamu mau, Ceritakan apa yang terjadi setelah itu," pinta Ardan, "maaf, masih bisakah aku menebus kesalahanku," kembali Ardan menatap sendu pada lelaki di depannya.
"Kamu ingin bertanggung jawab, mana janjimu padaku, bahkan kamu dak kembali, kamu pikir mudah yang dilalui adikku, Hem ?" lelaki sebayanya itu terus menyudutkan dengan tatapan dan seringaian.
"Maaf katamu, mudah bagimu melupakan adikku, dan atas perbuatanmu, dia harus menerima cacian, hinaan, karna mengandung anakmu," oh GOD, kata itu meluncur dengan deras seakan bagai pedang samurai yang menancap diulu hati Ardan, biadab mungkin kata yang tepat untuk keangkuhan seorang Ardan. Kenapa putri tidak pernah mengungkit soal anak juga jika bertemu dengannya ? Oh ya Allah, sepengecut inikah diriku.
Seorang gadis belia dengan rambut dikucir kuda keluar dengan senyum mengembang menyapa lelaki itu tanpa mengerti apa yang terjadi antara pakde dan tamunya.
"Siapa pakde yang datang ?" bagai tersengat listrik 1000 Watt, gadis muda itu amat mirip dengan Putri remaja, dan mata indahnya ....
"Hanya tamu yang tanya alamat, " Ardan tanpa berkedip menatap gadis belia, inikah alasan Putri mendekatinya selalu mencari Ardan apakah dia putri mereka.