Sejak itu beberapa hari sudah Dosen Ardan sangat terlihat menghindari sang Kajur di setiap saat sayang keduanya masih di kampus yang sama, dosen muda muda ini memang selalu dengan tampilan yang memukau pas banget buat kaum hawa tuk bahan gibah.
"Pak Ardan, " sapa wanita cantik dengan gaun dan kardigan warna pastel membungkus kemolekan tubuhnya. wanita yang dari kemaren memenuhi pikiran dosen Ardan, kenapa sepagi ini harus ketemu sama Putri sih sedikit minus deh mood nya.
"Pagi bu Putri, kebetulan sekali ada yang ingin saya bicarakan, bisa saya minta waktu ibu beberapa menit," ada yang Ardan harus bicarakan dengan wanita dihadapannya sepahit apapun itu. "Baiklah, " gayung bersambut, a ha dengan senyum mengembang di bibir tipis berbalut lipstik merah maroon, putri merasa diatas Awang, kapan lagi kamu memang mesti berhadapan denganku Ardan.
"Silahkan mas Ardan, " suara lembut yang bikin enek dan mau muntah bagi Ardan tapi sayang santapan nasi goreng buatan istri tercinta sayang kalo harus dimuntahin.
"Gak usah kaku gitu dong, kita kan juga team di sini, " dan tanpa basa basi putri langsung duduk di samping Ardan yang sudah lebih dulu duduk di sofa panjang di ruangan ketua jurusan. "Kok bengong mas Ardan katanya ada yang mau diomongin," Putri menatap Ardan dengan wajah sendunya, anda tahu arti kata sendu, seneng dusel dalam bahasa Jawa atau suka meluk kali ya. ha ha ha dak enak banget author habis deh karakter putri kenapa dimunculin kalo gitu, salah Ardan juga sih kenapa punya masa lalu yang sedikit agak agak Flamboyan gitu.
Ardan terlihat gugup bingung juga ngadepin cewek yang sudah dewasa dengan tanpa menutupi keagresipannya, "maaf Bu putri Yang perlu digaris bawahi disini, kejadian yang kita alami waktu itu sudah hampir 15 tahun dan saat usia kita masih begitu labil." Ardan menarik nafas panjang, takut menyakiti hati wanita di sampingnya yg begitu terkejut dengan kalimat pembukanya, yang tentu saja akan mudah tertebak ke mana arah bicara lawannya. Bagaimanapun juga ini akibat kesalahan Ardan.
"Bisa dak kita melupakan kesalahan waktu itu, karna saat ini saya sudah menikah, ada keluarga yang harus saya jaga," ungkapan Ardan yang tanpa perasaan menurut putri saat ini bagai guncangan sunami yang menghantam seluruh tubuh ombak besar hingga membuat terdampar di pulau tanpa penghuni.
"Kenapa anda tidak pernah bertanya kepada saya Pak Ardan, bagaimana kondisi saya waktu setelah kejadian itu, Apa anda pernah terbersit keinginan untuk sekedar mencari tahu bagaimana seorang Putri bisa seperti sekarang, karna memang tidak pernah anda anggap keberadaannya, " kata kata putri membuat Ardan tersadar dulu dia seorang pecundang yang lari dan menghilang tanpa mau tahu bagaimana perasaan gadis muda yang sudah dihancurkan, bahkan ia lari dan melupakan seluruh kejadian itu tanpa tersisa, hingga wajah gadis muda itu pun dia lupa.
Ardan tertunduk tanpa berkata apa pun, "Maaf, " satu kata yang berhasil ke luar dari tenggorokan kering nya.
"Anda tidak tahu setelah itu .....," meleleh cairan bening di kedua sudut mata Putri, kenapa jadi cengeng begini sih, umpat putri dalam hati, "Aku memang seperti wanita penggoda di hadapanmu pak Ardan, semua untuk mengingatkan mu akan peristiwa itu, namun sepertinya anda bahkan tidak mengingat sepenggal pun," lanjut Putri, " Aku bagaikan pengemis dan meminta belas kasihmu, menyedihkan memang," Putri menatap Ardan pilu, "Aku melakukan ini bukan untuk diriku seorang, ada yang membawaku mencari pak Ardan, " putri beranjak dari duduknya kemudian merapikan baju bagian bawahnya yang sedikit kusut, "Kalo pak Ardan pingin tahu setelah matkul bapak bisa ikut ke rumah saya, ada yang ingin saya kenalkan pada anda, " tangan putri menunjuk ke luar mengisyaratkan untuk Ardan ke luar dari ruangannya.
Ardan tertunduk lesu mengetahui fakta begitu terlukanya seorang Putri yang dikenal pantang menyerah selalu mengejar Ardan mengikuti kemanapun. follower sejati, yang patah arang siapa di sini, jadi Ardan yang terbawa suasana mungkin karna didera rasa bersalah yang membabi buta.
"Baiklah saya permisi, nanti saya selesai pada jam satu siang, " kata Ardan dan berlalu meninggalkan putri yang menghindari tatapannya. Apa begitu menyakitkan buat putri, bukankah dia yang agresif dan menggodaku waktu itu, apa jangan jangan ... oh bodohnya aku, sial sial, kebodohan tingkat dewa waktu umpat Ardan. Aku harus ikut ke rumahnya pikiran Ardan jadi galau.
Dering telpon dari sang istri tercinta tak dia dengar, hemmm kemana hati ini berlayar.
"Assalamualikum pak Ardan, " seorang mahasiswi masuk ke ruang dosen, "maaf pak Ardan ada kelas matkul Manajemen Strategik" sapa mahasiswi ke arah Ardan, "Waalaikumsalam, baik Sintya, bentar lagi bapak siap, tunggu bapak ke toilet dulu, " Ardan ke luar ruangan menuju toilet, dilihat wajah tampan seorang Ardan hemm, ternyata kamu seorang pecundang lari dari tanggung jawab, dibukanya kran dan mengusap wajah kusut dengan air kran, dia harus mengajar ditariknya nafas dalam dalam untuk menenangkan pikiran, gimana kalo dak fokus di kelas bisa dibully mahasiswa.
Ardan menuju kelas untuk menyampaikan materi yang sudah disiapkan dari semalam, sudah menjadi kebiasaan sejak dia menjadi dosen.
istri tercinta calling .....
"Assalamualikum, " terdengar suara lembut sang istri dari seberang. "Waalaikumsalam, sayang, nanti aku telpon lagi ya, mau masuk kelas" Ardan mematikan sambungan sepihak karna sudah ada di depan kelas, ah dia memang dosen teladan apa yang membuat dia berubah dibanding masa lalu nya yang bahkan dia dak ingin mengingatnya.