Chereads / Dibatas Senja / Chapter 72 - Bab 72

Chapter 72 - Bab 72

Kebahagiaan seseorang ingin selalu dipertahankan, mana ada yang senang kala masalah rumit menghampiri dan membuat hati berada pada situasi yang tidak diinginkan. Namun apapun itu masalahnya jika kita hadapi dengan tenang dan dewasa pasti akan berbuah manis, namun kita bukan melawan takdir manusia hanya mampu berusaha semua tergantung kehendakNYA.

------------------

"Alhamdulillah, kita dah sampai," Ardan memasukan mobil di pekarangan rumah orang tuanya, "kita tinggal di rumah orang tuaku dua tiga hari, setelah itu kita akan menempati rumah kita sendiri, kamu ingat rumah di sebelah kafe ?" Ardan belum mamatikan mesin mobil, masih berbincang dengan istrinya sambil menyandarkan punggungnya di kursi pengemudi.

"Mas pasti capek, ayok turun, nanti masalah rumah di kafe kita bicarakan lagi setelah istirahat," Lusi memandang Ardan mengisyaratkan agar turun dari mobil. "Seharian mas nyetir pasti lelah, ke kamar nanti adek siapin air hangat," ucap Lusi melihat suaminya dak beranjak dari kursi mobil, dia cukup maklum perjalanan lebih dari 6 jam dari Lamongan ke Semarang , isirahat sebentar di daerah Rembang untuk sholat dan makan siang.

"Dak usah aku bisa nyiapin sendiri, adek pasti lebih lelah kondisi lagi hamil, makasih ya dah mau ikut mas," Ardan memegang tangan Lusi memberi tanda kalo dia baik baik saja. "maklum lama dak nyetir jarak jauh, " imbuh Ardan menyakinkan Lusi. "Ayok masuk, ibu bapak pasti dah nunggu di dalem," Ardan turun dari mobil dan diikuti Lusi di belakangnya dengan menyelempangkan tas kecil "Koper biar mas yang bawa," Ardan membuka bagasi mobil dan menurunkan sebuah koper milik istrinya. Mereka berdua di depan pintu masuk rumah orang tua ardan, Lusi bergelayut di tangan kiri Ardan sementara tangan kanannya menarik koper.

"Assalamualaikum, " Ardan dan Lusi mengucap salam berbarengan, seorang wanita paruh baya dengan daster batik panjang dibawah lutut menghampiri mereka, "waalaikumsalam, sayang, ayo masuk, ibu kangen sama kamu," ibunda Ardan memeluk menantunya dengan lembut, Lusi dan Ardan salim pada ibunya tak lama kemudian bapak Ardan ikutan keluar dari ruang tengah menyambut kedatangan anak dan menantunya.

"bapak sama ibu dapat kabar gembira nih, Alhamdulillah dik Lusi hamil tiga bulan" Ardan menyampaikan kehamilan istrinya dengan wajah sumringah, seakan hilang sudah rasa capeknya.

"Bener kalian akan memberikan kami cucu, Alhamdulillah, doa ibu terkabul" ibu mencium kedua pipi anak menantunya karna bahagia.

"terima kasih sayang, mau datang mengunjungi kami, bawa kabar gembira lagi, kamu memang menantu yang baik" ibu terus saja memuja menantunya.

"Sudahlah Bu biarkan mereka ke kamar untuk istirahat dulu, nanti acara kangenan dapat dilanjut lagi, dan ajak istrimu ke kamar," bapak menghentikan aksi istrinya yang terus saja ingin mengajak sang menantu mengobrol ke sana kemari.

"Baiklah pak, bu, kami ke atas dulu," ucap Ardan sambil menggandeng tangan Lusi, "dak papa ya di kamar atas, capek dak, apa perlu mas gendong, " Ardan melihat Lusi takut capek kalo harus naik tangga dengan kondisi berbadan dua. "dak apa mas, orang masih belum berat baby nya kan masih kecil baru tiga bulan" jawab Lusi sambil menunjukkan tangannya membentuk bulatan kecil antara jari telunjuk dan jempolnya pada Ardan.

"ok, yang penting adek dak capek sih," jawab Ardan sambil tetep mengandeng tangan Lusi yang berjalan beriringan naik tangga untuk di rumah ibu ke lantai dua tangganya melingkar dan lebar.

Kamar Ardan cukup luas dengan nuansa putih tidak berubah dengan saat ditinggalkan lusi, hanya ada tambahan foto pernikahan mereka di gantung di samping meja rias dengan ukuran yang besar, sebesar ukuran aslinya.

"mandi dulu ya, bar tak siapin air hangat di bak mandi, " Ardan mengecup pucuk kepala istrinya, "nanti ilang capeknya setelah mandi, percaya deh," Ardan menuju kamar mandi meninggalkan Lusi yang duduk di kursi meja rias dengan memandangi foto berukuran besar dimana Ardan memeluk perutnya dan dagu disandarkan dipundak lusi sementara Lusi memandang mesra ke arah Ardan dengan badan sedikit miring hingga mereka hampir tanpa jarak, bagus banget pangambilan gambarnya momen yang pas.

Tak terasa sekian menit Lusi melamun baru tersadar saat pintu kamar mandi dibuka, wajah segar suaminya tersenyum, dengan memakai boxer pendek dan dada tanpa penutup, membuat Lusi kian terpesona dan kagum akan tubuh kekar suaminya.

"Adek mandi dulu, nanti kalo mau deket mas setelah bau wangi, " ucap Ardan membuat Lusi salah tingkah, "sapa juga yang pingin deket deket mas, ke-ge-er-an banget sih mas," tanpa sadar Lusi mencolek dada bidang suaminya.

"Tuh, ngapain colek colek," Ardan bertambah jahilnya, "mau dimandiin," wajah geram istrinya menambah ingin menggoda semakin tinggi. Lusi menutup pintu kamar mandi sedikit keras, "dasar mesum". Di kamar mandi Lusi tersenyum semoga kami tak terpisahkan lagi, bantu mama sama papa sayang, kamu perekat diantara kami, Lusi mengelus perutnya yang sudah sedikit buncit.

"Besok kita lihat rumah di kafe ya," ucap Ardan, "baiklah, adek juga pingin tahu kondisi rumah kita, ada dak yang perlu Lusi tata atau tambahin mungkin bisa lebih khas karakterku" jawab Lusi membayangkan rumah barunya.

Sudah selayaknya suami istri kumpul dan punya prifasi tersendiri tidak ngumpul orang tua, salah satunya menghindari adanya campur tangan orang tua dengan urusan rumah tangga mereka meskipun kedua orang tua ardan membebaskan anak anaknya.

--------------

Sementara itu di kafe kedatangan wanita cantik yang sudah dak asing lagi buat mereka para waiters. "silahkan ibu bisa pesen dulu sambil menunggu, biar kami telpon pak Ardan," kata kepala pelayan di kafe dengan ramah, karena dia hafal dengan temen ardan satu ini suka memberinya tips jika dia memberikan informasi tentang Ardan.

"Oh, apa pak Ardan belum ke kafe," tanya wanita cantik yang ternyata putri. "belum bu Putri, apa ibu berkenan menunggu ?" kata waiters kembali. "ibu pesen apa ?" waiters kembali bertanya,"buatin aku, avocado juice" Putri meninggalkan waiters menuju Gasebo tempat favorit saat dia di kafe Ardan. Putri mengetik sebuah nama di layar handphone dan segera menekan simbol telpon untuk menghubungi seseorang yang diharapkan menemaninya saat ini, dia rindu lelaki itu.

"Hallo," sapa putri di telpon

"assalamualaikum," jawab seorang lelaki yang ada diseberang.

"can you come at the cafe," kata kata putri bernada perintah, karna memang Ardan anak buahnya di kampus.

"I'm so sorry, I can" jawab Ardan singkat.

"I'm waiting for You," Putri menjawab dengan nada kesal dan menutup telpon tanpa menunggu jawaban Ardan.