Chereads / Journey of a Princess of Criminal / Chapter 3 - None a Single Men Will Survive 3

Chapter 3 - None a Single Men Will Survive 3

"Ya, ya.... bagaimana? oh.... kerja bagus, terus awasi mereka untukku, aku akan mengurus Shunsui terlebih dahulu", Jilliel berbicara lewat telepon dengan anak buah Hiragi sambil mengaduk pelan selai stroberi dihadapannya, sementara Samael menyeterika seragam club "Crazy Bone". Sarapan hari ini cukup sederhana dua roti panggang dengan selai stroberi dan selai kacang ditambah segelas coklat panas. Samael cekatan dalam mengerjakan pekerjaan rumah pagi ini dia telah membersihkan apartemen, membuat sarapan, dan mencuci seragam untuk Jilliel, Samael melipat seragam dengan rapih dan memasukkannya kedalam tas coklat yang sengaja dibelinya kemarin. Jilliel cukup menikmati sarapan pagi ini meskipun terasa kurang puas hanya dengan selai stroberi dan kacang.

"Kabar baik My Lady?", tanya Samuel berdiri didekat meja setrika dengan masih menggunakan celemek.

"tiga pelayan Isezaki sudah 'dibereskan' mereka (anak buah Hiragi) cukup efektif", kata Jill

"hari ini saya akan mengambil dokumen identitas baru anda di markas Hiragi, selain itu ada yang perlu saya lakukan?", tanya Samuel.

"hmmm.... tidak ada, lakukan saja semaumu", kata Jilliel sambil menggaruk kepalanya, inilah hal yang selalu membuatnya pusing kenapa harus kakeknya mengirim Samuel kemari, dia hanya terlihat seperti pengangguran disini kalau pun Jilliel membutuhkan bantuan anak buah Hiragi tampaknya lebih efektif karena mereka adalah gangster Jepang. Jilliel bangkit dan meregangkan otot-ototnya kemudian menghadap ke cermin di wastafel melihat pipi kirinya yang masih membiru namun sudah tidak terlalu sakit ia menyingkap kaos putihnya perutnya tidak membiru seperti pipinya meskipun telah mendapatkan tendangan. Jilliel menguap rasa kantuk masih tersisa, rasa lelah masih melekat setelah dipukuli dan hujan-hujanan kemarin ia hendak tidur kembali pagi ini ia membutuhkan pikiran yang jernih untuk beraksi malam ini untuk 'mengurus' Shusei.

"Kalau kau memang sangat menganggur hari ini Sam, tolong ambilkan punching bag ku dari rumah ayahku, kalau kau pergi, pergi saja tanpa memberitahuku, aku ingin tidur", Jilliel berbicara sambil berjalan menuju kamarnya.

"Baik Lady Jilliel", jawab Samuel, ia dengan cekatan membersihkan meja makan terdapat sisa potongan roti Jilliel yang tidak habis, sementara coklat panasnya habis. Sejauh yang Samuel ingat Jilliel memang tidak pernah gagal dalam menyelesaikan misi yang diberikan kakeknya apapun kondisinya dia akan selalu optimis dan tidak ragu untuk maju, bukanlah suatu omong kosong ketika Edward memujinya didepan Tom beberapa hari yang lalu.

Samuel pertama kali bertemu dengan Jilliel ketika gadis itu masih berumur 8 tahun, dia berada di lapangan tembak West Point saat itu berlatih dengan sniper veteran Dubin McJohn, gadis itu datang bersama dengan Edward, hari itu dimana ia mulai bekerja untuk Edward. Satu tahun dia bersama gadis itu berlatih dengan Dubin McJohn di salah satu markas Edward di dekat West Point. Samael waktu itu taruna West Point berusia 23 tahun, bahkan termasuk lulusan terbaik berlatih menjadi sniper dengan gadis berusia 8 tahun yang tampak tak berdosa dan terkesan dieksploitasi untuk mengikuti latihan militer itu, namun gadis itu ternyata sangat jenius, lari 15 kali putaran setiap pagi kemudian kick boxing, merakit pistol, ditambah setiap 2 hari sekali Edward membawa 'guru' special dari Jerman, pria dengan kode nama Johann untuk mengajari segala hal kepada Jilliel, Samael tidak pernah tahu apa yang mereka kerjakan karena mereka selalu berbicara dalam bahasa Jerman dan terkadang Italia atau Rusia pada hari minggu, tetapi sesekali Samuel memergoki pria itu membawa kantung berisi mayat segar, ketika itu terjadi Johann hanya menyeringai dan berbisik "Oh dia (Jilliel) menyukai hadiah kecil". Samuel masih mengingat bagaimana nada bicara Johann waktu itu matanya seakan mengatakan "Kau benar-benar tidak ingin tahu apa yang kami lakukan!". Setahun setelahnya mereka berpisah. Samuel mengikuti kemanapun Edward pergi berurusan dengan semua bisnis illegalnya, sementara Jilliel pergi bersama Johann menetap di Jerman. Kini gadis itu berusia 17 tahun, meskipun ia tumbuh menjadi sekeras karang tetapi Edward masih mengkhawatirkannya begitu juga dengan Samuel.

Jilliel berada didepan Club "Crazy Bone" masih dengan suasana gerimis tetapi kali ini ia datang dengan kondisi yang berbeda. Jilliel memasuki club dengan menenteng tas coklat berisi seragam yang kemarin dia pinjam, dia tidak menemukan Shunsui dan memutuskan untuk bertanya kepada salah satu pekerjanya. Shusei masih di perjalanan tetapi pekerjanya memastikan bahwa bosnya itu akan datang, Jilliel alih-alih menitipkan seragam itu dia menunggu Shusei dan memesan minuman, lagi pula bukan seragamnya yang penting tetapi informasi Shunsei yang dia butuhkan malam ini.

Jilliel mengambil tempat duduk di depan bartender sambil memandangi suasana club itu, lumayan sepi dengan lampu temaram khas club, dekorasinya cukup classy dengan kaligrafi Jepang pada dinding-dinding kayunya, beberapa tanaman hias daun dalam pot-pot cantik diletakkan diatas rak-rak yang berisi buku-buku bacaan.

"Club ini bagus aku suka suasana dan dekornya", kata Jilliel, bartender itu tersenyum kepadanya.

"Otsuka-san yang mendesainnya sendiri, kau lihat kaligrafi di dinding itu….. dia sendiri yang membuatnya", kata bartender itu sambil mengelap gelas-gelas kaca yang sebenarnya masih bersih.

"Oh benarkah? Keren sekali, umm….. Otsuka-san baik sekali kepadaku kemarin, jadi aku ingin berterimakasih langsung kepadanya", kata Jilliel sambil menyeruput lemon tea nya.

"ahahaha, tentu saja Otsuka-san selalu baik kepada orang lain terutama pada gadis-gadis, oopss", kata bartender itu tiba-tiba senyumnya berubah, Shusei Otsuka tiba-tiba masuk club, membuka coatnya dan menuju meja depan bartender kemudian menyadari Jilliel disana.

"Oh Mitsuki-chan kau disini?, hey Ryan bagaimana hari ini? Club baik-baik saja?", Shunsei duduk disamping Jilliel dan mencoba menangkap suasana aneh yang ditimbulkan Ryan dan Jilliel saat ia berada disini.

"Tentu saja bos jangan khawatir, semua terkendali", kata bartender bernama Ryan dengan senyum kikuk.

"Ngomong-ngong ada apa ini? Kalian membicarakanku??", kata Shunsei dengan memandangi Ryan dan Jilliel secara bergantian.

"Ryan-san bilang bahwa kau sangat baik Otsuka-san", kata Jilliel dengan nada bicara sepolos mungkin.

"Tentu saja, aku khawatir terkadang Ryan senang berbicara aneh-aneh mengenaiku kepada customer", Shusei melirik Ryan dengan seringai kecil.

"Otsuka-san aku mengembalikan seragam yang kemarin aku pinjam, aku benar-benar berterima kasih kepadamu", Jilliel menyerahkan tas coklat yang dibawanya.

"kau tidak perlu buru-buru untuk itu, Bagaimana keadaanmu sekarang?", tanya Shusei sambil memperhatikan sisa lebam di pipi Jilliel.

"aku tidak apa-apa sekarang", kata Jilliel.

"Apakah pacarmu menghampirimu lagi?", tanya Shusei.

"Aku tidak berani bicara dengannya sementara ini", kata Jilliel sambil menunduk.

"Ah dia tidak pantas menjadi pacar gadis baik sepertimu, bagaimana mungkin seorang laki-laki memukul gadis. Kau tinggal sendirian?",

"Tidak, aku bersama dengan temanku, dia bekerja setiap malam dan pulang pagi. Otsuka-san bolehkah aku disini beberapa lama lagi, aku takut dia akan mendatangi apartemenku hari ini,,", kata Jilliel dengan raut gelisah.

"Tinggallah disini dulu aku akan mengantarmu pulang nanti, ngomong-ngomong kenapa dia memukulmu kemarin?", tanya Shusei.

"Dia marah karena aku berhenti bekerja dia memintaku sejumlah uang, aku benar-benar tidak punya, lalu dia memukulku begitu saja"

"Dia memerasmu? Laki-laki macam apa itu? Kau bisa melaporkannya dia tidak hanya memukulmu tetapi juga memerasmu", kata Shusei dengan pandangan kasihan dihadapannya ini adalah gadis cantik yang dianiaya oleh lelaki brengsek yang tidak tahu diri.

"Aku tidak ingin memperpanjang urusanku dengannya sebenarnya aku hanya tidak ingin bertemu dengannya lagi setelah kemarin", kata Jilliel matanya hampir meneteskan air mata, secara spontan Shusei mengenggam tangannnya, sebenarnya Jilliel cukup kaget dengan kelancangan pria itu kalau saja bukan untuk misi ini dia pasti sudah meretakkan rahang pria itu dengan sekejap.

"Wah wah wah lihat apa ini kau membuat gadis menangis?? Pervert old man", tiba-tiba seorang wanita 30-an mendekati Jilliel dan Shunsui dengan berkacak pinggang dan langsung menenggak kopi milik Shusei. Wanita itu tinggi sekitar 167 cm, rambut hitam, berkacamata, dan rambut dikepang.

"Risa-chan…. Jangan memanggilku seperti itu disini banyak wanita yang mendengarkan mereka akan percaya aku pria mesum tidak bertanggung jawab", Shusei menarik tangannya secepat kilat.

"hah! Kau memang mesum apa masalahnya?", Risa mengambil duduk di sebelah Shusei dengan muka yang suntuk kemudian meminta minuman kepada Ryan.

"Jadi bagaimana keadaan disana?", tanya Shusei pada Risa dengan nada serius tiba-tiba suasananya menjadi berubah drastis, seperti ada hal yang sangat penting yang akan mereka diskusikan. Risa menghela nafas panjang dan menyalakan sebatang rokok menghisapnya dan menghembuskan asapnya, sementara mata Jilliel tajam mengamati mereka.

"Jauh lebih buruk, orang-orang menghilang", kata Risa dengan nada rendah.

"Apa? Apa maksudmu?", tanya Shusei.

"tiga dari kami tiba-tiba menghilang sejak kemarin, disana benar-benar kacau", kata Risa menghisap rokoknya kuat-kuat.

"Sial!", Shusei mengumpat pelan, kemudian tercipta keheningan diantara mereka. Sementara Jilliel akhirnya memahami bahwa 3 orang yang menghilang itu kemungkinan adalah pelayan Keluarga Isezaki, seringai samar muncul di bibir Jilliel, ia harus mencari tahu lewat mereka sekarang.

"Maaf aku mendengarkan kalian berbicara apakah ada sesuatu buruk yang terjadi?, tanya Jilliel secara spontan Shusei dan Risa menoleh padanya.

"Ya, beberapa hal buruk ditempat kerjaku terjadi", kata Risa sepertinya dia tidak berkenan menjawab secara detail dan kemudian bangkit agak terburu-buru dan berjalan keluar.

"Ahh,,, Risa-chan setidaknya bayar sakenya dulu,, kau pembeli yang baik bukan?" kata Shusei dengan senyum manis.

"Ha? Idiot kau sengaja memegang bokongku beberapa hari lalu, aku pakai sake itu sebagai pembayaranmu kepadaku. Pervert old man", Kata Risa dengan raut cuek dan menggebrak pintu club.

"hahaha,,,, dia hanya bercanda Mitsuki-chan, jangan terlalu serius", kata Shusei tanpa raut malu.

"kalian dekat sekali sepertinya Otsuka-san?"

"benarkah kami terlihat dekat?, Risa-chan lebih sering mencaciku ahahahaha"

"Kau seperti mengkhawatirkannya Otsuka-san? Oh apakah kalian berpacaran?",

"Hahaha tentu saja tidak Risa dan aku berteman baik, dia hanya sedang dalam kesulitan dalam pekerjaannya"

"benarkah? Kalau begitu aku bisa membantunya, aku butuh pekerjaan", kata Jilliel

"Hah?? Kau tidak harus, pekerjaan Risa-chan tidak bisa dibantu oleh sembarang orang. Ayo kuantar ke rumahmu sekarang sudah cukup larut, tidak bagus untuk gadis", Shusei bangkit dan memanggil Ryan untuk membereskan minuman mereka.

Sepertinya Shunsui dan Lisa tidaklah mudah membicarakan hal ini dengan orang lain, akan membutuhkan waktu lama jika Jilliel memaksa untuk bertahan dengan Shusei dan Risa. Jilliel tidak akan membuang waktu lebih banyak lagi. Risa sepertinya perempuan yang pintar menyembunyikan rahasia sedangkan Shusei meskipun terlihat santai dalam berbicara dia sangat berhati-hati dan cenderung terkesan 'cerdas' dalam memilih kalimatnya. Sepertinya ini akan menjadi aksi yang menumpahkan banyak darah.