Sudah hampir 10 tahun setelah masalah dari Gunung Negalitipus selesai, kerajaan Neterliandis telah menjadi pusat perdagangan terkenal di belahan dunia. Tanah mereka selalu bisa menghasilkan buah dan tanaman perkebunan berkualitas tinggi walaupun musim kemarau melanda seluruh wilayah kerajaan lain, mereka tetap kaya dengan hasil kebunnya.
Bahkan Gunung Negalitipus sudah dianggap paru-paru dunia dengan pohon-pohon hijau di lerengnya serta salju yang tak pernah berhenti turun menutupi puncak dari gunung Negalitipus yang sudah tak aktif lagi.
Sudah hampir setengah dekade ini kerajaan Neterliandis tidak lagi dipimpin oleh Raja Indra, atau bisa dikatakan tidak lagi dipimpin seorang pengendali fantalis api. Peraturan kerajaan mengenai tak adalagi pembagian kasta berdasarkan bentuk mata sudah diterapkan dan diterima oleh semua orang, bahkan sudah banyak masyarakat yang ikut andil bagian dalam sistem pemerintahan kerajaan.
"Maaf, Ratu Andini. Apakah anda jadi untuk pergi ke makam Kerajaan hari ini? Jika jadi saya akan siapkan kereta dan beberapa prajurit untuk menemani," tanya Bibi Sekar yang sudah tampak semakin berumur dengan rambut putih di kepalanya.
"Ah, iya jadi, Bibi tak usah repot-repot menyiapkan semua itu saya akan pergi berdua saja ke pemakaman bersama suami saya. Bibi istirahat saja, sekarang giliran kami yang harus mengurusi Bibi Sekar," ucap Andini masih dengan senyum manisnya.
"Baiklah, Ratu Andini. Bibi pamit pergi istirahat sekarang."
"Iya, Bi selamat istirahat."
Ratu dan Raja Neterliandis itu dengan cepat mengendarai kuda menuju ke pemakaman kerajaan yang tak jauh dari istana, mereka sengaja tidak menggunakan sihir teleport untuk bisa menyapa masyarakat di sekitar kerajaan. Andini yang dilatar belakangi oleh kehidupan keras di pasar sangat mudah dekat dan mengambil simpati masyarakat dengan sikapnya yang baik.
Ketika mereka tiba di pemakaman kerajaan, mata mereka langsung mengarah pada pusaran yang terlihat selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat. Mereka datang hanya untuk sekedar berdoa dan memberikan karangan bungan pada orang yang begitu mereka hormati.
"Kakak, saya datang lagi," ucap Andini meletakkan karangan bunga Lencena di makam itu, "ini bunga kesukaan Kakak kan, saya dan Ryan sengaja mengambilnya untuk Kakak."
"Iya, saya dan Andini sengaja berkebun bunga Lencena untuk diberikan padamu," ucap Raja Ryan pada makam yang tertera bernama Pradinata Kusuma itu.
"Oh iya, ini bunga Lili juga saya bawakan untuk Kak Antoni dan Kak Liliana," Andini kemudian meletakan karangan bunga itu pada dua makam di samping Pangeran Dinata.
Dinata pernah meminta pada Raja Indra jika dia tak selamat dalam misi pembekuan magama Negalitipus, untuk menguburkan kerangka Putri Liliana dan Pangeran Antoni bersamanya nanti.
"Semoga Kakak suka bunga dari kami," Andini mulai berdiri dari posisi duduknya.
"Ayo, Andini kita pulang."
"Iya, Selmat tinggal, Kak. Semoga Kakak tenang di sana, dan terima kasih telah memberikan kebahagiaan pada kami semua."
"Dinata, sekali lagi terima kasih telah menyelamatkan kami. Saya akan selalu menjaga Andini seperti janji yang saya buat padamu, benar katamu saya Andini gadis yang baik dan cerdas untuk menjadi seorang Ratu Neterliandis. Saya pergi Dinata, sampai jumpa di lain kehidupan."