Chereads / Coincidence 7.1 / Chapter 3 - Chapter 3: Wave

Chapter 3 - Chapter 3: Wave

"Dorothy, Dorothy, Dorothy, kami dijadikan dalam satu penciptaan. Esteban, Esteban, Esteban, tuan penyatu segala pikiran. ... , ... , ... , satu-satunya pencipta dan pengendali segala kebetulan."ucap seorang gadis kecil sembari memeluk bonekanya.

"Hei, kau tak merasa dia aneh?"tanya nomor tiga. "Kau sendiri sama anehnya."kata nomor dua, seakan tak peduli. "Bisakah aku meminta perhatian kalian sebentar? Nomor dua dan nomor tiga?"tanya nomor satu. Keduanya diam, tak menjawab.

"Bagus,"kata nomor satu. "Aku perlu mengetahui alasan dibalik keberadaan nomor enam dan lima di dunia nomor dua. Bisakah kalian beritahu alasan untuk pelanggaran yang kalian lakukan?"

"Nomor dua memanggil kami sebagai pengalih perhatian."jawab nomor enam sembari mengikir kukunya. "Anomali yang ada di tempatnya terlampau banyak, terutama setelah 'Genesis' muncul,"jawab nomor lima dengan pandangan serius.

"Baik, semua pembahasan ini akan kusampaikan pada Yang Mulia,"kata nomor satu. "Sebelum mengambil tindakan, kuharap kalian berkonsultasi denganku dulu, sebagai ketua tim, aku bertanggung jawab atas setiap perbuatan kalian baik sepengetahuanku maupun tidak."kata nomor satu.

"Hei, hei, hei, memangnya siapa yang menjadikanmu ketua atas kami?"tanya nomor empat. "Benar, kami punya hak untuk menentukan keputusan kami sendiri,"kata nomor tiga. "Kau bersikap seolah-olah kau adalah orang yang harus mengatur dan mengetahui segalanya, kami tak butuh ketua."kata nomor tiga lagi.

"Nomor tiga dan empat, kedatangan kalian ditunggu di lantai 5, bersama dengan nomor satu," Semuanya bergidik. Suara ini... suara yang mulia sendiri!

"Rapat ditutup, nomor tiga dan empat, ikut aku, yang lainnya kembali ke tempat kalian masing-masing,"kata nomor satu.

"Bodoh,"kata nomor enam sembari memandang ketiganya yang berjalan keluar ruangan. "Benar, dalam dunia tanpa privasi, ada kalanya kau harus mengekang mulutmu."jawab nomor lima.

"Mereka tak tahu apa yang dihadapi nomor satu ketika kita membuat masalah,"kata nomor enam.

Nomor tiga dan empat melihat dalam kengerian saat nomor satu dipisahkan dengan mereka untuk menghadap yang mulia dan dibawa ke suatu ruangan yang penuh dengan alat-alat canggih. Kemudian, alat-alat tersebut dipasang ke sekujur tubuhnya. Ketika alat-alat itu dilepas, nomor satu tak bergerak, ia dibawa dengan tandu layang ke ruang pemulihan dan tak terlihat lagi.

Kemudian, yang mulia menunjuk ke arah nomor tiga dan empat. Mereka memasuki ruangan dan alat yang sama dipasang ke sekujur tubuh mereka. Yang mulia memberi isyarat dan penderitaan mereka pun dimulai.

Nomor tiga dan nomor empat tersadar dan lemas, tak dapat menggerakan tubuhnya bahkan jemarinya sedikit pun. Apa yang mereka alami adalah apa yang paling mereka takuti, skenario kematian terburuk dalam hidup mereka yang diputar berulang-ulang dalam waktu 12 jam di alam sana.

12 jam yang sama seperti di dunia nyata, memakan waktu 12 detik di dunia nyata. 12 jam penderitaan yang hanya dirasakan oleh mereka. Yang mulia memberi tanda dan salah seorang profesor membuka mulutnya.

"Nomor satu mendapat hukuman yang sama, 60 jam lebih lama dari kalian,"katanya dengan lembut. Nomor tiga dan empat bergidik. 72 jam? Setiap mereka melakukan kesalahan? Bukan hanya itu saja setiap luka yang dirasakan di alam sana terasa di dunia nyata.

Nomor tiga dan empat terdiam, seraya tubuh mereka dibawa ke ruang pemulihan dengan tandu layang.

"Sadis, seperti biasa, tuan..."kata seorang gadis yang tiba-tiba muncul di sebelahnya. "Ketakutan adalah cara paling mudah untuk mengendalikan seseorang Dorothy,"balasnya pada perempuan itu.

"Sudah kau temukan kelainan pada dunia milik nomor dua?"tanyanya lagi. "Penelitian sedang berlanjut, tuan. Tak lama lagi, kami akan menemukannya."jawabnya sembari menghormat.

"Bagus, karena jika tidak, kau yang akan kutemui di ruangan itu,"katanya sembari menunjuk para profesor yang mengembalikan alat-alat penyiksaan tersebut ke tempatnya.

—————————————————————

"Ini Libero, dia dan temannya, Agnis, baru saja bergabung kemarin."kata Genesis. "Aku Zen, runner, tugasku mencari daerah titik buta dan menyusup masuk ke dalam markas musuh,"kata seorang lelaki oriental berambut hitam.

"Aku Tech, hacker sekaligus communicator,"kata seorang perempuan dengan rambut menutupi setengah muka.

"Eldric, weaponry,"kata seorang pria berkacamata dengan singkat. "Kurasa aku tak perlu memperkenalkan diri, berhubung aku yang membawa kalian berdua kemari. Hahaha!"kata seorang pemuda berambut pirang bergelombang.

"Aku, Cyan, wise man, tugasku membuat strategi masuk ke dalam markas musuh. Selain itu, public relation dan merangkap cook juga kadang-kadang. Hahaha!"

"Libero, kau bergabung dengan Zen, dan Agnis, kau pergi bersama Eldric. Rapat selesai, kembali ke tempat masing-masing."kata Genesis.

"Baik!"kata mereka berbarengan. Libero mengikuti Zen yang sibuk berbicara dengan Eldric. "Libero, tunggu di sini sebentar,"kata Genesis tiba-tiba.

Pintu ditutup. Di dalam ruangan hanya tersisa Genesis dan Libero, berdua dalam keheningan. "Kau tau kan bahwa semua yang kita katakan didengar oleh para 'general'?"

Libero mengangguk. "Kita berada dalam kawasan titik buta, yang artinya apapun yang kita lakukan tak akan diketahui para 'general'" Libero mengangguk sekali lagi. "Tapi, aku tau kau tak merasa begitu."

"Kau menyadari sesuatu bukan?" Libero terdiam sebentar. "Ada sesuatu, tidak seseorang yang memperhatikan kita, aku tau itu dengan jelas."

"Salah satu general, menyamar menjadi salah satu diantara kita,"

Libero tersenyum. "Intuisi yang kuat, patut dibanggakan,"katanya tiba-tiba. Libero berjalan mendekat, makin lama langkahnya makin cepat. Ia memegang leher Genesis dengan tangan kanannya, sedangkan pisau tergenggam di tangan kirinya.

"Menakjubkan, kau menyadari keberadaanku,"katanya. Wajahnya berubah menjadi topeng putih bergaris hitam. Angka dua terlihat di sebelah lubang matanya dengan jelas.

"Kau harus dienyahkan, Genesis. Keberadaanmu adalah ancaman bagi dunia yang telah dibentuk Yang Mulia dengan susah payah."kata nomor dua.

"Seandainya kau memilih untuk mengikuti arah permainan ini, tentu nasibmu tak akan seperti ini."

"Kau tentu tak menyadari bahwa aku bisa saja menyamar menjadi salah satu kaummu, kaum pemberontak yang tak tahu diri,"

Genesis menggenggam tangannya dengan keras, menusuk tangannya dengan kuku-kukunya yang tajam, ia meronta sejadi-jadinya demi sebuah nafas.

"Kau harusnya tahu tempatmu,"katanya sembari melepas genggamannya. "Sampai saat itu tiba, dia akan kubawa,"katanya sembari melangkah pergi.

Sebuah lubang hitam terbuka. "Kau menyadarinya, bukan? Bahwa anak ini memegang kunci,"katanya sembari melangkah pergi.

"Tak ada yang kau bisa lakukan, kunci ini adalah ciptaan Yang Mulia, aku hanya mengembalikan ini padanya, jangan berburuk sangka."katanya sembari berjalan memasuki lubang hitam.

"Selamat tinggal, Genesis. Sadari tempatmu dan merangkaklah, kalian hanyalah serangga yang tak pantas hidup bagi Yang Mulia,"katanya sembari menghilang.

Sudah kuduga...dialah sang...pemegang...kunci, kata Genesis seraya kesadarannya menghilang. Ia memencet sebuah tombol dan markas rahasia mereka menghilang begitu saja.

—————————————————————

"Aw...dimana, aku?"kata Libero sembari memegang kepalanya. "Selamat pagiiiiii!!!"sapa seorang gadis kecil. "Tidurmu nyenyak?"katanya sembari memandang Libero lekat-lekat.

"Siapa kau?"kata Libero sembari menjauh darinya. "Kau tak ingat aku?"tanyanya dengan nada sedih. Libero memandangnya lekat-lekat. Tanda enam di dahi! "Kau! Perempuan gila!"teriaknya sembari menjauh.

"Aww, aku akan sangat sedih kalau kau memanggilku begitu,"katanya dengan nada memelas. "Dimana aku?"tanya Libero lagi. Ia memegang tangan, leher dan wajahnya. "Dunia nyata?"katanya dengan keheranan.

Gadis kecil itu mengangguk. "Tepat sekali! Kami baru saja menyelamatkanmu dari Genesis!"kata gadis itu. "Apa maksudmu?"tanya Libero waspada. "Kenapa dia menerimamu? Apa alasannya? Apa kau percaya ceritanya begitu saja?"

"Lalu bagaimana dengan kami yang baru saja menyelamatkanmu? Bisa kau lihat, apa yang kau pegang benar-benar tubuhmu. Bukan sensasi yang kau rasakan ketika bermimpi,"

Tepat, pikir Libero dalam hati. "Jadi, maksudmu," Gadis itu mengangguk dengan semangat, "Kami baru saja menyelamatkanmu dari tidur panjang abadi!"

Libero mengernyit. "Tak masuk akal,"katanya sembari menghela napas,"

"Lalu apa yang kau rasakan ketika melihat ini?"

Sebuah layar terpampang di hadapan Libero. Terlihat Genesis mengumpulkan semua anggota tim. "Cari dia secepat mungkin, kalian tahu bahwa dialah kunci yang akan mengacaukan dunia ini, ia tak boleh hilang demi eksistensi dunia ini,"

-Hi! Penulis disini. Bagaimana cerita kali ini? Menurut kalian siapa pengkhianat diantara mereka? Comment dan review dan jangan lupa rate untuk kelangsungan cerita ini!