Chereads / Aku dan 1000 kota / Chapter 56 - Granada-Andalusia, Spain

Chapter 56 - Granada-Andalusia, Spain

Mengapa aku memilih Valter sebagai suamiku bukan semata karena darah bangsawan yang dimilikinya apalagi mengatas namakan social climbing, aku tidak pernah terpikir untuk itu, melainkan aku menemukan kenyamanan dan keleluasaan untuk menjadi diriku sendiri ketika bersama Valter, Valter adalah sosok pengertian yang tidak pernah mengekangku termasuk urusan berkelana. Kami berdua sama sama berjiwa gipsi yang haus akan penjelajahan.

Aku dengan rela meralat alasan ku meninggalkan Indonesia bukan lah semata pelarian dari rasa kekecewaanku akan hidup, mesti awalnya idenya seperti itu. Lebih tepatnya aku berlari menemui dunia, mengambil sebuah resiko besar dengan pergi ke tempat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, mengasah indera inderaku yang tumpul, memperluas duniaku, menantang semua ketakutanku.

Perlahan banyak yang berubah di dalam diriku, walau tampaknya aku masih sama seperti dulu secara fisik, tapi secara psikis, aku merasa aku tumbuh, menghargai hidup, menghargai cinta.

Berada di tempat baru, menghirup udara dengan hawa berbeda, berjalan di kerumunan orang dengan bahasa yang tidak aku mengerti, menikmati senja di setiap kota yang berbeda adalah kerinduan yang terus ada bersarang di dalam jiwaku.

Tersesat di sebuah kota yang tak aku kenal, membuka mata di pagi hari dan menemukan dirimu selalu berada ditempat yang berbeda, seperti seorang anak kecil yang belajar membuka mata untuk pertama kali, dan melihat warna sebagai hal yang indah dan baru, dengan rasa ingin tahu yang besar. seperti itulah rasanya.

Semuanya selalu baru setiap kali ku membuka mata. Aku tidak pernah memiliki jadwal teratur untuk sebuah perjalanan, selalu mengalir begitu saja, seperti mengikuti kemana angin berhembus, di situlah aku banyak menemukan kejutan kejutan hidup.

Perjalanan tidaklah selalu melihat ke arah yang indah, atau ke sebuah museum dengan sejarah panjang dan berliku yang menampilkan betapa makmurnya para leluhur.

Dalam kisah apapun, perjalanan selalu memiliki ruang nya masing masing, merasakan hangatnya mentari di laut mediterania, memandang uap panas dan mengepul dari kacang chickpea di pinggiran jalan kota, memandang jendela toko dan para pengunjung yang bercengkerama, melihat nyenyaknya tidur para pengungsi suriah di emperan toko di dinginnya cuaca winter, atau sinar mata bahagia mengalahkan kebahagiaan seorang raja yang dipancarkan oleh pengemis jalanan, menemukan kegembiraan dalam hal yang sederhana atau berkeringat dingin ketakutan di ujung tebing. Itu semua bagian dari pelajaran kehidupan, mengubah pandanganku akan hidup.

Tidak selalu melulu soal kenyamanan, dan pesta kebebasan, kadang hidup menjelajah akan menyakitkan, meninggalkan bekas di hati, atau membuatku terluka. Tapi disitulah titik keindahannya, titik dimana aku bergerak, aku berubah, membawa sesuatu yang lebih, membawa diriku ke suatu yang berbeda, dan meninggalkan sepotong hatiku di setiap tempat yang aku kunjungi.

Udara, tidur, mimpi, langit, laut adalah hal yang menyelamatkanku menemukan kembali kepingan hidupku, ketika tidak ada seorangpun yang mampu menyelamatkanku dari kehancuran.

Valter melambai lambaikan tangannya di depan mataku, menyadarkan aku dari lamunan panjang,

" Sayang, kamu melamun lagi? Valter menarik kursi di depanku dan duduk memandangku. Kami duduk di sebuah Cafe di luar ruangan di kota Granada. Hembusan angin sepoi, suasana hiruk pikuk dan untaian nada nada melodis dari akordion yang di mainkan oleh seorang seniman jalanan yang berdiri tidak begitu jauh dari Cafe membuat suasana sore hari itu begitu lengkap.

Aku menatap Valter sambil tergelak, " Ngak koq sayang. Mungkin Aku hanya lapar. " Sahutku sambil memandang kedua bola matanya yang mengawasiku dengan seksama.

" Aku memesankanmu sesuatu, aku berani jamin engkau pasti menyukainya." sambil tersenyum senyum kecil penuh misteri.

Aku tergelak melihat tingkah Valter, " Apa itu? Aku penasaran." jawabku merengek.

" Lihatlah nanti, ok? " Valter tersenyum sekilas penuh arti kemudian mengalihkan pandangan ke arah Joseph dan Liana yang berjalan ke arah meja kami dengan seorang pria mengikuti mereka dari belakang.

" Kenalkan ini Jordi, sepupuku." sahut Joseph berdiri tepat di meja kami. Aku mengangkat wajahku memandang pria di samping Joseph, seorang pria berambut gondrong berwarna silver dengan kacamata dan sedikit jambang berdiri mengulurkan tangan.

Valter membalas uluran tangan dan memperkenalkan diri, aku juga mengulurkan tangan, " Aku Jade. senang berkenalan." sahutku sambil kembali memusatkan perhatian ke arah Valter yang nampak tenang dengan bir di tangannya.

" Ini orang yang kuceritakan padamu, Valter. Kamu bisa mengetes kemampuannya, dia tidak akan mengecewakanmu. " sahut Joseph dengan nada serius menatap Valter, Jordi membuka kursi dan duduk di samping Joseph dengan wajah datar, tanpa ekspresi.

Dari percakapan Joseph dan Valter sepertinya Jordi seorang IT bekerja di London dan Joseph berusaha memberikan rekomendasi untuk bekerja di salah satu perusahaan yang di kelola papa Odolf.

Penampilan Jordi terlihat sangat berbeda-seperti seorang anak band metal di banding pekerja kantoran, rambutnya panjang sepinggang, dengan jambang yang tumbuh liar berwarna senada dengan rambut panjangnya, jeans sobeknya dan tshirt hitam lengkap dengan balutan kemeja flanel di bagian luar. Dan mimik dingin yang terkesan seram dan misterius.

Seorang pelayan menghampiri meja kami mengalihkan perhatianku dari si anak metal, dan woowwww...aku terperangah senang, Valter memesankanku paella, nasi kuning ala spanyol yang dicampur dengan berbagai seafood berisi kerang, udang, cumi di sajikan dalam sebuah piring berbentuk penggorengan kecil.

" Terima kasih Valter, kamu sungguh mengerti kalau aku merindukan nasi. " ucapku dengan tulus, tak sabar ingin segera melahap nasi paella.

Makin sore suasana kota nampak semakin berbeda, para wisatawan dan penduduk lokal akan menikmati senja di luar dibandingkan mengurung diri di rumah.

Aroma minyak neroli menguak masuk ke indra penciumanku seperti membiusku memanjakan setiap saraf di hidungku, aroma ini di bawa angin dari salah sudut ruangan di kota Granada, seperti sebuah simbol aromatik khas Granada yang berasal dari saripati jeruk. Oh Andalusia yang indah, masa kejayaanmu tetap terasa hingga kini.

" Sayang apa kamu ingin mengunjungi Al-hambra ? Joseph, Liana dan Jordi menawarkan menemani. Besok pagi, kita akan terbang ke Munich bersama Jordi, Jordi akan bekerja untuk perusahaan IT papa." terang Valter.

" Boleh, bagaimana dengan Joseph dan Liana ? Apa mereka akan ikut ke Munich ? " tanya ku sambil menoleh ke Joseph dan Liana bergantian.

Joseph tersenyum , dan mengeleng.

" Tidak sayang, mereka akan kembali ke Barcelona. Jika kita diminta merayakan pernikahan, mereka akan terbang ke Munich. " timpal Valter dengan suara di pelankan, disekeliling kami begitu ribut dengan orang bercengkrama , jarak antara bangku kami dan pengunjung yang lain tidak begitu jauh, sehingga cukup mudah bagi orang lain yang ingin ikut mendengarkan.

-

Jejak kebudayaan Islam terasa sangat kental ketika memasuki kawasan di sekitar kawasan Al-hambra, ratusan pepohonan taman taman labirin dan air mancur menghiasi bangunan laksana surga kecil di dalam bangunan yang dulunya berfungsi sebagai istana dan benteng ini, aku menyusuri tapak demi tamak kawasan ini, dan berkali kali berdecak kagum.

Pintu dan jendela di al-hambra memiliki karakteristik melengkung seperti pintu pintu mesjid, ukuran ukirannya rumit berkiblat pada desain Moor, pada dinding dindingnya di buat dengan system stucco* dengan ukiran ukiran ayat suci Alquran.

Berada di daerah perbukitan, membuat nya terlihat semakin indah, kami tidak melewatkan panorama batas kota Granada dari atas puncak istana Al-hambra, dari atas kami juga dapat melihat jelas Al-hambra dikelilingi oleh Sungai Darro di sisi utara, lembah al Sabika di selatan, dan jalan Cuesta del Rey Chico di sisi timur.

Dihiasi pegunungan Sierra Nevada sebagai latar belakangnya dan juga keindahan langit biru Granada, Al-hambra sebagai salah satu bukti kemegahan arsitektur muslim di Eropa.

Andalusia banyak mengajarkanku tentang kasih sayang, tanpa membedakan ras dan agama, kehidupan di kota kota Andalusia begitu tentram dan harmonis, perebutan wilayah, perang dan pencampuran budaya leluhur merupakan simbiosis historis yang unik tentang Islam, Kristen dan Yahudi menjadikan mereka hidup berdampingan dan saling menghargai hingga saat ini.

🕌🕌🕌

(*) Stucco adalah material yang terbuat dari tumbukan batu, pasir, dan air.