Hanya dalam waktu satu jam semenjak keberangkatan kami sudah tiba di bandar udara International Frankfurt, kami dijemput oleh seorang supir berpenampilan baik, dan terlihat sangat sopan.
Tidak jauh dari bandara , hanya sekitar 15 menit berkendara, kami berhenti di sebuah Manor ( kastil modern ) berpagar tinggi, dilengkapi dengan system keamanan yang cukup canggih.
Nampak halaman depan yang luas, dengan dekorasi taman yang indah dan kolam besar di tengah taman, air mancur, patung-patung megah dan dua paviliun di sebelah timur bangunan inti, aku pun terpana melihat taman hijau sebesar dua kali lapangan sepak bola.
" Welcome home." sahut Valter.
Aku terkesima melihat bangunan di depanku, ini bukan sekedar rumah atau mansion, ini kastil modern / manor. Kastil modern 3 lantai, dengan dinding bercat putih beratap coklat tua dengan desain terinspirasi romantisisme Eropa, balkon balkon indah, dan dua buah menara mengapit di sudut kiri dan kanan.
" Jade ? Ayo, kita turun ? " sahut Valter mengagetkanku yang terpana menatap Manor.
Aku mengikuti Valter dari belakang, sambil terus membisu dan memperhatikan Manor beserta isi di dalamnya, beragam macam pertanyaan berkecamuk di benakku.
Benarkah ini rumah Valter ? Sangat berbeda dengan keadaan rumah yang kami tinggal di Munich, lebih lebih jika dibandingkan dengan apartemen yang kami tempati sebelumnya, walaupun apartemen tersebut diperuntukkan untuk kalangan kaum metropolis namun tetap sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan sebuah manor. Ini manor, bukan mansion, bukan penthouse apalagi rumah, hanya orang orang tertentu yang mampu memiliki hunian seperti ini.
Aku menahan napas melewati ruang demi ruang menuju kamar tidur, seperti berjalan di dalam museum modern, yang tidak hanya sekedar berkualitas tinggi, namun lebih tepatnya bernilai tinggi.
Jendela setinggi langit langit dengan tirai tirai cantik, lampu gantung berjejer mewah, ukiran ukiran art nuveau di pilar pilar bagian dalam ruangan, barang barang antik, lukisan lukisan karya asli Rubens, Titian dan Gainsborough, juga karya seni klasik yang menempel di dinding ruangan, ornamen granit dan kayu yang elegan, juga ada perapian marmer mewah pada masing masing ruangan.
Ada sekitar 25 buah kamar tidur yang masing masing memiliki luas sekitar 130 m persegi, aku mengigit bibirku memasuki kamar mandi dengan desain menakjubkan, ada bak besar jakuzzi berbentuk lingkaran cekung terbuat dari marmer berada di tengah ruangan kamar mandi, di kelilingi oleh 4 pilar kokoh.
Aku berdiri mematung tanpa bisa berkata apa apa, semua yang baru saja kusaksikan memicu emosi yang mengaduk aduk perasaanku.
" Jade ? " panggil Valter dari arah belakang.
" Siapa kamu sebenarnya ? " Sahutku sambil membalikkan badan, menatap lurus ke arah Valter.
Valter menelan ludah memandangku, ia berbalik arah, menutup pintu kamar, dan memegang kedua tanganku, menuntunku ke arah sofa.
Valter menghela nafas pelan, menatapku dengan tenang.
" Jade, aku hanya seorang lelaki yang bisa dibilang beruntung karena terlahir di keluarga ini. " jawab Valter dengan nada pelan sambil mengamati wajahku yang penuh emosi.
" Aku tidak puas dengan jawabanmu, tolong diperjelas." sahutku dengan nada gusar.
" Baiklah, Keluargaku adalah pemilik tempat pembuatan bir " Pauliner ", perusahaan bir terbesar ke dua di Germany, yang memiliki 300 cabang pabrik yang tersebar di seluruh dunia, juga salah satu pemilik lahan hutan pribadi terbesar di Germany." ucapnya pelan dan tenang.
" Yakin, hanya sebatas itu ? " sahutku sinis.
"Valter, aku melihat semuanya, jangan berusaha menutupinya, pengusaha tidak tinggal di kastil abad pertengahan yang disulap menjadi modern, aku melihat karya besar pelukis abad pertengahan di ruang tengah, aku juga melihat foto besar seorang pria dengan pakaian kehormatan Kaisar. Please, jangan menutupinya dariku. Dan aku juga melihat noble dengan plakat berlambang kerajaan. " Ucapku sambil terisak.
" Baiklah, Jade." sambil menghela nafas dan memandangku lembut.
"Aku berasal dari keluarga bangsawan, foto pria yang kau lihat adalah Kaisar Wilhelm II, kaisar terakhir Germany, beliau adalah kakek buyutku, Namun itu semua tidaklah penting karena system monarki di negara ini sudah dihapus seabad lalu, ketika konstitusi Weimar berlaku pada tanggal 14 Agustus 1919, seluruh hak hukum dan gelar kebangsawanan di hapus di Germany. Karena itu secara resmi, tidak ada lagi istilah pangeran dan putri di Germany, semua gelar turun temurun itu sudah dihapus. Noble yang kamu lihat adalah Briefadel, semacam surat paten resmi yang menyatakan keluarga adalah anggota resmi kemuliaan dengan gelar kebangsawanan. Sekali lagi, itu tidak eksis, itu hanyalah jejak sejarah seperti sebuah kertas berisi keterangan pohon keluarga yang tidak berguna sama sekali. " terang Valter panjang lebar.
" Ok, lalu mengapa engkau tidak menceritakan kepadaku sedari awal, kenapa seolah olah menutupinya. " tanyaku lagi.
" Aku tidak berusaha menutupinya, kalau aku menutupinya, mungkin kau tidak akan berada disini. Aku hanya tidak ingin membicarakanya, bagiku itu tidak penting untuk sebuah hubungan terkecuali jika kamu tertarik dengan apa yang kupunya. " sambungnya lagi.
Aku tercekat mendengarnya, Valter benar, seharusnya aku tidak begitu emosi hanya karena mengetahui Valter menyandang status berbeda dariku.
" Satu pertanyaan lagi..."
" Silahkan Jade, kamu bisa bertanya apapun." ucap Valter.
" Kenapa engkau tidak menikmati fasilitas keluargamu ? Kenapa engkau memilih menjadi seorang jurnalis dan bukan seorang pebisnis ? " tanyaku lagi.
" Sejak remaja aku sudah merintis usahaku di bidang yang aku sukai, jurnalis. Dan aku cukup nyaman untuk hidup dari usaha dan keringatku, bukan dari warisan. lagipula, aku punya kakak yang sudah dipercayakan untuk mengelola bisnis keluarga. " sambungnya lagi, mata birunya menatapku lekat dan lembut.
" Aku hanya takut, statusmu membuat jarak diantara kita. " ucapku pelan.
" Jade, jangan ijinkan pikiran buruk menghantuimu. ok ? " sahutnya lagi.
Aku menganguk lemah, aku butuh waktu untuk mencerna. Aku masih begitu shock. Aku merasa Valter begitu jauh sekarang, terhalang sebuah tembok besar kokoh yang mustahil kugapai. Aku seperti ingin menghilang saja, seluruh percaya diriku sepertinya rontok begitu saja.
" Kenapa kamu tidak keluar menemui orang tuamu ? " tanyaku.
" Mereka sudah tau aku datang, mereka menunggu kita di ruang keluarga. " sahutnya lagi.
" Baiklah, aku akan berganti pakaian sebentar. " sahutku bangkit dari sofa. Valter menangkap tanganku, menahanku untuk tidak pergi menjauh, mendorongku jatuh kembali ke atas sofa, dan mencium bibirku hangat, aku menikmati ciuman Valter, seperti menyelam, melepaskan semua kegundahan hatiku, berada sangat dekat dengan Valter, mendengarkan bunyi nafas dan merasakan denyutan jantungnya membawa efek relaksasi untukku membuatku lebih rileks dan tenang.
Berada dekat dengan lelaki yang aku cintai, berbagi ranjang, menghirup aroma parfum dan bau tubuhnya, melihat tubuhnya, bermesraan, dan merasakan cinta namun tetap menjaga batas norma hingga tidak berbuat lebih bukanlah perkara mudah, gejolak hormon dan kebutuhan biologis harus berperang besar dengan komitmen kami. Juga bisikan bisikan setan yang ada dimana mana ketika kami bersama. Namun kuakui Valter cukup cerdas mengontrol emosi, hingga tak sekalipun kami keluar dari kesepakatan...Hingga pada waktunya nanti.
⚜⚜⚜