*Jangan menilai orang dari luar. Tidak selamanya yang terlihat baik adalah kebaikan, juga tidak selamanya sesuatu yang terlihat buruk itu adalah suatu keburukan. Terlihat diam bukan berarti lemah*
•Sebulan yang lalu
Matahari masih malu-malu, mengintip dari balik awan yang berarak perlahan. Namun, di rumah besar milik Almarhum Ikmal, Gheisha sudah berkutat dengan peralatan dapur. Gheisha adalah anak pertama Ikmal bersama Almarhumah istri pertamanya, Ismi. Ismi meninggal karena pendarahan hebat saat melahirkan Gheisha. Saat Gheisha berusia lima tahun, Ikmal menikah kembali dengan Sharmila, janda beranak satu. Dari pernikahannya dengan Sharmila, Ikmal memiliki seorang putra bernama Johan Lukmanul Hakim.
Keseharian Gheisha adalah mengurus rumah sedari bangun tidur jam enam pagi sampai jam sebelas siang. Jam dua belas siang Gheisha pergi bekerja di supermarket sampai jam sembilan malam. Sepulang dari supermarket, Gheisha masih mempunyai pekerjaan lainnya, yaitu menjadi DJ di sebuah klub malam. Sebenarnya Gheisha bukanlah orang yang kesusahan dalam keuangan. Hanya saja, karena semua uang Almarhum ayahnya dikuasai oleh ibu tirinya.
Gheisha bahkan tidak lagi dibiayai sekolah saat Ikmal telah meninggal. Itu sebabnya Gheisha mencari uang sendiri untuk membiayai sekolahnya dan juga kebutuhan hidupnya. Namun, Gheisha menyerah untuk melanjutkan sekolah ke bangku kuliah. Ia lebih memilih bekerja dan mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Gheisha sangat ingin berpisah dan terlepas dari siksaan ibu tirinya. Apalagi jika mengingat kelakuan Sisi, adik tirinya yang berusia dua tahun lebih tua darinya. Sisi selalu saja mencari masalah dengan Gheisha lalu mengadukannya pada ibunya. Hari inipun Sisi kembali membuat masalah dengannya di dapur.
Plak.
"Aww!" Gheisha meringis karena tangannya tersiram air panas saat akan membuat teh untuk ibu tirinya. Tentu saja itu karena ulah Sisi yang sengaja menyenggol tangan Gheisha. "Sialan! Apa kau tidak punya mata?!" Gheisha membentak dan memaki Sisi.
"Ma! Mama!" Sisi berteriak histeris memanggil Sharmila.
Tap! Tap! Tap!
Sharmila yang baru saja selesai mandi segera berlari keluar dari kamar, dengan memakai handuk kimono yang asal-asalan. Mendengar putrinya berteriak, Sharmila begitu panik.
"Ada apa, Sayang?" tanya Sharmila sambil menangkup kedua pipi Sisi. Ia menggelengkan kepala Sisi untuk melihat apakah ada yang luka.
"Ghe-Ghe menjambak rambutku, Ma," ucap Sisi dengan ekspresi pura-pura kesakitan.
"Apa? Kamu yang mendorongku sampai aku tersiram air panas. Beraninya kau memfitnahku!" ucap Gheisha dengan marah. Kejadian seperti ini selalu berulang setiap pagi, tetapi Gheisha selalu bersabar. Namun, kali ini Gheisha sudah sangat kesal dan tidak bisa lagi bersabar.
"Kamu memang selalu menyiksa adikmu dari dulu. Dasar bunga liar! Kamu seperti bunga liar yang tidak diurus. Wajar saja, karena kau sudah tidak mempunyai ibu sejak kecil. Jadi tidak ada yang mengajarimu menjadi wanita baik-baik."
"Adik? Tuaan dia kemana-mana kali, haha. Jangan merasa masih muda," ejek Gheisha.
"Kamu!" Sisi menunjuk wajah Gheisha sambil menahan marah.
"Apa?" tanya Gheisha dengan tatapan tajam. Gheisha bukanlah gadis lemah yang bisa ditindas begitu saja. Sesuai dengan karakter bunga dandelion. Bunga liar yang bisa tumbuh di manapun. Bunga dandelion terlihat rapuh, tetapi sangat kuat, sangat indah, serta memiliki arti yang dalam. Dandelion, meskipun terbawa terbang oleh angin, tetapi kuntumnya tidak akan rusak. Bunga itu akan terbang tinggi di angkasa dan terjatuh lalu tumbuh di tempat ia terjatuh.
"Kamu semakin hari semakin susah diatur. Ucapanmu juga semakin kasar, seperti preman," maki Sharmila.
"Ma, Kak Ghe-Ghe tidak bersalah. Memang Kak Sisi yang sengaja menepuk punggung Kak Ghe-Ghe. Padahal Kak Sisi tahu kalau Kak Ghe-Ghe sedang memegang panci berisi air panas," ucap Johan panjang lebar.
Johan adalah adik yang lahir dari rahim Sharmila. Johan dan Gheisha adalah saudara seayah. Johan selalu membela Gheisha, di saat ibu dan kakaknya selalu menindas Gheisha. Ya, selama ini Gheisha masih merasa memiliki keluarga karena Johan. Mungkin karena mereka satu ayah, jadi ikatan batin mereka sangat kuat.
"Diam kamu! Kamu tahu apa?" Sisi memarahi Johan yang selalu membela Gheisha.
"Tapi …." Ucapan Johan dipotong oleh Sharmila.
"Johan, kamu mau jadi anak durhaka, iya? Kenapa kamu selalu menyela ucapan Mama?"
Gheisha menahan tangan Johan yang sudah akan bicara. Gheisha memberi isyarat dengan jari telunjuk ditempelkan di bibirnya. Ia maju perlahan dan berdiri di depan Sisi.
"Kau bilang aku menjambak rambutmu bukan?" tanya Gheisha dengan pandangan misterius. Entah apa yang ada di dalam pikiran Gheisha.
"Iya. Kamu memang menjambak rambutku. Masih tidak mau mengaku," ucap Sisi yang bersikeras berbohong.
"Baiklah. Karena kamu bilang aku menjambak rambutmu, maka … biarkan kita buat semua jadi nyata!"
Bruk!
"Akh!"
"HEI! Dasar preman!" ucap Sharmila dengan berteriak lantang, tetapi Gheisha sudah pergi keluar. Sharmila segera membantu Sisi yang terjatuh di lantai akibat dijambak Gheisha hingga terjatuh.
"Aduh! Sakit, Ma."
"Ayo, bangun! Mama bantu kamu, Sayang," ucap Sharmila sambil menarik kedua tangan Sisi dan membantunya berdiri.
Johan hanya tersenyum simpul. Ia senang, karena akhirnya Gheisha berani membalas. Meskipun Sisi dan Gheisha sama-sama kakaknya, tetapi Johan lebih sayang pada Gheisha.
Sementara Gheisha sudah kabur, sambil membawa tas berisi seragam kerja dan baju untuk berolahraga. Gheisha menjambak rambut Sisi lalu segera berlari sambil tertawa terbahak. Ia pergi ke sasana tinju dengan berlari. Bukan karena tidak memiliki uang, tetapi Gheisha sengaja berlari untuk pemanasan.
Tiba di sasana tinju, Gheisha duduk terengah-engah. Ia mengatur napasnya dengan perlahan agar kembali normal. Setelah napasnya kembali normal, Gheisha mengambil air minum yang ada di pojok ruangan sasana.
"Ah, sial sekali. Belum juga sarapan sudah pergi dari rumah. Kalau saja Sisi tidak mencari gara-gara, aku pasti sedang sarapan lalu pergi mencuci," gerutu Gheisha.
"Doorr!"
"Astaga! Gery, mengagetkan saja!" Gheisha memarahi Gery karena membuat Gheisha terkejut.
"Lagian kamu ngapain menggerutu kaya nenek sihir lagi baca mantra," ejek Gery.
"Enak saja! Mana ada nenek sihir secantik aku," saut Gheisha. Mereka Pun tertawa.
Gery adalah pemilik sasana tinju di mana Gheisha berlatih. Gerry bukan hanya pemilik, tapi sekaligus pelatih. Dia juga yang melatih Gheisha selama ini. Alasan Gheisha berlatih tinju adalah karena pekerjaan malam yang mengharuskannya bisa menjaga diri sendiri saat pulang dini hari. Gheisha menjadi seorang DJ di sebuah klub malam ternama di kota itu. Meskipun ia bekerja sebagai DJ, tetapi dia bukanlah gadis nakal yang ikut terjerumus ke dunia malam. Ia hanya bekerja disana selama beberapa jam dari jam sembilan malam sampai jam satu dini hari.
Separuh uang hasil bekerja itu ditabung. Gheisha ingin mempunyai rumah sendiri dan pergi sejauh mungkin dari rumah Sharmila. Walau sebenarnya rumah itu atas nama Gheisha dan Sharmila, tapi Gheisha tidak ingin tinggal di rumah itu setelah ayahnya meninggal. Namun, gaji yang diterima dari supermarket itu tidaklah besar. Separuh gajinya juga digunakan untuk uang transportasi dan uang makan. Entah kapan cita-cita Gheisha memiliki rumah sendiri itu bisa terwujud? Namun, satu hal yang pasti, Gheisha tak akan menyerah pada cita-citanya.