Drrtt! Drrtt!
"Nak! Handphonenya bunyi sejak tadi," ucap Azam.
"Em … terima kasih, Pak."
Aryk terbangun dengan keadaan demam. Sepertinya karena angin semalam. Kepalanya terasa berkunang-kunang saat ia bangun dan duduk bersandar ke dinding rumah yang terbuat dari bambu. Ia menjawab telepon dengan suara seraknya.
"Di mana?" Suara Irgi dari seberang telepon membuat Aryk bertanya kepada Pak Azam. Aryk tidak ingat jalan menuju rumah Gheisha.
"Aku tidak tahu. Aku sharelock saja. Kau cari saja sendiri, aku mau tidur lagi." Ia membagikan lokasinya saat ini.
Aryk segera menutup telepon. Ia kembali berbaring. Tubuhnya menggigil, wajahnya pucat, bibirnya mengelupas. Azam khawatir melihat keadaannya.
Laki-laki paruh baya itu mencari Sharmila di rumahnya. Namun, Sharmila dan Gheisha sudah pergi bekerja. Karena mereka tidak ada, Azam terpaksa pulang.
Tiba di rumahnya, ia melihat Irgi sedang memapah Aryk keluar dari rumah. Azam segera menghampiri. "Kamu, siapa?"