Mengagumimu dari jauh
___Love Deep Admirer___
****
Maira dan ketiga temannya keluar dari gedung kampusnya, mereka ingin mencari makan untuk mengisi perut yang mulai meronta ingin diasupi gizi.
"Bosen di kantin, makanannya cuma itu-itu aja, kali-kali kita makan apa gitu. Jangan di warung mbok ijah lagi, males makan gue." Ucap Kina.
"Terus mau makan apa ?." Tanya Maira, "kita beli hamburger aja deh." Usul Sita.
Nia menggeleng, "gak ah, lagi gak mau makan hamburger, gue mau bakso aja, atau gak mie ayam." Maira mengacungkan jempolnya, "yuk, kita beli bakso aja, aku denger ada bakso yang enak loh di sini."
Mata Sita berbinar, "yang bener Ra, yaudah kita makan bakso aja, gimana Kin ?."
"Gue ngikut aja deh, asalkan jangan makan nasi." Maira mengacungkan jempolnya, "yuk berangkat. Tempatnya ada di belakang Alfamart itu."
Mereka harus menyebrangi jalan untuk sampai kesana, dan yang paling dibenci. Polusi udara yang bertebaran, sehingga debu yang kerap kali selalu menempel pada kulit wajah dan terhirup oleh hidung, yang dapat menimbulkan jerawat, dan paru-paru. Sekedar info tentang debu ya readers. Ehehe.
"Mang, tiga ya."
Si mamang bakso mengacungkan jempolnya, "Siap neng, Tunggu aja," mereka menungguk si mamang bakso untuk melayani mereka.
"Ra, lo liat gak tadi ?." Tanya Kina yang menyenggol lengannya, Maira menyatukan kedua alisnya, "liat apa ?."
"Ituloh tadi Ra, si kakak Alfamart, masa kamu gak lihat ?."
Maura mengedikkan bahunya tak peduli, "gak tahu, lagian sih aku gak mau berurusan lagi sama dia." Ucapnya acuh.
"Yakin nih," Maira mengangguk mantap, "kamu jangan ngomongin dia terus lah Kin," dengusnya.
"Lahh, kenapa emangnya ? Dia kan udah baik loh, kemaren aja pas kamu sakit dia ngasih kamu bingkisan."
Maira menghela nafasnya dengan berat, "eng__ tau lah, jangan terus-terusan ngomongin dia. Lagi gak mood."
Kina mengangguk, "terus kalo kak Firda ?."
Maira mengerutkan alisnya, "Firda ?."
"Iya, yang dulu itu titip salam buat lo," Maira menerawang kejadian beberapa hari yang lalu, "Owh, gak tau, gak kenal, lupa juga."
Kina menggertakkan giginya, "Jadi, lo masih gak inget siapa itu kak Firda ?." Maira mengangguk santai.
Kina menoyor kepala Maira pelan, "ishh, masih lupa, udah mah cuek, terus si kakak Alfa aja gak diladenin. Jahad kau Ra."
Maira menggeleng dengan mulut berdecak, "lagian ngapain ngurusin mereka sih Kin ? Aku lagi gak mau ngejalanin hubungan apapun itu, pacaran juga, aku gak mau." Ucapnya teguh.
"Okelah, gue percaya, Ni, Sit, kalian juga masih ngejomblo ?." Tanyanya pada kedua temannya yang tengah asik memainkan ponsel.
Nia mengangkat kepalanya sebentar, "gue lagi otw mau jadian." Sita masih memainkan ponselnya, tak melihat ke arah Kina, "gue juga berkomitmen."
Kina manggut-manggut, "berarti nanti yang gak punya temen ngobrol di telepon cuma Maira doang dong."
Nia dan Sita sama-sama mengangkat kepalanya melihat Kina dengan mata yang membulat, "Lo udah jadian ?." Tanya mereka bersama.
Sita mengangguk, "baru aja sih, tadi pagi." Ucapnya sambil tersenyum indah, membayangkan sesuatu sambil menutup mulutnya yang akan tertawa.
"Siapa ?" Tanya Maira penasaran, pasalnya dia tidak tahu, pria mana yang akan sabar jika berhubungan dengan suara Kina yang mengalahkan suara deruman motor Racing.
"Ada deh." Ucap Kina sambil tersenyum.
"Ah, main rahasi-rahasiaan, gak asik lo kin." Ucap Sita, Kina terkekeh geli, "nanti kalian juga tahu kok."
Nia mengerutkan keningnya mencoba untuk menebak, "gue tebak, pasti Hilmi kan ?."
Kina membulatkan matanya, "Kalo ngomong gak suka disaring ish, lagian ngapain juga gue pacaran sama Ratu kuman kayak dia." Desisnya.
"Kali aja kan Kin, secara, lo kan kalo ada dia. Pasti aja gak pernah berhenti buat adu mulut, kan siapa tau aja kalian itu jodoh." Sahut Maira.
Maira meringis saat kina memelototinya, Kina semakin merengut karena teman-temannya yang seakan merestui hubungan dirinya dengan 'Ratu kuman' itu.
"Terus siapa pacar lo Kin ?." Tanya Sita.
"Nanti juga kalian tahu kok, gak usah kepo sekarang," Nia mencebik dengan jawaban Kina, "makanya jangan bikin kita kepo, lo harus tanggung sendiri akibatnya, siapa pacar lo, jawab napa ish." Ucap Nia semakin penasaran.
"Ck, pacar gue itu__" Kina memerhatikan ketiga temannya yang memajukan wajahnya menunggu ucapan Kina.
"Siapa ?." Desak Nia.
"Itu__"
Maira mencebikkan bibirnya, "suka bertele-tele kau Kin, bikin orang mati aja karena kepo."
Kina tertawa pelan, "Hahahaha, mau aja gue tipu." Kina semakin terbahak dengan leluconnya yang sedang mengada-ngada.
Maira, Sita dan Nia memasang wajah kesalnya, "Jomblo akut !" Dengus Maira, "kalo ngehalu jangan berlebihan Kin," Maira tertawa memandangi wajah Kina yang kini malah memerah, ingin tertawa juga karena kehaluannya yang Over.
"Terus kenapa lo bohongin kita ?." Tanya Sita.
"Karena gue mau Maira ngebukabhatinya buat orang lain, gue gak mau dia terus mikirin si cowok itu." Gumamnya yang membuat Maira menoleh dengan hati yang tertohok.
"Maksud lo ?." Tanya Nia.
"Mbak, nih baksonya." Si manang bakso membawakan dua mangkuk bakso pesanan mereka.
"Makasih mang," si Mamang bakso itu tersenyum, lalu melenggang pergi untuk mengambil dua mangkuk bakso lagi.
"Tadi sampe mana ya ?." Tanya Sita.
"Sampe si Mamang bakso dateng terus kita bilang makasih." Ucap Nia dengan tampang polosnya.
Maira berdecak kesal pada kepolosan otak Nia, "tadi yang kamu tanyain Ni apa ?, Bukan si mamang bakso."
Nia nyengir kuda, "ma'af, gak konek gue, oh iya. Tadi____" pikirnya, "Gue nanya apa ya ?." Tanyanya yang membuat ketiganya geleng-geleng kepala.
"Yaudah jangan dibahas lagi, mendingan kita makan aja." Lerai Sita, dan mereka mengangguk menyetujui.
******
Awan semakin gelap, suara gemuruh yang berasal dari langit mengeluarkan suaranya yang membuat Manusia kocar-kacir tak karuan untuk cepat-cepat pergi ke rumah agar terhindar dari kilatan petir itu.
Perlahan-lahan air hujan mulai turun, dan berubah menjadi deras, orang-orang yang tadinya berlalu lalang, baik yang berjalan kaki, dan menaiki kendaraan beroda dua, menghentikan perjalanan mereka, dan mencari tempat untuk berteduh.
Begitu pula dengan Maira dan Hilmi yang juga berteduh di sebuah Alfamart di depan kampusnya, mereka berdua tadi berniat untuk membeli isi binder untuk menulis catatan mata kuliah.
"Yahh, hujan gede." Gumam Hilmi yang menatap ke arah luar, hujan semakin lebat, dan petir juga bersahutan, menggelegar di atas sana, awan juga seakan menyembunyikan wajah cerianya.
"Jangan gutu, ini rezeky dari Allah, kita harus bersyukur loh Mi." Hilmi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "ehehe, iya juga sih Ra. Maaf deh," ucapnya.
🍁
TBC
Vote
Comment
Follow @uyuNuraeni