"Selamat pagi Bu" sapa Amanda, wajahnya tetap dibuat tenang, tapi dalam hati Amanda merasa marah sekali.
"Pagi, ada apa Anda mencari saya sepertinya?" tanya Bu Inez. Matanya terlihat sedikit panik karena kehadiran Amanda. Di sisi lain, Vita terlihat senang melihat kehadiran Amanda,
"Ya, saya sampai pergi ke dua kantor Ibu, bahkan tadi saya dibohongi kalau Ibu tidak ada di kantor ini" balas Amanda dengan air muka tenang.
"Ya, saya sibuk sekali, jadi saya rasa lebih baik saya tidak bertemu dulu dengan orang yang tidak terlalu penting hari ini" balas Inez lagi, disampingnya Vita tersenyum mengejek.
"Jadi, bagi Ibu, saya tidak penting?" tanya Amanda, amarahnya mulai sulit dikendalikan.
"Mohon maaf Bu Amanda, sepertinya saya lupa mengabari, kerja sama kita saya rasa dibatalkan saja, saya mendapat tawaran yang lebih cocok untuk perusahaan saya" balas Inez, wanita itu tersenyum dengan angkuh.
"Perkenalkan rekan bisnis saya sekarang, Ibu Vita" lanjut Inez lagi.
"Jadi, perjanjian kita batal?" Latissa tanpa sadar bertanya, dia cepat-cepat menutup mulutnya setelah itu.
"Sepertinya begitu, karena saya dan Bu Inez sekarang bekerja sama, kecuali.." Vita sengaja menggantung kalimatnya. Wanita itu menatap kearah Amanda dengan senyuman miringnya.
"Kecuali, Anda mau mencabut tuntutan saya" lanjut Vita lagi.
Latissa sedikit terkejut, Amanda juga, tapi dia tetap berusaha tenang.
"Jangan berharap" balas Amanda sambil tersenyum. Mencabut tuntutan pada Vita, itu tidak akan mungkin Amanda lakukan.
"Apa?" balas Vita, sinar kesombongan di wajahnya menyurut, berganti sinar kebencian.
Vita benci sekali dengan Amanda. Dia masih tidak habis pikir mengapa perempuan ini begitu ingin menuntut dirinya. Padahal Vita sudah merendahkan martabatnya dengan meminta maaf duluan, belum lagi sejumlah uang yang Vita tawarkan untuk berdamai, semua ditolak mentah-mentah oleh Amanda.
"Kalau begitu, selamat mencari investor baru untuk produk Anda itu!" balas Vita, mulai marah. Amanda tertawa mengejek. Walaupun dia sudah tahu dia akan kalah, setidaknya dia tidak akan kalah dari Vita. Gengsi Amanda masih belum bisa terkalahkan kalau untuk Vita. Amanda tidak sudi untuk mengalah dari wanita sombong ini.
"Enggak masalah, kalau begitu sampai bertemu di pengadilan nanti" balas Amanda.
"Dan untuk Anda, Bu Inez. Sayang sekali Anda melewatkan kesempatan emas untuk bekerja sama dengan produk saya" lanjut Amanda.
Latissa hanya bisa terbengong-bengong dengan kejadian yang tersaji dihadapannya. Dia bingung harus bersikap apa. Tanpa menunggu lama Amanda berbalik dan berjalan pergi. Rasanya sudah cukup dia menunjukkan kepada Vita dan Inez, kalau Amanda tidak takut.
"Ayo Tis" ajak Amanda. Latissa mengikuti dengan patuh langkah bosnya.
Di dalam mobil Amanda masih mengatur napasnya, dia kesal dan marah. Berani sekali dua wanita itu, ternyata mereka bersekutu untuk menjatuhkan Amanda. Di samping, sekretaris andalan Amanda kebingungan. Pak Salim juga tidak kalah bingung, sudah lama rasanya Pak Salim tidak melihat nona besarnya marah dan kesal seperti ini.
"Maaf Bu, kita kemana sekarang?" tanya Pak Salim dengan sopan.
"Kembali ke kantor Pak" sahut Amanda.
"Baik Bu" jawab Pak Salim dengan cepat.
Tidak ada pembicaraan di dalam mobil. Baik Amanda maupun Latissa sibuk dengan pikirannya masing-masing. Latissa juga tidak berani untuk memulai pembicaraan. Lebih baik diam, pikir Latissa.
Kesialan Amanda ternyata belum berakhir. Saat dia kembali ke kantor. Ananda sudah menunggu disana. Pria itu dengan santainya duduk di atas kursi Amanda.
"Wah, Pak Ananda, sepertinya Anda salah ruangan atau bagaimana?" sindir Amanda.
"Sepertinya tidak, sebentar lagi ruangan ini sepertinya jadi milik saya" balas Ananda dengan wajah tenang, dia mencoba untuk membuat Amanda berang. Tapi Ananda salah besar, Amanda bukan seperti dulu.
"Oh ya? Percaya diri sekali Anda ini," balas Amanda lagi, dia sengaja tertawa mengejek.
"Kita lihat saja besok, mungkin besok kamu tidak bisa tertawa seperti ini" balas Ananda lagi.
"Well, saya masih punya banyak waktu, sebaiknya Anda segera pergi dari sini, sungguh mengganggu sekali" ucap Amanda lagi.
"Tentu, sampai bertemu besok. Nikmati saja ruangan ini untuk yang terakhir kali, karena besok saya pastikan kamu tidak akan jadi pimpinan perusahaan ini lagi" balas Ananda lagi. Pria paruh baya itu berdiri dan meninggalkan ruangan begitu saja.
Latissa berdiri mematung di samping Amanda. Hari ini benar-benar menguras seluruh emosi dan membuat dirinya cemas sepanjang hari. Rasanya Latissa tidak bisa menghadapi esok hari, entah bagaimana nasib Amanda, dirinya dan seluruh karyawan di perusahaan ini, batin Latissa.
Setelah Ananda pergi, Amanda duduk di sofa kantornya, sementara Latissa masih berdiri dengan wajah bingung. Dia hanya bisa memandangi wajah kesal dan marah bos nya itu.
"Bu?" panggil Latissa, memberanikan diri setelah beberapa saat mereka hanya berdiam diri. Amanda menatap Latissa.
"Mengenai rapat besok, apa yang harus saya lakukan Bu?" tanya Latissa.
"Siapkan saja presentasi produk baru kita, minta divisi pengembangan untuk membuat presentasinya, kirimkan pada saya sore ini biar saya pelajari" perintah Amanda.
"Emm, kalau mengenai investornya Bu?" tanya Latissa lagi, ragu-ragu.
"Kita tunggu besok saja Tis. Lebih baik sekarang kita pulang, sudah terlalu siang" balas Amanda. Dia terlalu lelah dengan semua orang yang ingin berbuat jahat padanya. Amanda hanya ingin pulang sekarang.
"Baik Bu" balas Latissa, patuh.
"Apa langsung saya panggilkan Pak Salim Bu?" tanya Latissa. Amanda menggelengkan kepalanya.
"Suruh saja Pak Salim untuk pulang, saya ingin berjalan kaki saja" balas Amanda. Jalan kaki adalah hal yang selalu Amanda lakukan bila sedang merasa sedih, bingung atau kesal seperti hari ini.
"Baik Bu, hati-hati Bu" ucap Latissa sebelum pamit. Dia mengkhawatirkan keadaan Amanda.
Amanda keluar dari gedung perusahaannya. Dia berjalan pelan, menyusuri trotoar yang menuju apartemennya. Amanda memikirkan kembali semuanya, apa yang terjadi pada dirinya selama 5 tahun dia memegang perusahaan ini.
Apa ini karma karena dirinya dulu berlaku sangat kejam? Atau ini memang cobaan saja? Mengapa harus ada cobaan seperti ini disaat Amanda sudah berubah menjadi orang yang lebih baik? Semua pertanyaan itu muncul satu persatu di benak Amanda. Dia tidak tahu apa jawabannya.
Dalam hati Amanda merasa bertambah sedih. Dalam situasi seperti ini, dia bahkan tidak tahu harus bercerita pada siapa. Selain Latissa, yang juga pasti bingung dengan kondisi saat ini, Amanda tidak punya orang lain. Sedih, senang, bingung, kesal, Amanda harus menghadapinya sendiri saja.
"Sudah pulang?" tanya sebuah suara. Amanda mengangkat wajahnya. Pemilik suara itu memberikan senyumannya pada Amanda.