Jay POV
Sudah 3 bulan ini kak Cindy bekerja di kantorku. Dia sengaja aku masukkan ke departemen marketing karena keahliannya berbicara dan membujuk orang yang cukuk baik. Secara penampilan, bagi kaum adam mungkin kak Cindy adalah tipe ideal tapi bagiku tetap Tiara nomer satu. Hari ini dia sedang memulai presentasinya dihadapan para manager termasuk aku dan kakak. Dari cara dia berbicara terdengar seperti pembawa berita acara di tv, sangat meyakinkan dan tegas. Kegugupan hanya terlihat awal-awal menit saja namun setelahnya kak Cindy bisa melakukan presentasi dengan sangat memuaskan bahkan dia dapat menyajikan data peningkatan penjualan sejak dia masuk. Sekilas aku melihat kearah kanan dan kiriku. Kakak tampak seurius memperhatikannya. Dia bahkan menuliskan beberapa catatan pada buku kecilnya seolah siap untuk mencerca kak Cindy dengan berbagai macam pertanyaan.
"Sekian presentasi dari saya, mohon masukkannya dari bapak dan ibu sekalian." Kak Cindy dengan senyuman menutup acara presentasi trainingnya. Kami saling melirik untuk menunggu siapa yang akan memulai duluan hingga akhirnya semua orang sepertinya mempersilahkan kakak untuk berbicara. Seperti dugaanku sebelumnya, kakak sudah menyiapkan berbagai macam pertanyaan atau masukan bagi kak Cindy. Ini gawat. Apa kakak tak suka dengan kak Cindy?.
"Oke Cindy, menarik sekali presentasinya dan saya hargai itu. Saya tidak angka berkomentar soal angkanya itu bisa kita bahas lain kali diluar dari presentasi ini tapi saya ingin tahu strategi apa yang akan kamu lakukan untuk meningkatkan penjualan kita. Ini bukan hanya bicara soal sales tapi starategi pemasaran di tengah persaingan kita dengan competitor atau dengan kondisi ekonomi dan gaya hidup saat ini." Ucap kakak dengan tatapan tajam ke arah kak Cindy. Rupanya dia benar-benar memperhatikan presentasi tadi padahal aku saja tak terlalu fokus. Bukan karena penampilan kak Cindy tapi karena perkataan Tiara tadi pagi, dia bilang akan memberikanku hadiah karena berhasil menidurkan Zidan. Aku benar-benar penasaran dengan hadiah yang dimaksud karena saat mengatakan itu dia berbisik menggoda ditelingaku. Aku Yakin ini hadiah untukku dan untuk Jeje. Aku jadi tersipu sendiri Ketika memikirkannya. Disaat kak Cindy sedang menjawab pertanyaan kakak, aku malah fokus pada handphoneku yang berbunyi tanda ada pesan masuk.
# Nanti pulang abang kerja aku pake baju ini bagus ga?.
Seketika aku menjatuhkan bolpoint yang aku pegang saat melihat gambar yang dikirimkan Tiara. Dia mengirimkan gaun malam berwarna hitam dengan belahan dada rendah.
"Kamu kenapa?." Kakak protes dengan sikapku.
"Eh iya maaf, lanjutin aja.." Aku langsung membenarkan posisi dudukku lagi sambil menutup layar handphone yang sempat aku genggam tadi. Aku takut kakak bisa melihat pesan yang dikirim Tiara tadi. Ya ampun….kenapa Tiara mengirimkan gambar seperti itu segala?. Sejak pertengkaran terakhir kami, Tiara jadi agak sedikit aneh. Biasanya dia menjadi sosok perempuan yang santai dan tak pernah berkata yang terlalu vulgar tetapi entah kenapa belakangan Tiara senang tidur dengan pakaian mini dan berkata-kata seperti sedang menggodaku. Sebagai lelaki normal dan suaminya jelas aku terangsang tapi…rasanya agak sedikit canggung mungkin belum terbiasa.
"Jay ada yang mau dikomentarin ga?."
"Hah?."
"Kasih komen kek.." Bisik kakak seakan menyadari ketidakfokusanku di presentasi training cindy ini.
"Hm…mungkin saya kasih sedikit masuk aja, harapan saya bu Cindy tidak hanya fokus pada penjualan dan omset saja. Saya yakin ibu paham betul tentang konsep siklus produk, mungkin ibu juga harus melakukan Analisa terkait pangsa pasar kita sebagai bahan pertimbangan dalam Menyusun strategi penjualan. Selain itu bisa bekerja sama dengan departemen pengembangan produk kita untuk mengetahui apa yang sedang booming dipasaran. Jadi…saya tidak akan membatasi kreatifitas dari bu Cindy. Jadi..jangan merasa karena ibu adalah bagian marketing dan fokus pada penjualan tetapi jika ada suatu ide atau apapun kami sangat terbuka. Barangkali ada kompetensi lain dalam diri ibu yang tidak kami tahu." Aku dengan percaya diri memberikan masukan pada kak Cindy karena aku tahu dari dulu kak Cindy itu punya relasi yang banyak. Aku yakin dengan kehadiran kak Cindy, Seazon bisa lebih maju lagi.
"Baik pak, terima kasih masukkannya." Kak Cindy dengan senyumannya. Beberapa orang yang lain bertanya lagi sementara aku kembali ke layar handphone. Aku takut Tiara menunggu jawabanku, terlebih statusku sedang online.
# Pakai apapun kamu bagus sayang.
Aku mengetikkan semua huruf dengan benar, aku jadi tak sabar untuk pulang. Wajahku kembali menatap layar di depan dan mendengarkan setiap perkataan kak Cindy yang sedang menjawab pertanyaan dari penguji yang lainnya. Entah berapa lama presentasi berlangsung tapi akhirnya selesai juga. Semua penguji memberikan kertas penilaian pada perwakilan HRD yang ada disana sementara kak Cindy sudah dipersilahkan meninggalkan ruangan sejak tadi.
"Jay…ke ruangan kakak bentar."
"Bentar kak.."
"Mau kemana?, kakak ga akan bahas banyak-banyak kok."
"Aku mau telepon Tiara dulu."
"Nanti aja jam istirahat."
"Penting kak."
"Ya udah kakak tunggu ya."
"Iya kak." Aku segera berjalan menjauh keruanganku sambil menarik pelan handphoneku dari saku.
- Halo bang
- Kamu dimana?
- Masih di RS, Kenapa?
- Aku kira kamu belanja, soalnya kirim-kirim foto gitu.
- Aku udah belanja makannya bisa kasih foto gitu.
- Jangan gitu dong Tiara, nanti Jeje bangun.
- Kok bangun?, aku kan cuman kirim foto, abang aja yang mikir kemana-mana.
- Iya, aku udah bayangin kamu pake baju itu. Jam berapa pulang sayang?.
- Jam 2, bentar lagi aku pulang.
- Kalau gitu ke kantor aku dulu.
- Ngapain?, nantikan pulang juga ketemu bang.
- Kita bisa pulang bareng.
- Bang, aku mau servis mobil abang dulukan?, kata abang udah ga enak. Aku pulang ke bengkel dulu.
- Oh iya aku lupa. Lama ga dibengkelnya?
- Engga tahu, ga bisa diprediksi, mudah-mudahan sih sebentar.
- Jangan lama-lama ya.
- Iya, Kasian Zidan nungguin.
- Kok Zidan aja?,
- Iya sama Papanya nungguin.
- Hadiahnya jangan lupa.
- Iya engga.
- Ya udah, hati-hati ya sayang. I love you.
- Tumben banget, Love you too.
Tutup Tiara dengan suara merdunya. Aku yakin dia senyum-senyum dibalik telepon itu karena aku pun begitu. Suara ketukan membuat senyumanku pudar.
"Iya masuk."
"Pak ini hasil penilai bu Cindy."
"Oke, panggil bu Cindy ke ruangan saya."
"Baik pak." Toni menutup pintu sementara aku langsung melihat review dari penilai kak Cindy. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku kan ada janji menemui kakak tadi, kenapa aku malah memanggil kak Cindy. Duh..kakak bisa ngomel.
- Iya Kenapa?
- Kak, tunggu bentar ya aku ngobrol dulu sama Kak Cindy bentar.
- Heuh..iya-iya.
- Bentar kok kak, jangan marah.
- Kakak ga suka injuring time ya.
- Iya kak engga.
Aku mengakhiri percakapanku dengan kakak dan disaat yang bersamaan Kak Cindy datang.
"Bapak panggil saya?."
"Iya masuk, silahkan duduk."
"Makasih pak." Kak Cindy bersikap formal padaku. Memang saat dikantor dia selalu berbicara seperti itu. Disisi lain dia mungkin ingin menunjukkan rasa professional dan disisi lain mungkin dia tak nyaman dengan kakak, karena kakak selalu memperhatikan kak Cindy setiap mengobrol santai denganku. Kali ini mataku teralihkan dengan duduknya. Aku baru menyadari jika belahan rok yang kak Cindy kenakan sedikit terbuka. Itu membuat pahanya terekspos dengan jelas.
***To be continue