"Mommy...." Tiba-tiba Ara bersuara kencang. Dilihatnya cairan bening mulai keluar dan membasahi tempat Ara duduk. Ara merasakan seperti dia sedang pipis namun tak dapat dia tahan dan dia hentikan. Semua keluar begitu saja. Wah sepertinya Ara mengalami pecah ketuban. Pikir Jesica.
"Ga papa sayang bentar lagi kita sampe..." Jesica menenangkan sambil melihat apakah ada perubahan warna disana.
"Riel..cepet...Riel..." Kenan sudah tak sabar ingin sampai.
"Sayang tahan dulu..." Dariel mencoba menyetir dengan maksimal dan tenang agar dia tak salah arah. Kebetulan jalanan di pagi hari ini belum begitu ramai. Dia juga sama dengan Kenan berharap segera sampai dirumah sakit hanya dalam satu injakan Gas. Sesampainya dirumah sakit Ara langsung ditangani sementara Dariel bingung harus bagaimana. Dia hanya menyelesaikan administrasinya lalu berjalan mundar-mandir. Apa yang terjadi? ini masih sebulan lagi dari perkiraan kelahiran anaknya. Pikirannya tak bisa tenang memikirkan Ara. Dariel masih dibayangi dengan kejadian Kiran. Kekhawatirannya kini terjawab, dari hasil pemeriksaan diketahui Ara sudah siap bersalin. Dariel pikir dokter akan langsung melakukan operasi ceasar tapi ternyata Ara akan melakukan persalinan secara normal sesuai yang diinginkannya. Tunggu-tunggu...Normal?Dariel sampai dibuat tak percaya. Begitupun Kenan dan Jesica. Dokter bilang kondisi Ara yang mapan, dan bayinya yang sehat dengan posisi yang sudah sempurna membuat dokter mengambil keputusan itu. Dariel menyetujui saran dokter dan kini dia menemani Ara diruang bersalin. Dia ingin melihat proses kelahiran ketiga bayinya. Dilihatnya Ara sudah melebarkan kakinya dengan wajah yang begitu pucat mungkin dia kurang minum juga. Dariel sampai tak tega melihatnya. Duh..kenapa tadi harus ada acara drama segala sih?.
"Sabar sayang.." Dariel sudah siap disana dan kini sang dokter menuntun Ara untuk mengikuti instruksinya.
"Tarik nafas dulu Bu.....oke...pelan...dorong..." Ucapnya membuat Ara menurut. Ini benar-benar membuat Ara harus mempunyai nafas panjang. Dia menggenggam tangan Dariel sekuat tenaganya kemudian mendorong anaknya sekuat tenaga pula.
"Bu...dikit lagi bu, ayo....tarik nafas lagi...." Dokter terus memberi instruksi karena dorongan Ara belum cukup kuat. Mungkin Ara juga lelah seharian tak tidur. Setelah dorongan kedua ini. Terdengar suara bayi menangis.
"Ini pak anak pertamanya..." Suster mengangkat anaknya yang masih berlumur darah dan cairan lainnya. Itu anak lelakinya. Dariel dibuat takjub dengan pemandangan itu.
"Kamu bisa sayang..." Dariel memberi semangat ketika melihat putra pertamanya berhasil keluar. Bagi Ara itupun menjadi penyemangatnya. Selang 2 menit anak keduanya berhasil dikeluarkan. Itu juga berjenis kelamin laki-laki. Wah...Dariel tak bisa berhenti tersenyum. Kini air matanya sudah menumpuk. Dia tak bisa berkata-kata lagi. Suara tangisan bayinya adalah suara termerdu yang pernah Dariel dengar. Dalam 2 menit selanjutnya anak terakhir pun berhasil dikeluarkan. Kali ini suara tangisannya begitu keras sampai Kenan dan Jesica bisa mendengarnya dari luar. Ketiga bayi itu diperlihatkan suster pada kedua orang tuanya. Ah...Ara tentu saja menangis. Kesakitannya tadi berbuah manis.
"Selamat bapak ibu, anaknya lahir dengan selamat." Ucap dokter sambil memberikan pengobatan dia area dimana bayi-bayi kembar mereka keluar. Dua Bayi kini dalam dekapan Ara, bergerak dengan lemah dengan mata terpejam sementara satu bayi Dariel gendong dengan hati-hati. Ini pertama kalinya dia menggendong bayi yang baru lahir. Perasaannya bercampur aduk. Antara bahagia dan terharu.
"Makasih sayang..." Dariel mencium puncak kepala istrinya. Setelah cukup berinteraksi dengan ibunya Suster kembali mengambil ketiga anaknya namun Dariel mengadzanimya terlebih dahulu. Suaranya bergetar. Tentu saja. Dia Menangis terharu dengan kehadiran ketiga bayi yang ditunggu-tunggunya sejak 5 tahun itu. Dia tak mungkin lupa bagaimana perjuangan dirinya dan Ara selama ini. Bayi pertama Dariel dan Ara lahir dengan berat badan 1.602 gram, bayi kedua 1.595 gram, dan bayi ketiga 1.578 gram. Ketiga bayi mereka lahir saat kehamilan masih prematur. Akibat prematur, bayi lahir dengan bobot tubuh kurang. Karenanya, saat ini ketiga bayi mereka berada di inkubator. Bayi mereka akan tetap berada di inkubator sampai bobotnya dianggap cukup atau sudah mampu menyusu kepada Ara. Meskipun begitu dokter menyatakan bahwa ketiga bayinya sehat. Seluruh tanda vital normal. Ketiga bayi kembar mereka dipantau intensif selama 24 jam. Begitupun Ara yang dirawat pasca bersalin. Hari semakin menjelang siang dan Ara tampaknya cukup lelah. Pak Stefan dan keluarganya datang begitu menyadari Dariel menghubunginya. Mereka terkejut sekaligus senang akhirnya Ara melahirkan dengan cara normal. Mereka senang bayi dan ibunya bisa melalui ini. Kenan dan Jesica kini melihat ketiga cucu mereka. Ini adalah cucu pertama mereka.
"Ini...mirip kakak banget." Kenan tak berhenti tersenyum dan melihat kearah bayi laki-laki yang dia sebut mirip Ara. Jelas Kenan begitu hafal dengan wajah anaknya saat kecil.
"Jay pasti seneng liat bayi-bayi apalagi Kris." Ucap Jesica yang tak kalah senang melihat bayi-bayi mungil.
"Kay sama Kiran gimana ya Mas?"
"Mereka pasti bisa kok ngadepin ini. Mereka anak kakaknya ga mungkin ada perasaan marah atau sedih." Kenan langsung merangkul bahu Jesica. Istrinya itu terdiam. Baginya meskipun Kay dan Kiran terlihat baik-baik saja tapi dia yakin hati kecil mereka mungkin tersayat melihat hal ini nanti. Jesica dan Kenan berjalan keluar dan menghampiri Pak Stefan dan Dariel yang sedang mengobrol diruang kamar sementara Tante Vani menemani Ara yang tertidur dikamarnya. Dia lelah. Rena pun ikut menunggu di dalam.
"Coba sekarang giliran bapak, bapak pingin liat bayinya." Pak Stefan antusias. Kini Dariel dan Pak Stefan pergi keruangan dimana anak-anaknya dirawat.
"Ya Tuhan....lucunya..." Pak Stefan tersenyum.
"Iya, mereka lucu.."
"Cantik dan ganteng-ganteng Riel..."
"Iya pak.."
"Loh kenapa namanya ga ikut kamu?"
"Aku udah putusin dan bilang sama Ara kalo nama keluarganya aja yang dipake."
"Kenapa?"
"Sagara itu siapa sih pak?aku ngerasa ga kenal dengan nama itu. Kalo pun nama keluarga nyatanya aku ga pernah tahu. Kalo anak-anak aku udah gede nanti nanya arti namanya seengaknya aku bisa jawab. Aderald nama neneknya dan Seazon nama kakeknya, tapi kalo pake nama Sagara. Memang siapa?aku aja sebagai anak ga diakui apalagi anak-anak aku pak. Mungkin mereka juga ga diakui sebagai cucunya. Kasian. Aku ga mau ngasih kenangan buruk. Tentang aku biar aja aku yang tahu. Anak-anak aku jangan." Dariel dengan sedih sementara pak Stefan mencoba mengerti maksudnya. Sejujurnya dia juga ingin ada ibunya disana, ayahnya disana. Dia juga ingin melihat kebahagian orang tua sesungguhnya ketika mendapatkan cucu tapi dengan Pak Stefan dan Tante Vani datang pun Dariel sudah cukup terobati.
"Yang penting, keinginan kamu, keinginan Ara sekarang udah kewujud."
"Iya pak.." Dariel tersenyum melihat anak-anaknya lagi. Dia tak sabar untuk menggendong mereka dalam dekapannya. Setelah cukup lama memandangi mereka Dariel dan Pak Stefan kembali ke ruang perawatan Ara.
"Riel mau istirahat dulu?biar Daddy yang tungguin Ara."
"Engga dad. Ga papa.."
"Tidur bentar sana. Nanti kalo Ara bangun nyariin, kamunya udah fresh." Jesica memaksa.
"Iya Riel, mau masuk rumah sakit lagi?" Pak Stefan mengingatkan. Akhirnya Dariel menurut. Dia memilih tidur di mobilnya. Sementara Kenan dan Jesica menunggu jemputan Jay yang akan datang bersama Kris.
***To Be Continue