Kay yang mendapatkan pesan dari ibunya jika Ara sudah melahirkan ikut senang meskipun dirinya bingung harus menyampaikan bagaimana nanti pada Kiran. Dia terduduk dengan celana jins yang sudah menutupi kaki panjangnya.
"Nih bajunya.." Kiran yang baru keluar dari kamar mandi mengeluarkan baju berwarna hijau. Kay menerima itu namun masih dia genggam. Bola matanya mengikuti kemana Kiran berjalan. Dia seolah memastikan bagaimana mood Kiran hari ini.
"Ran.."
"Hem.." Kiran sambil mengeringkan rambutnya.
"Kakak....kakak..."
"Kakak kenapa?"
"Anaknya udah lahir." Kay membuat Kiran menghentikan aksinya sejenak. Dia lalu meletakkan pengering rambutnya dengan pelan diatas meja kemudian menghampiri Kay yang masih terduduk disana. Kiran kini melingkarkan tangannya di bahu Kay. Memainkan rambutnya yang juga sama basah.
"Kalo gitu kita liat.." Ucap Kiran santai.
"Kamu ga papa?" Kay meraih salah satu tangan Kiran dan menciumnya untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Kiran hanya mengangguk.
"Kalau kamu belum siap. Kita bisa ucapin lewat telepon. Mereka pasti ngerti."
"Ga papa. Itu ga sopan. Kita harus cari hadiah kalo gitu."
"Hadiah?kakak pasti udah punya semua."
"Tapi..."
"Kita tanya apa yang kakak perluin terus kita beli." Kay memberi ide.
"Kamu mulai lagi motong pembicaraan aku."
"Iya maaf sayang."
"Ayo sini aku keringin rambut kamu.." Ajak Kiran mengalihkan pembicaraan. Kay hanya menurut saja. Di lain tempat Kris tampak kegirangan melihat tiga keponakannya begitupun Jay. Mereka berdua ingin lebih mendekat namun karena keaadan membuat mereka belum diperbolehkan memegang bayi-bayi itu.
"Mommy bawa pulang mom.." Rengek Jay.
"Ya nanti bang kalo bayinya udah bener-bener sehat."
"Klis gendong mom, Klis gendong.."
"Mana bisa, kamu anak kecil, Abang aja yang gendong." Jay malah ribut dengan adiknya.
"Engga!!Klis bisa." Kris tampak marah membuat Kenan meliriknya.
"Mau dipanggil Mas atau abang ini?" Kenan sambil menunjuk ke arah dada Kris yang berada digendongannya.
"Mas Klis dad.."
"Mas cilik.."
"Abang nakal!!" Kris memukul bahu Jay.
"Eh ga boleh pukul-pukul.."
"Abang nakal mom..."
"Bang..usil banget sih.."
"Iya-iya maaf..." Jay tertawa kecil melihat Kris yang terlihat kesal.
"Udah yuk liat kakak. Kasian kak Dariel sendiri.." Kenan mengajak keluarganya kembali ke ruang perawatan karena Pak Stefan dan keluarganya sudah pulang.
***
Mata Kiran terpaku sejenak. Dia tak bisa melihatnya terlalu dekat. Dia hanya berani untuk memandangi ketiga bayi mungil tak berdosa itu dari balik kaca. Tangannya terlipat di dadanya sendiri dan sesekali tangan yang lainnya memberikan gesekan pada lengannya. Bayi-bayi itu benar-benar lucu dan menggemaskan. Matanya, hidungnya dan badannya yang mungil seakan mengingatkan Kiran pada bayi kembarnya yang dulu sempat dia lahirkan bahkan dia dekap dalam pelukannya. Kay yang ada disampingnya pun tak kalah terpaku. Sama dengan Kiran, tak mungkin ingatannya hilang begitu saja. Melihat bayi-bayi pasti membuatnya kembali mengingat memori tentang kedua bayi kembarnya tapi Kay sudah bertekad untuk tak boleh sedih atau bahkan menangis. Dia harus kuat demi Kiran. Kini dia memandang istrinya kemudian merangkulnya. Bukan senyuman. Kali ini Kiran memilih memeluknya. Menangis sejenak. Dia sudah tak kuat untuk menahannya tadi. Kay mengerti. Dia hanya berusaha menenangkannya.
"Mau pulang?" Tanya Kay namun istrinya itu diam. Dia kemudian berdiri tegak lagi dan mengusap air matanya.
"Engga. Kita liat kakak aja."
"Yakin?" Kay memastikan. Kiran menjawab dengan anggukkan. Kay mengusap semua kesedihan Dimata istrinya.
"Kita pasti punya nanti..." Bisik Kay sambil merangkul istrinya dan berjalan menuju kamar kakaknya.
"Udah sehat kak?" Tanya Kiran sambil menghampiri Ara. Dariel segera berdiri dan membiarkan Kiran duduk dikursinya.
"Alhamdulillah udah baikan Ran.."
"Maaf Ran ga bawa apa-apa. Habis Kay bilang tanya kakak aja kalo mau ngasih hadiah.."
"Ga usah. Ga papa kok. Kalian datang aja kakak seneng."
"Kok namanya semuanya pake Dra...dra..dra.." Komen Kay usil.
"Dra tuh Dariel Ara tahu.." Jawab kakaknya membuat Kay tertawa diikuti Kiran yang tersenyum.
"Jadi Kay nama anak pertama itu Ravindra karena mewakili Ara jadi depannya Ra. Ravin anak Dariel Ara.." Dariel menjelaskan asal-usul nama anak-anaknya.
"Oh..Jadi Davindra itu karena nama depan kak Dariel?"
"Betul Kay..."
"Cuman yang terakhir aja ga mewakili kakak sama kak Dariel."
"Sengaja. Ka itu mewakili Keyra dan Keyzra.." jawab Ara membuat Kay diam. Dia tak bisa membalasnya. Ini skakmat.
"Kakak tahu ga mudah buat kalian tapi kakak ga mau kalian sedih terus."
"Kita ga sedih kok kak. Kita seneng." Jawab Kay lagi.
"Kalo tadi Ran bilang tanya kakak pingin hadiah apa. Kakak cuman minta Ran sama Kay bahagia aja. Liat Ran senyum lagi udah kakak anggap hadiah. Ya Ran?" Ara meraih tangan Kiran. Kenan dan Jesica yang mendengar itu sedikit tersentuh.
"Iya kak.." Kiran menjawab dengan tersenyum sekarang. Kenan menghampiri mereka.
"Daddy ga mau liat Ran juga sedih. Kita rawat, kita gedein sama-sama Ravindra, Davindra, sama Karindra." Kenan merangkul pelan pundak menantunya yang masih duduk.
"It's oke Ran. Masa-masa sedih sekarang udah kita lewatin. Mulai hari ini Ran harus sambut hari baru yang lebih bahagia." Tambah Kenan menyemangati.
"Iya Daddy. Ran udah ga sedih lagi kok." Jawab Kiran meyakinkan.
"Kecuali kalo sedih gara-gara Kay macem-macem bilang Daddy aja. Daddy ga kasih ampun nanti dia Ran.."
"Engga kok dad, Kay baik, lagi sholeh banget sekarang.." Ucap Kiran entah memuji entah meledek yang jelas komentarnya membuat Kay tersenyum.
"Sering bacain ayat kursi aja Ran.." Ara sudah mulai meledek lagi Kay.
"Enak aja. Kakak tuh perbanyak istighfar..."
"Mulai deh tom and Jerry. Lagi moment begini masih aja sempat-sempatnya berantem."
"Dad...40 harian nanti, dirumah Ran sama Kay aja ya.."
"Rumah?" Kenan gak mengerti ucapan Kiran.
"Iya dad. Aku bangun rumah di komplek Ran. Dari sebulan yang lalu udah jadi cuman baru dikasih tahunya kemarin-kemarin Dad. Hadiah buat Ran.."
"Ya ampun....seurius kamu Kay?" Jesica tak percaya. Saking tak percayanya dia langsung menghampiri anaknya.
"Seurius mom. Aku pingin bener-bener ngerasain menikah itu gimana, tinggal berdua."
"Nanti Daddy gantiin uangnya."
"Jangan dad, biarin aja. Aku ga ngutang kok. Semuanya pake uang hasil kerja aku."
"Ih...gemes. Udah beneran dewasa ya sekarang.." Jesica mencubit pipi anaknya dan menciumnya. Jay yang duduk disofa kini memandanginya sambil berpikir. Ya...Kay memang lebih dewasa sekarang. Kalo dipikir-pikir Kay sudah memiliki segalanya di usia muda. Dia punya usaha dari uangnya tanpa harus bergantung pada ayahnya yang bisa memberikannya pekerjaan apapun. Dia punya istri yang cantik dan setia, ditambah sekarang dia punya rumah yang dia bangun juga dari hasil kerja kerasnya. Sementara Jay. Dia...dia masih bergantung pada Kenan dan Jesica. Yang lebih membuat Jay malu hampir disemua hal dia begitu. Sepertinya Jay jadi berpikir dua kali untuk melamar Tiara apalagi menikahinya. Jay belum bisa bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
***To Be Continue