Ara tertidur di sofa begitupun Dariel yang ada disampingnya ikut tertidur. Sejak semalam Ara dibuat tak menentu. Ingin tidur tapi tak bisa. Tidak tidur tapi dia lelah. Dia terus mengeluh sakit tapi rasa itu kemudian menghilang begitu saja. Setelah menjelang subuh barulah dia merasa nyaman untuk tidur itupun dia lakukan diatas sofanya dibanding di atas tempat tidur. Dariel yang terbangun mencari selimut lalu menutupi badan Ara. Udara subuh biasanya membuat Ara kedinginan. Dariel bergegas ke kamar mandi bukan untuk mandi tapi mencuci muka dan menggosok giginya. Sebenarnya dia ingin mandi tapi...dia takut Ara memanggilnya sementara dia diatas tak mendengar. Kini rasa ngantuknya sudah hilang atau mungkin Dariel menahan-nahannya. Dariel mengirim pesan pada Kenan dan pak Stefan mengenai kondisi Ara entah orang tua dan mertuanya itu membacanya atau tidak yang jelas dia sudah memberitahu apa yang terjadi pada Ara sekarang dirumahnya. Dia curiga Ara akan melahirkan walaupun rasanya masih ada waktu satu bulan menjelang persalinan normal.
"Kok udah bangun lagi sayang?" Dariel melihat Ara duduk tegak sambil memegangi perutnya.
"Sakit..."
"Lagi?udah deh mending ke rumah sakit aja."
"Duh..ga bisa..."
"Kenapa ga bisa?"
"Mereka tuh pasti suruh aku operasi bang.." Ucap Ara dengan suara lemah. Rupanya sejak tadi dia tak mau kerumah sakit karena takut dokter melakukan operasi ceasar padanya. Ara sendiri ingin memilih melakukan persalinan normal ketimbang operasi. Dia ingin merasakan rasanya sensasi melahirkan normal karena siapa tahu hanya melalui kehamilan ini dia diberi kesempatan untuk melalui fase itu.
"Kalau itu yang terbaik, kenapa engga sayang?. Kita periksain aja dulu. Abang takut kenapa-kenapa ini...." Dariel sudah berada dihadapan Aram Dia berlutut disana. Memegangi perut istrinya.
"Sakitnya tuh hilang timbul hilang timbul bang.." Ara meletakkan kepalanya di pundak Dariel. Tarikan nafasnya terdengar begitu jelas.
"Yang...mending di rumah sakit aja. Jadi kalo ada apa-apa tuh cepet ditangani gitu. Kalo disini cuman ada Abang sama nanti paling ada bi diah."
"Aku pingin disini aja.."
"Mau melahirkan dirumah?atau gimana maksud kamu?Abang panggilin bidan.." Ucap Dariel namun Ara tak menjawab. Dia lebih memilih mencoba berdiri. Dariel membantunya.
"Kamu mau gimana sih sayang?" Tanya Dariel lagi sambil memegangi badan Ara sementara istrinya masih saja keras kepala dan bersandar menyamping didada Dariel.
"Aku...pingin gini aja..."
"Ya udah kita tunggu sampe siang ya. Kamu masih gini Abang bawa paksa.." Ancam Dariel yang begitu ingin membawa Ara langsung kerumah sakit detik ini juga. Tidak lama suara mobil masuk terdengar. Sepertinya seseorang datang dan Dariel tebak itu mertuanya. Kenan memang paling siap dalam keadaan apapun. Benar saja tidak lama suara pintu terbuka terdengar kemudian menampakkan wajah khawatir Kenan dan Jesica.
"Kak...kakak kenapa sayang?" Kenan segera menghampiri anaknya yang berada dalam dekapan suaminya begitupun Jesica. Tidak ada Kris disana mungkin Kris ditemani Jay dirumah.
"Perutnya sakit dad, udah dari tadi malem begini sampe susah tidur."
"Ya udah kerumah sakit aja."
"Ara nya ga mau dad. Udah Dariel paksain tadi."
"Kak, periksain dulu yuk daripada gini sakit." Bujuk Jesica.
"Sakitnya nanti hilang kok mom. Ini mungkin karena aku kecapean aja.."
"Ya udah nunggu dirumah sakit aja sayang."
"Ga mau.." Ara menolak ajakan ibunya sama seperti ajakan Dariel tadi.
"Dariel udah bilang nunggu sampe siang ini, kalo masih kaya gini kita bawa paksa aja mom.." Dariel kesal dengan penolakan Ara sedari tadi. Kini kedua orang tuanya itu duduk sambil melihat tingkah Ara yang kadang mengeluh sakit kadang diam lagi. Ara juga sesekali duduk dan sesekali lagi ingin berdiri sambil berjalan-jalan kecil di sekitar ruang tamunya. Jesica pikir Ara sedang mengalami pembukaan. Cukup lama mereka menunggu sampai membuat Ara meneteskan air matanya. Tampaknya rasa sakit kali ini tidak hilang tapi justru bertambah. Dariel yang merasakan perubahan pada tingkah istrinya segera mengambil keputusan.
"Abang masukin barang-barang ke mobil dulu ya.."
"Jangan kemana-mana."
"Kamu sakit Ra.." Dariel gemas dengan sifat keras kepala Ara. Nadanya sedikit keras sekarang.
"Sini sama Daddy.." Kenan meraih tangan Ara dan membiarkan Dariel pergi. Anak manjanya itu memang harus dipaksa.
"Kak...sakit sayang. Ini kakak sakit. Kalo dibiarin nanti kasian bayinya. kasian kakaknya. Ke rumah sakit aja ya.." Bujuk Kenan lagi tapi Ara malah menangis kecil. Jesica ikut mendekat dan berdiri dibelakangnya.
"Ini bayinya kayanya pingin keluar sayang.." Jesica mengelus pelan rambut Ara.
"Do..dokter bilang....masih ada waktu..sebulan mom.."
"Yang namanya lahiran ga bisa diprediksi tepat sayang, bisa lebih cepet dari perkiraannya. Kita ke rumah sakit aja ya..."
"Aku...ga mau dioperasi mommy..." Ara dengan sedih sambil menahan sakitnya. Jesica semakin mendekat mengusap air matanya.
"Sayang...kita ikutin bayinya pingin keluar pake cara apa dan gimana. Mau normal pasti dikasih jalannya. Kalopun dioperasi berarti emang udah harus cara itu yang dilakuin buat ngeluarin bayinya. Sekarang kakak kaya gini ga khawatir sama bayinya?belajar dong kak dari Ran.." Ucap Jesica membuat Ara diam tapi dia malah menangis. Kini peganganya semakin lama semakin kencang padahal lututnya terlihat lemas bahkan tak kuat menahan bobot badannya sendiri.
"Tuh...kakak sakit sayang. Yuk ke rumah sakit aja. Di operasi juga ga papa. Ada Dariel, ada Daddy, ada mommy. Daddy..ga mau liat kakak nahan-nahan sakit gini. Udah ya dramanya, mau Daddy gendong?" Kenan terus membujuk juga. Dariel datang lagi dan memberi kode bahwa semuanya sudah siap.
"Ga papa sayang. Semuanya baik-baik aja.. Mommy ga tega liat kakak gini. Mommy juga tahu rasanya gimana apalagi Ini kakak sampe nangis-nangis, berarti kakak sakit ya, cape sayang. Udah kita pergi aja.." Jesica mengelus pelan pinggang Ara yang dikeluhkan panas. Tangan Ara yang masih melingkar dipinggang Kenan kini semakin keras membuat Kenan yakin anaknya itu semakin kesakitan. Ini tak boleh dibiarkan berlama-lama.
"Pergi yuk. Pelan-pelan jalan sayang.." Ucap Kenan namun anaknya masih diam dengan tangis kecilnya.
"Kak...nurut dong sama Daddy. Nanti tambah sakit sayang. Ini kalo kakak ga jalan Daddy sama Dariel gendong ya.." Ancam Kenan membuat Ara menurut kali ini, Kenan menuntun langkah Ara dibantu oleh Jesica sementara Dariel menunggunya di dekat mobil. Jesica masuk terlebih dahulu dan menyambut anaknya begitupun Kenan yang langsung duduk disamping Ara. Dariel memegang kemudi sekarang. Dia menginjak gas menuju rumah sakit.
"Mommy...." Tiba-tiba Ara bersuara kencang. Dilihatnya cairan bening mulai keluar dan membasahi tempat Ara duduk. Ara merasakan seperti dia sedang pipis namun tak dapat dia tahan dan dia hentikan. Semua keluar begitu saja. Wah sepertinya Ara mengalami pecah ketuban.
***To be continue