Chapter 301 - MBA 2

"Ran!!!kamu...." Arbi menghentikan tangannya sendiri yang akan menampar anaknya sementara Marsha memeluk Kiran yang sepertinya menangis.

"Kok bisa sih Ran!?hah?!! ayah ijinin kamu kesana bukan buat gitu tahu ga?ampun ya kamu. Sekarang gimana?!!" Ucap Arbi yang tak menyangka anaknya bisa berbuat hal semacam itu.

"Ka...Kay ba..bakalan kesini sama keluarganya yah..." Kiran dengan takut.

"Apa sih yang ada dipikiran kalian berdua?!!ayah bener-bener ga nyangka kamu gitu Ran. Selama ini ayah jaga kehormatan kamu, kamu malah nyodorin ke orang gitu aja. Otaknya dimana?!!percuma ya kamu ayah kuliahin, yang kaya gini aja ga di pikirin." Arby dengan nada kesalnya. Dia langsung menghubungi Kenan namun belum juga ada jawaban dari panggilannya itu. Sekali lagi dia mencoba namun belum juga Kenan mengangkat.

"Berapa bulan sekarang?"

"Aku..aku belum pastiin yah.."

"Pokoknya ayah ga mau tahu, si Kay cowok brengsek itu datang kesini malam ini juga!!"

"Biar aku yang telepon.." Marsha menawarkan diri dan tak tega juga melihat anaknya dibentak seperti itu sekalipun memang dalam hal ini Kiran bersalah. Marsha menelpon Kenan lagi namun belum juga diangkat.

"Kamu lihat?!!! keluarganya aja ga mau angkat. Mau lari dari tanggung jawab!!!bodoh kamu!!"

"Yah maaf yah..." Kiran bersimpuh dikaki Arbi namun dia hanya terdiam. Kiran menangis sambil terus memohon ampun.

"Nih, diangkat, coba ngobrol." Marsha memberikan teleponnya. Arbi dan Kenan pun membicarakan mengenai masalah kehamilan Kiran.

"Bun..maafin Bun...." Kiran kini menangis dalam dekapan ibunya.

"Duh..kenapa bisa gini sih sayang?" Marsha membelai pelan rambut Kiran dengan penuh kasih sayang. Dia tak sampai hati jika harus memarahi Kiran juga.

"Maaf Bun..."

"Ya udah, udah berhenti nangisnya, mau gimana lagi, sekarang yang penting Kay tanggung jawab." Marsha mencoba meredakan tangisan ankanya. Tidak lama Arbi kembali dengan wajah yang masih berapi-api.

"Dia bakal datang malam ini, panggil papah." Perintah Arbi pada Marsha sambil memberikan Handphonenya. Kini Marsha menjauh dan segera melakukan panggilan pada ayahnya sementara Kiran masih terduduk dengan sedih. Pandangan Arbi bak macan yang menemukan mangsanya. Begitu tajam dan menusuk. Dilain tempat Kay yang hanya bisa diam kini menunggu keluarganya bersiap-siap untuk pergi. Sesekali dia melamun dan menendang-nendang batu yang ada di halaman depan rumahnya. Dia sudah mengecewakan kedua orang tuanya. Jelas hal itu terlihat jelas diraut wajah mereka terutama Kenan yang tak henti memasang tatapan marahnya. Setelah semua siap mereka kini mulai berangkat menuju rumah Kiran.

"Suruh kakak sama Jay pulang."

"Iya Mas.." Jesica menurut sementara Kay duduk dikursi depan hanya bisa meratapi dirinya sendiri. Dia sudah siap dengan ocehan Ara nanti atau pertanyaan Jay yang membingungkan. Ini adalah resiko yang harus dia tanggung akibat perbuatannya. Tak ada jalan lain untuk kembali. Sesekali Kay melihat kelayar handphonenya namun tak ada balasan Kiran atas semua pesannya. Mungkin perasaannya juga sama sekarang seperti Kay. Dia harus cepat datang, dia tak mau membuat Kiran menunggu dan menghadapi Arbi seorang diri.

***

Para pria dewasa kini sedang berbicara dengan seurius sementara Kiran ditemani Marsha dan Jesica hanya bisa diam dan menangis di ruangan yang lain. Kay sendiri kini duduk dengan tegang menghadap Arbi yang sudah menatapnya tajam sejak tadi.

"Ga tahu deh kehabisan kata-kata saya." Arbi menghela nafasnya dengan cukup panjang seolah menunjukkan kepasrahan mengenai nasib anaknya. Ingin marah tapi itu hanya akan akan membuang-buang semua tenaganya. Ingin diam tapi dia tak bisa karena dia juga ingin meluapkan kekesalannya.

"Udah, ini udah kejadian. Mau nyesel ya telat. Ini cucu saya mau kok tanggung jawab. Mau dinikahin malam ini pun ya ayo…"

"Iya bi, udah sekarang mikirnya kedepannya aja, yang namanya wanita hamil semakin hari ya semakin keliatan ga bisa disembunyiin lagi." ayah Marsha seolah mendukung semua perkataan sahabatnya.

"Pokoknya Arbi sama Marsha jangan khawatir. Sejak anak itu ada dikandungan Kiran saya yang jamin masa depannya. Ibunya maupun anaknya." Kenan sambil melihat mata Arbi yang berapi-api. Dia jelas masih menyimpan kemarahan yang begitu mendalam pada Kay. Padahal jelas-jelas ini bukan kasus pemerkosaan tetapi dalam pikirannya Kay patut disalahkan. Mungkin karena bujukan manis Kay, Kiran mau tidur dengannya.

"Ya udah nikahnya mau gimana?"

"Kalo saya gimana Kiran aja. Kiran maunya gimana. Kita ikutin, semua biaya saya yang tanggung." Jawab Kenan dengan jelas.

"Ini harus cepet-cepet aja dinikahinnya." Ucap Dani yang sepertinya memiliki kekhawatiran sendiri terhadap kejadian ini.

"Iya om, pasti. Kalo udah Kiran bilang gimana, Ken pasti cepet-cepet cari."

"Kay denger ga yang dibilang keluarganya Kiran?"

"Denger opa."

"Kamu cepet-cepet diskusiin sama Kiran, paling lambat besok kasih tahu Daddy Kay,"

"Iya opa." Kay menurut lagi.

"Ya udah sana, temuin Kirannya."

"Iya opa." Kay beranjak berdiri dan meninggalkan bapak-bapak yang kembali melanjutkan perbincangan sengitnya.

"Udah, bapak-bapak jangan saling berantem. Kasian juga anaknya, lagi kondisi kaya gini yang bisa dilakuin ya jalanin aja, kasih semangat. Mau mundur udah ga bisa. Anaknya juga saling suka kok. Kita doain aja mudah-mudahan kedepannya rumah tangga mereka langgeng, adem, ga ada ribut-ribut. Hal kaya gini enaknya diselesaikan secara kekeluargaan aja." Dani kini memberikan wejangan pada Kenan dan Arbi yang terlihat masih memanas. Yang satu masih tak terima yang satu masih kesal dengan kelakukan sang anak. Dilain tempat Jesica mencoba menenangkan Kiran sementara Kris digendong oleh mertuanya. Kay yang datang hanya bisa duduk di kursi yang lain sambil memandangi kekasihnya yang terlihat begitu sedih.

"Udah-udah. Kalo Ran nangis terus kasian bayinya. Udah ke dokter belum?"

"Be…lum tante."

"Besok ke dokter. Tante sama Kay anterin."

"Aku ikut ka.." Marsha sambil memberikan minuman untuk anaknya.

"Iya boleh sha, biar aku yang jemput."

"Sekarang yang dipikirin kedepannya aja. Ini buat pelajaran aja. Besok-besok punya anak hindarin yang kaya gini ya."

"Iya tante, ma..af.."

"Iya-iya udah."

"Nih minum dulu Ran." Sang ibu memberikan segelas air putih.

"Ya udah kita ke depan. Coba kalian obrolin dulu." Jesica sepertinya tahu maksud kedatangan Kay,

"Oma…kakak Lan nangis." Krisan hanya bisa menatap kejadian didepannya dan setelahnya sang oma pergi bersama Jesica dan Marsha. Kay mendekatinya. Berlutut dihadapan Kiran, memegangi tangannya sambil sesekali mengelus pelan rambut Kiran yang panjang.

"Udah, semuanya udah selesai. Aku udah bilang sama ayah buat nikahin kamu. Nangisnya berhenti dong…" Ucapan Kay masih disambut diam oleh Kiran.

"Aku pingin wujudin pernikahan yang kamu mau. Jadi…kita harus ngomongin ini, mereka kasih waktu kita cuman sampai besok." Kay lalu menghapus semua air mata yang membasahi pipi calon istrinya itu. Kiran kini merespon dengan mengangguk.

****To be continue