Jay turun dari kamarnya setelah selesai mandi. Dia baru saja sampai siang tadi di Jogja namun perasannya tak sabar untuk bertemu dengan seseorang yang sangat dia rindukan. Sebenernya Tiara belum tahu jika kekasihnya itu sudah berada di Jogja yang Tiara tahu Jay akan berangkat hari ini.
"Udah wangi aja, mau kemana sayang?"
"Aku mau kerumah Tiara."
"Baru juga sampe bang.."
"Dad...aku mau bikin surprise.."
"Duh dari kemarin suprise terus, Iya-iya yang lagi kasmaran, jangan lupa beli bunga Bang biar makin kesemsem." Kenan mendukung anaknya.
"Aku pergi ya mommy, daddy."
"Ga akan makan dulu sayang?"
"Aku nanti juga makan."
"Oh...Daddy tahu, mau ngajak dinner ya?"
"Ah..Daddy nebak terus."
"Jangan heran, Daddy sama Kay satu komplotan otaknya jadi begini nih bang.." Sindir Jesica.
"Semua barang udah dibawa?ga ada yang ketinggalan?"
"Ga ada Dad.."
"Kasih tahu Daddy hasilnya gimana."
"Iya dad.."
"Palingan Dena telepon aku nanti Mas."
"Ya udah aku pergi ya.."
"Jangan terlalu malem pulangnya bang."
"Iya mommy, bye..." Jay pergi meninggalkan orang tuanya.
"Mas..awas kebablasan loh Jay.."
"Dia ga akan berani macem-macem sayang, lagian ceweknya aja kita kenal, anaknya bang Fahri. Inget ga dulu Dena minder gara-gara ibadahnya bang Fahri pasti dia ajarin juga sama anaknya. Udah tenang aja.."
"Kemarin-kemarin kata dokter perkembangan Jay bagus kok."
"Tuh kan Tiara bawa semangat buat Jay."
"Ah ga tahulah pacaran anak muda jaman sekarang."
"Daripada mikirin Jay mending kita pacaran juga mumpung Kris bobo.." Kenan menggeser duduknya untuk mendekati sang istri. Dia kini menciumi pipi, leher dan pundak Jesica.
"Mas..nanti bi Tini lewat loh, ini bukan dirumah."
"Ini yang Mas sebel kalo punya pembantu dirumah. Ga bisa bebas."
"Kalo ga ada pembantu siapa yang ngurus ini rumah Mas."
"Iya-iya, sekarang Mas banyak diomelin ketimbang disayangnya.." Kenan meraih remote lalu berbaring diatas kursinya dengan posisi tangan menompang kepalanya.
"Perasaan Mas aja.." Jesica segera duduk disisi lain untuk menjadikan pahanya sebagai bantalan kepala suaminya. Setelah itu dia mengusap pelan rambut Kenan.
"Mobil cuman ada satu besok kita sewa lagi aja ya.."
"Ga usah, ada orang kantor kesini sayang, Mas udah bilang mau pinjem mobil."
"Mas ih itukan mobil kantor mana Mas udah ga kerja disitu."
"Ya biarin gini-gini juga Mas masih owner..."
"Aku masih kepikiran sama kakak Mas. Pasti jadi dia itu ga enak. Aku pernah ngalamin itu. Mungkin ini yang dirasain Alm. mamah dulu liat aku."
"Kakak pasti bisa, Darielkan support dia kecuali Darielnya macem-macem, ngelakuin yang aneh-aneh baru tuh makin berat buat kakak. Udah jangan terlalu dipikirin."
"Apa gara-gara aku ya Mas?jadi kakak gitu?"
"Ish...kok ngomong gitu sih?engga sayang bukan gara-gara kamu. Jangan nyalahin gitu ah Mas ga suka."
"Tapi Mas, inget ga dulu Alm. mamah susah punya aku, aku juga susah punya kakak. Itukan tan..."
"Yang...masih banyak jalan kok menuju Roma. Kalo kakak mau dia bisa ikut program kehamilan yang waktu itu kamu ambil tapikan waktu kemarin Mas tanya sama Dariel katanya mereka belum tertarik, mereka sekarang lebih santai soal itu lagian kita juga ga minta-minta cucu. Mas juga belum siap jadi kakek.." Kenan memotong pembicaraan istrinya. Dia mencoba menenangkan kekhawatiran Jesica.
"Jadi kakek kok siap ga siap."
"Orang-orang ga akan ada yang nyangka kalo Mas mau jadi kakek apalagi kamu, ini mah kakaknya Ara. " Puji Kenan pada kecantikan istrinya sambil menarik salah satu tangan Jesica dan menggenggamnya diatas dada sementara istrinya itu hanya senyum-senyum.
"Udah ya sayang jangan kaya gitu. Kita support aja kakak. Dia harus sehat, harus happy, jangan stres, jangan sedih."
"Aku seneng kakak dapet suami kaya Dariel yang mirip Mas, coba kalo macem si David, si Bisma ga tahu deh aku gimana kakak sekarang."
"Mata Mas tuh emang selalu jeli liat orang."
"Uhh..." Sorak Jesica sambil mencubit dada suaminya.
***
Bekerjasama dengan sang satpam rumah Dena, Jay berhasil masuk kehalaman depan rumah kekasihnya itu tanpa harus menekan bel. Dia menyuruh satpam untuk memanggilkan Dena. Tidak lama Dena keluar dari rumah.
"Jay, kapan sampai?"
"Sstt...Tante jangan keras-keras.."
"Oh iya maaf..." Dena kini mengecilkan suaranya.
"Aku baru sampe tadi sore Tante.."
"Kenapa-kenapa?"
"Tiara ada?"
"Ada lagi di kamarnya."
"Tante...boleh ga aku kasih kejutan buat Tiara?"
"Hm...boleh ga ya?" Canda Dena pura-pura berpikir.
"Ada siapa sih sayang?" Fahri kini ikut menyusul kedepan untuk melihat tamunya.
"Ini Bang ada Jay.."
"Eh Jay, kenapa ga masuk?"
"Sst....bang jangan kenceng-kenceng. Jay katanya mau ngasih surprise buat Tiara."
"Oh...ada tuh diatas."
"Tapi belum dibolehin om sama Tante.." Jay dengan sedih.
"Kenapa ga boleh sayang?"
"Bercanda-bercanda. Gitu aja sedih. Sana keatas tapi jangan macem-macem ya.."
"Iya Tante, engga kok aku ga macem-macem cuman satu macem."
"Apa tuh?"
"Aku mau ngasih ini aja.." Jay menunjukkan barang-barang bawaanya membuat Fahri dan Dena saling menatap.
"Ga papakan Tante, om?"
"Kamu bukan mau lamaran kan?bawa barang segini banyak?" Dena tak habis pikir.
"Aku bingung Tante harus beli apa, aku beli semua aja yang disebut di internet."
"Ampun ya kamu.." Fahri tertawa sendiri melihat tingkah Jay.
"Aku udah ijin kok Tante, om sama mommy sama Daddy."
"Emang dasar tuh mereka berdua, malah dibiarin bukan dikasih tahu, bikin repot anaknya." Dena mengomel sambil senyum-senyum.
"Ya udah masuk, bisa bawanya ga?om bantuin dulu."
"Tapi Tiara belum keluar kamar kan?"
"Ya udah Tante cek kalian bawa barangnya." Dena memberi ide. Mereka pun masuk. Terlihat Tara dan Farel sedang menonton bersama. Mereka girang melihat banyak barang, mereka sangka itu hadiah untuk keduanya. Dena segera menenangkan kedua anaknya sebelum Tiara curiga mendengar kebisingan dibawah.
"Om tinggal ya, jangan macem-macem." Fahri dengan suara kecil.
"Siap om, makasih.." Jay tersenyum lalu menata semua hadiahnya dengan rapi. Mencari posisi yang pas agar ketika Tiara keluar dia langsung melihatnya. Kini dia mengambil handphonenya dan mencari kontak bernama My favorite Girl.
- Halo..Abang udah sampe ya di Jogja makannya bisa telepon?.
Suara yang selalu Jay rindukan terdengar jelas ditelinganya.
- Iya udah, baru aja. Ini lagi nunggu jemputan.
- Kenapa sih ga telepon aku aja, nanti aku jemput.
- Masa kamu yang jemput, ga enaklah.
- Papah juga pasti ga keberatan.
- Ya udah jemput aku.
- Hah?sekarang?.
- Iya sekarang, katanya mau jemput. Aku tungguin deh. Mommy sama Daddy biar ikut jemputan rumah.
- Abang seurius nungguinkan?
- Iya seurius.
- Ya udah aku siap-siap dulu.
- Jangan lama-lama.
- Cuman ganti baju doang.
- Nanti telepon aku.
- Iya bang, bye..
Tiara menutup teleponnya sementara Jay menunggunya diluar. Dia duduk dengan santai dengan semua hadiahnya. Setengah jam menunggu akhirnya suara pintu terdengar dan Jay sudah siap menyambutnya.
"Aaaa....." Teriak Tiara terkejut dengan seseorang yang duduk di ruang tengah atasnya.
****To Be Continue