Chereads / I don't know you, but I Married you / Chapter 209 - Sama-sama ingin

Chapter 209 - Sama-sama ingin

WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa harap kebijaksanaan pembaca.

Kay POV

"Kasih ciuman terakhir buat aku sebelum aku pergi. Aku janji ga akan ganggu hubungan kamu sama Bayu." Aku memohon pada Kiran yang kini hanya memandangku saja. Aku tahu dia juga ingin dia hanya ragu atau dia sedang memikirkan perasaan Bayu sekarang. Aku menunggu jawabannya cukup lama namun dia masih terlihat berpikir. Apa mungkin...dia tak mau makannya tak ada balasan apapun dari Kiran.

"Oke, aku ga maksa..." Aku menurunkan tanganku melepaskannya. Aku tak ingin Kiran harus berkhianat hanya karena keinginanku. Kiran wanita yang baik hanya aku yang jahat, yang tega menggoda kekasih orang dan dengan kurang ajar meminta sebuah ciuman. Aku berjalan mundur perlahan takut-takut sebenarnya Kiran kurang nyaman dengan perlakuanku sejak tadi namun siapa sangka baru satu langkah aku mundur Kiran malah menarikku lalu menciumku. Mencium bibirku. Apa ini benar?apa Kiran mau?. Bukan hanya ciuman aku merasakan tangannya yang mulai beranjak naik kebahuku hingga berhasil melingkar disekitar leherku. Aku tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku segera meraih pinggangnya untuk aku tarik dalam dekapanku. Akhirnya setelah sekian lama aku membayangkannya. Aku kembali mencium bibir manis kesukaanku. Bibir merah yang selalu aku perhatikan setiap kali dia berbicara. Bibir kami yang menyatu saling bersahutan. Aku menciumnya dengan lembut dan tak aku biarkan dia terlepas dengan mudah. Sambil menciumnya aku menggiring Ran ke arah meja kerjaku dengan pelan takut kalau kakinya tergores lagi setelah itu aku membantunya duduk disana tanpa melepaskan tautanku. Mendekapnya lagi dalam pelukan hangat yang sudah ingin aku lakukan dari dulu. Lidahku ikut bermain bermain disana dan Ran meladeni French Kiss yang aku lakukan. Dia tahu aku suka itu. Cukup lama dalam ciuman panas itu aku menjauhkan bibir kami, mencoba memberikan oksigen pada Ran agar dia bernafas dulu, aku tak akan melepaskannya begitu saja. Mataku yang terpejam aku buka perlahan dan dapat aku liat bibir merah Ran yang membengkak akibat ciumanku. Deru nafasnya masih aku denger dengan jelas.

"Itu cukup?" Mata Ran masih tertunduk kebawah. Dahi kami masih menempel satu sama lain.

"Kalo kamu nanya kaya gitu aku jawab engga."

"Kay...aku bener-bener ga bisa, aku..."

"Aku ngerti, aku ga maksa apapun." Aku mulai menjauhkan wajahku lalu menatapnya.

"Kamu tahu alasan aku pergi?supaya aku ga liat kamu sama cowok lain. Aku ga suka." Pengakuanku membuat Ran diam tapi dia yang masih duduk kini memelukku, tangannya meraih kalung kesayanganku yang selalu aku pakai sejak dulu bahkan saat aku masih bersama Olive.

"Putus itu ga menyenangkan tapi aku ga bisa berbuat apa-apa."

"Ini tentang orang tua kamu?" Aku membuat Ran mengangguk saja kali ini.

"Kenapa ga kita coba bilang sama mereka dan kasih pengertian pelan-pelan."

"Kamu bilang, kamu ga akan ganggu hubungan aku sama Bayu."

"Ganggu yang aku maksud semacam ngedatengin dia, lalu kasih peringatan, atau mukul dia."

"Ish..." Ran memukul dadaku sebentar.

"Kalo kamu mukul gini berarti kamu sayang Bayu."

"Aku lebih sayang kamu dibanding dia." Ran membuat pengakuan yang membuatku senang. Jadi selama ini dia memikirkanku juga?.

"Berapa lama kamu di Australia?"

"4 Tahun....Kenapa?"

"Ga papa."

"Apa itu waktu yang cukup buat kamu mutusin Bayu?" Candanku membuat dia menatap tajam ke arahku.

"Kenapa?kamu mau marah aku bilang gitu?gimana kalo sekarang aku bener-bener pingin kamu putus dari dia. Apa bisa?"

"Aku ga bisa..." Ran kembali menyandarkan kepalanya di dadaku lagi.

"Kenapa?"

"Putus itu ga segampang itu Kay.."

"Iya aku tahu." Aku mengingat hubunganku dengan Olive. Keheningan kini ada diantara kita. Aku meraih tangannya memainkan jemarinya seakan ini baru pertama kali aku lakukan lalu mengarahkan tangannya ke bibirku.

"Setelah keluar dari pintu itu kita ga akan bisa kaya gini lagikan?harusnya aku bilang makasih sama kedua orang tadi ketimbang nyuruh mereka bayar di meja kasir." Perkataanku membuat Ran sedih sekaligus tertawa kecil.

"Aku bisa pura-pura luka lagi dan datang kesini."

"Aku bisa obatin kamu lagi terus minta cium lagi."

"Udah ah aku harus temuin temen-temen aku, kasian mereka nunggu aku lama." Ran mencoba turun dan aku membantunya. Dia berdiri dihadapanku sebentar lalu menghapus bekas lipstiknya dari bibirku.

"Biarin aja." Aku segera menarik tangannya.

"Malu Kay.."

"Aku ga malu."

"Kamu tuh dari dulu ga pernah berubah. Ga tahu malu." Kiran mengambil tisu diatas meja kerjaku lalu mengaca dengan Handphonenya.

"Kamu juga ga pernah berubah sukanya ngomel terus." Aku memperhatikan gerak-geriknya. Sikapnya memang tak banyak berubah tapi kecantikannya semakin hari semakin berubah. Aku sampai dibuat takjub oleh dirinya saat ini. Tenyata tuhan itu memang sang pencipta yang tak perlu diragukan lagi keahliannya. Ciptaanya benar-benar indah.

"Sering-sering main kesini dong tapi jangan sama Bayu.."

"Kenapa?"

"Aku ga suka. Nanti semua pesanan kamu aku gratisin. Biar masuk bill aku."

"Aku ga janji, dia juga bakalan curiga kalo aku kesini mulu."

"Ya udah kita ketemuan ditempat lain."

"Kay kamu udah janji tadi.."

"Apa salahnya jalan sama temen?aku bilang ganggu versi aku sama kamu itu beda." Aku mulai mendekati Kiran lagi mengurungnya dengan kedua tanganku disisi kanan dan kiri sementara dia sudah tersudut di ujung tembok.

"Aku harus keluar Kay.."

"Iyain dulu permintaan aku baru kamu boleh keluar."

"Soal apa?"

"Yang tadi."

"Kay ini tuh ga baik buat kita. Ngapain kita kaya gini kalo ujung-ujungnya bakalan pisah juga."

"Kamu yang ninggalin aku bukan aku."

"Oke kamu mau bahas-bahas ini lagi?"

"Engga sayang, Jangan marah. Aku cuman pingin kamu mikirin aku sebentar....aja."

"Karena aku mikirin kamu makannya aku gitu.."

"Oke. Kita bahas ini pelan-pelan. Masalah utamanya karena orang tua kita. Aku udah ngomong sama Daddy dan dia ga papa. Dia tahu masalah kita dia mau bantuin aku ngejelasin ke ayah kamu kalo dia masih salah paham sama hubungan Daddy dan Tante Marsha."

"Aku takut malah nimbulin masalah baru."

"Engga, aku yakin bapak-bapak itu pasti bisa ngerti kalo udah saling ngobrol."

"Kamu itu emang peramal apa bisa tahu kedepan gimana?"

"Aku emag bukan peramal tapi apa salahnya sih dicobain?" Aku dengan tegas namun Kiran malah memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Oke kamu ga mau." Aku menyadari bahwa aku terlalu memaksanya jadi aku putuskan untuk mundur. Suara ketukan membuat aku semakin menjauh dari Kiran dan membuka pintu.

"Maaf bos ganggu, temen-temennya tamu bos nanyain tadi."

"Temen-temen kamu nanyain tuh..." Aku masih berdiri diujung pintu. Kiran langsung berjalan ke arahku.

"Oke makasih infonya, bentar lagi aku kesana kok." Kiran dengan senyuman manisnya lalu segera menutup pintu itu kembali. Matanya menatapku seolah aku adalah mangsanya.

"Kay...." Dia memanggilku dengan suara pelan.

***To be continue