Chereads / I don't know you, but I Married you / Chapter 87 - Panggilan Baru

Chapter 87 - Panggilan Baru

Tak disangka Dariel sampai terlebih dahulu sebelum Ara padahal sebelumnya Ara pergi duluan.

"Kenapa lama?"

"Isi bensin dulu tadi."

"Nih menunya.." Dariel memberikan menu dan setelahnya memesan makanan. Sambil menunggu makanannya dengan romantis Dariel meraih tangan Ara yang berada di meja.

"Maaf ya..."

"Ngapain sih kamu gitu segala? kenapa ga ngomong aja coba."

"Namanya juga orang bingung, Chandra tuh udah tahu aku suka kamu jadi dia ingetin aku."

"Ingetin apa?"

"Ya jaga jarak.."

"Kok gitu sih dia?"

"Jangan salah paham dulu." Dariel sambil mengusap-ngusap halus tangan kekasihnya.

"Dia cuman ga mau ganggu kerjaan kita aja."

"Ya tapi kan ga harus jadi jauhin aku."

"Iya kan akunya udah pake perasaan aku kan ga tahu kamu gimana."

"Aku ga suka ya Chandra gitu-gitu lagi."

"Iya mungkin Chandra ga enak aja Ra, dia kan tahu dulu aku gimana. Kamu ga akan apa-apain dia kan?dia kerjanya bagus kok."

"Iya engga."

"Ya udah jangan marah gitu."

"Sebel aja dengernya."

"Iya maaf, aku duduk disitu ya." Dariel berdiri dan duduk disamping Ara bertepatan dengan makanan mereka datang.

"Kamu makan apa sih kok kaya yang enak."

"Nasi kari mau?" Dariel mengambil nasi beserta katsu lalu menyuapi Ara membuat Ara senyum-senyum sambil memakannya.

"Ehm...enak..."

"Mau ini?"

"Engga, nanti ini sayang ga ada yang makan."

"Ya udah sini aku yang makan, kamu yang ini." Dariel segera menukar piring mereka.

"Kamu tuh emang selalu peka." Ara tak sabar menyantap makanannya kali ini.

"Sekarang aku tanya kenapa WA aku ga kamu bales?"

"Sengaja. Biar kamu rasain gimana rasanya dicuekin. Ga enakkan?"

"Oh jadi balas dendam. Jadi WA sama telepon aku sengaja ga kamu bales?"

"Kalo telepon aku ga tahu, HP aku rusak kecemplung di kolam gara-gara si Kay. Jadi kamu nyariin?"

"Iyalah, aku udah ngomong kaya gitu kamu malah pergi gitu aja. Aku tuh bingung, apa aku salah?atau kamu ga suka."

"Aku lagi jailin kamu aja.."

"Ih nyebelin ya..." Dariel kesal tapi senyum-senyum.

"Aku pingin cerita sama kamu tentang keluarga aku. Bapak bilang kalo aku mau deketin kamu aku harus tanya apa kamu nerima kondisi keluarga aku."

"Bapak?kamu bilang keluarga kamu udah ga ada."

"Pak Stefan.."

"Oh iya aku tahu, Kenapa sih?kayanya seurius banget."

"Kamu jangan kaget dan kalo setelah denger cerita ini kamu berubah pikiran buat sama aku. Aku terima."

"Kok gitu sih?baru juga hari pertama."

"Ini masalah seurius Ra.."

"Ya udah cerita jangan bikin penasaran."

"Keluarga aku ga ada tuh bukan karena mereka meninggal tapi mereka ninggalin aku." Dariel memulai cerita dengan perlahan sambil sesekali mengunyah.

"Ninggalin kamu?kok gitu?"

"Dari kecil tuh aku ga pernah diperlakukan baik sama keluarga aku mau ayah aku, ibu aku, adik-adik aku, mereka kaya punya dunia sendiri. Pertama ayah aku ga bolehin aku panggil dia ayah, kedua ibu aku ga pernah ngomong sama aku, ketiga adik-adik aku ga pernah mengganggap aku kakaknya."

"Kok jahat banget sih.."

"Aku bukan anak kandung ayah aku, jadi ibu aku hamil sama orang lain yang jelas-jelas bukan suaminya dan lahirlah aku. Bapak ga terima tapi masih ngasih kesempatan buat ibu aku dengan syarat ibu harus ninggalin aku. Waktu itu ibu aku mungkin ga sampe hati makannya dia minta supaya aku boleh tinggal disitu dibanding nelantarin aku tapi dia ga tahu kalo aku bakalan diperlakukan kaya gitu."

"Tapi kata kamu ibu kamu ga pernah ngomong."

"Iya ibu aku ga pernah ngomong apapun, aku rasa dia takut kalo ngomong bapak bakalan kasar atau ngusir aku sementara aku masih sekolah waktu itu."

"Terus siapa ayah kamu?" Ara semakin penasaran dengan kisah Dariel.

"Aku ga tahu Ra, sampe sekarang aku ga tau. Aku tahu aku bukan anak ayah aku aja dari kakek. Dia orang yang satu-satunya baik sama aku."

"Terus adik-adik kamu?"

"Aku punya adik dua, Jian sama Nayla tapi Nayla sepertinya adik yang paling baik. Sebelum mereka pergi Nayla ngasih tabungannya ke aku. Kalo aku ketemu dia aku pingin bales yang dia kasih ke aku."

"Mereka pergi kemana?"

"Aku ga tahu. Mereka pergi gitu aja bahkan jual rumah yang kita tempatin, waktu itu aku ga tahu harus kemana. Aku masih SMA dan aku ketemulah sama Pak Stefan. Dia orang yang beli rumah aku, aku ceritain kalo aku ditinggal keluarga aku dan butuh kerjaan untuk nerusin sekolah aku. Awalnya aku disuruh bantu di toko milik dia tapi setelah lulus SMA dia masukin aku di Seazon Company dan sejak aku kerja aku bisa lanjut kuliah, bikin rumah, beli mobil. Pokoknya semuanya berkat Pak Stefan, Tante Vani sama Serena. Cuman mereka keluarga aku."

"Ya ampun kok sedih banget." Ara mengambil tisu untuk menyeka matanya yang mulai berkaca-kaca. Sekarang Dariel mengarahkan duduknya menghadap Ara.

"Aku tuh ga kaya orang lain Ra, aku ga pernah bisa ngajak kamu kenalan sama orang tua aku, Tante, om, kakek, nenek. Aku tuh ga pernah punya dan ngerasain kaya gitu. Aku takut kamu ga nerima kondisi aku. Keluarga kamu kan orang terpandang kalo cari calon harus bagus bibit, bobot, bebet nya sementara aku ga jelas. Itu yang aku pikirin selama ini kalo aku sama kamu."

"Aku ga papa. Aku cuman butuh pasangan yang baik, ngertiin aku dan sayang sama keluarga aku. Orang tua aku ga kaya gitu kok mikirnya kalo aku jelasin pasti mereka paham."

"Gimana kalo mereka engga paham?aku ga mau hubungan keluarga kamu rusak cuman gara-gara aku."

"Kamu tuh orangnya pesimis terus, berpikir positif kenapa sih?cobain aja dulu." Ara membuat Dariel masih berpikir.

"Jangan dalam waktu dekat ini ya, aku belum siap Ra dan sebenernya aku ga suka bahas-bahas tentang keluarga aku kaya gini cuman bapak bilang kamu harus tahu."

"Iya, aku bakalan nunggu sampai kamu siap."

"Makasih.." Dariel mencium punggung tangan Ara yang ada digenggamannya.

"Malu diliatin.." Ara segera membenarkan posisi duduknya.

"Diliatin siapa?"

"Ya orang-oranglah Riel.."

"Kaya mereka ga pernah pacaran aja."

"Tapi kamu hebat bisa tahan dengan kehidupan kaya gitu."

"Aku tuh ga akan pernah bertahan kalo ga ada keluarga Pak Stefan dan satu lagi kenapa aku deket sama Chandra karena dia juga salah satu orang yang bantuin aku pas jamannya aku susah. Kamu jangan benci dia ya sayang.."

"Sayang?" Ara melebarkan senyumannya.

"Mulai sekarang aku manggil kamu sayang tapi...setelah jam 5."

"Kenapa setelah jam 5?"

"Karena kalo pagi kamu atasan aku jadi harus sopan."

"Iya pak.." Sindir Ara membuat Dariel senyum sendiri.

****To be continue