Chapter 74 - Pacaran

"Ini emang cukup?" Jay mengangkat makanan yang dibawanya.

"Cukuplah, emang keluarga aku makan segimana banyaknya?" Tiara mulai membuka pintu pagar.

"Assalamualaikum.." Tiara membuka pintu.

"Masih pagi udah pulang aja." Sindir Dena melihat jam masih pukul 8 malam.

"Kan besok dilanjut." Balas Tiara.

"Eh ada Jay, sering-sering main ke Jogja nih kayanya."

"Malem om.." Jay menyalami kedua orang tua Tiara.

"Nih Jay bawa oleh-oleh." Tiara menyerahkan kantong plastik.

"Apa nih?ga usah repot-repot Jay.."

"Katanya Tante lagi ngidam martabak."

"Ih..baik banget calon mantu." Canda Dena sambil menerima kantong palstik yang dibawa Tiara. Dena memang sedang hamil lagi 4 bulan sehingga membuat Tara sedikit manja karena takut kehilangan kasih sayang ibunya.

"Mommy sama Daddy mana Jay?"

"Lagi makan malem tan, katanya mau ngerayain Wedding anniversary."

"Wih...romantis juga Ken."

"Ya udah kalian ngobrol-ngobrol aja duluan, Tante sama om ke dalam ya. Tiara bawain Jay minum."

"Iya pah. Bentar ya.." Tiara ikut masuk sementara Jay diruang tamu duduk dengan manis menunggu Tiara.

"Ini cukup ga?" Tiara membawa air putih dan es jeruk.

"Air putih juga cukup kok. Ini ga dingin kan?nanti perut aku buncit lagi."

"Iya-iya yang kaya oppa." Tiara sambil tertawa.

"Ini juga buat kamu."

"Besok temen aku ulang tahun, kamu datang ya."

"Kan kamu yang di undang."

"Ya kan kamu pacar aku, aku pingin ajak kamu."

"Ya udah iya."

"Tapi pake tema."

"Apa?"

"Tema pantai gitu."

"Aku harus beli baju dulu dong, mana harus dicuci lagi."

"Ga usah, pake aja celana pendek."

"Emang ga papa ke acara pake celana pendek?"

"Ya kan sesuai tema sayang.."

"Ya udah iya, nanti aku cari celana pendek sama kaos atau kemeja?"

"Kemeja pendek aja ada ga?"

"Nanti aku cari dulu."

"Coba liat kaki kamu yang dijait."

"Ga bisa, aku pake celana panjang, besok aja ya."

"Ga panjang kan?"

"Engga, pendek kok bekasnya."

"Sini tangan kamu."

"Tangan?"

"Iya tangan kanan kamu mana."

"Mau apa?"

"Ga akan aku apa-apain." Jay membenarkan posisinya. Kini dia berhadapan dengan Tiara. Sebelah kakinya dia lipat diatas sofa agar duduknya nyaman sementara Tiara yang berada diujung sofa melipat kedua kakinya.

"Aku beli ini udah dari awal pas kita mau kencan tapi gagal terus setiap mau ketemu." Jay mengaitkan sebuah gelang dipergelangan tangan Tiara.

"Kok beli ini segala sih."

"Supaya kamu inget aku. Ini hadiah dan ga boleh ditolak." Jay kini menggenggam tangan Tiara tadi dengan kedua tangannya.

"Iya makasih." Tiara mengecup sebentar bibir Jay membuat dia kini terdiam atau terkejut tepatnya. Jay menatap mata Tiara yang tersenyum saat ini.

"Apa ini rasanya ciuman?" Jay dalam hati merasa senang dengan hadiah yang dia dapatkan dari Tiara dan teringat perkataan Kay. Mata mereka bertemu dan entah kenapa kini Tiara malah melingkarkan tangannya di leher Jay seolah menarik di untuk menciumnya. Jay masih bingung. Dia memang melihat video itu sampe akhir dulu tapi entah kenapa dia malah kaku sekarang apalagi kini Tiara benar-benar menciumnya lagi.

"Tiara..." Jay mendorong bahu Tiara.

"Aku..aku ga bisa."

"Hah?kenapa?" Tiara dengan wajah yang masih dekat.

"Ini...ini pertama buat aku." Jay kali ini membuat Tiara menundukkan kepalannya sambil tersenyum.

"Kamu marah?"

"Engga, kenapa aku harus marah?kamu tuh lucu banget sih." Tiara kini menurunkan kakinya kebawah, membenarkan posisi duduknya.

"Aku ga maksud nolak kamu kok.."

"Iya aku paham."

"Ya udah sini, kenapa jadi jauh gitu sih." Jay merangkul Tiara lagi membiarkannya bersandar didadanya sekarang.

"Emang beneran kamu belum pernah pacaran sama sekali?"

"Beneran tanya mommy kalo ga percaya."

"Kamu yakin nanti mau sekolah di Jogja?"

"Yakin lagian itu kampus favorit siapa yang ga mau sekolah disana."

"Pikiran kamu sekolah Mulu."

"Engga kok. Tiara.." Jay seurius kali ini dengan menggenggam tangan Tiara lagi.

"Iya.."

"Aku beneran seurius sama kamu. Ga ada pikiran buat putus sama sekali, bukan karena kita baru-baru pacaran jadi aku ngomong gini."

"Ka..kamu ga ngajak nikah kan?" Tiara langsung duduk dan menatap Jay.

"Aku pingin ngajak nikah tapi ga sekarang. Aku kan belum kerja kata Daddy laki-laki itu harus bertanggung jawab jangan bikin susah ceweknya."

"Pikiran kamu tuh kaya orang udah tua tau ga padahal wajah kamu kaya anak kecil."

"Jangan ngeledek ini aku lagi seurius."

"Iya, aku ini juga seurius."

"Kamu ga seurius ya sama aku?kamu masih mau main-main?"

"Bukan gitu, aku tuh ga pernah punya hubungan yang kaya gini, yang tiba-tiba cowoknya ngajak seurius. Ga ada tahu cowok yang ngomongin ini ke aku pas awal pacaran."

"Aku ikutan boxing buat kamu, aku bikin badan aku gini buat kamu."

"Aku kan ga minta."

"Iya kamu ga minta tapi aku takut, aku ga mau kalo sampe kamu suka sama orang lain makanya setiap kali kamu bilang suka ini suka itu aku pasti bakalan coba."

"Kamu tuh ga usah kaya gitu, aku pingin kamu yang biasanya kamu aja."

"Bener?nanti kamu tinggalin."

"Iya beneran, sebelum kita pacaran kita udah temenan lama aku udah tahu kamu kaya gimana jadi aku juga aneh kalo kamu tiba-tiba jadi ini jadi itu."

"Aku sedikit ga nyaman sebenernya liat foto-foto kamu sama temen cowok kamu."

"Aku ga ada apa-apa sama siapapun."

"Kita kan jauhan Ra, aku kan ga tau dia gimana ke kamu, mungkin kamu anggap biasa aja tapi siapa tahu orang itu punya perasaan."

"Ih..apaan sih mikirnya sampe gitu."

"Ya aku cuman khawatir aja."

"Ya udah ga usah khawatir aku ga akan ngapain-ngapain. Aku janji."

"Apa...aku minta kita tunangan aja?apa kamu mau Ra?"

"Ish..emang segampang itu apa?" Tiara memukul bahu Jay.

"Ya supaya orang-orang tahu aja kamu ga single."

"Ya makannya besok aku ajak kamu supaya orang-orang tahu yang mana pacar aku."

"Oh iya iya.." Jay senyum-senyum.

"Kamu yang banyak fans ceweknya harusnya aku yang khawatir kamu suka sama orang lain."

"Engga sayang, ga ada yang aku suka selain kamu."

"Apa?sayang?aku ga salah denger?"

"Katanya harus dibiasain."

"Sering-sering dong bilangnya jadi keliatan pacarannya selama ini aku tuh aneh denger kamu manggil nama aku terus kaya aku temen kamu aja."

"Aku masih canggung aja."

"Kalo kamu beneran seurius sama aku, kamu harus bilang sayang terus." Tiara mendapatkan ide.

"Ih kok gitu sih, licik."

"Ga mau?"

"Bukan ga mau, aku bilangkan kalo deket orang tua aku atau kamu, aku masih malu."

"Ya supaya ga malu biasain Jay."

"Kamu juga suka panggil aku Jay."

"Oke mulai sekarang aku panggil sayang terus."

"Eh jangan-jangan."

"Keputusan ga bisa dirubah." Tiara menjahili Jay membuat Jay tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi orang tuanya nanti.

****To be continue