Hari ini Kenan dan Jesica pergi ke pantai sementara Dena memilih di kamarnya. Sebenarnya Jesica sedikit khawatir tapi dia juga dia tidak enak pada Kenan jika liburannya jadi teralihkan pada Dena.
"Lagi WA sama siapa sih seurius amat?" Kenan memperhatikan Jesica yang tengah duduk dikursi penumpang begitu cepat mengetikkan sesuatu di ponselnya.
"Dena Mas."
"Dia nanya alamat cafenya Fahri."
"Mau ngapain?"
"Ga tau, mau kesana kali."
"Jadi jawaban dia gimana?" Tanya Kenan pada istrinya penasaran sementara Dena yang sudah tahu alamat cafe milik Fahri segera pergi dari hotel. Sesampainya disana dia cukup takjub dengan cafe yang dimiliki Fahri tampak besar karena memang 2 lantai dengan konsep kekinian. Dia masuk dan langsung disambut oleh waiters yang berada didepan pintu.
"Untuk berapa orang kak?"
"Bukan, saya bukan mau makan. Fahri ada?"
"Pak Fahri maksudnya?"
"Iya, iya maksud saya pak Fahri."
"Dena..." Fahri yang kebetulan sedang duduk disalah satu meja langsung mengenali sosok yang membuatnya tak bisa tidur semalaman.
"Nah itu, makasih." Dena segera menghampiri Fahri.
"Kok kamu bisa tahu kesini?" Fahri tampak menyunggingkan sedikit senyuman karena Dena datang.
"Nanya Jesica sama Ken."
"Kirain ikut ke pantai."
"Engga..." Dena singkat dan membuat keheningan sejenak.
"Naik apa kesini?"
"Naik taksi."
"Kenapa ga bilang, Abang jadi bisa jemput."
"Udah tanggung sampe ini."
"Mau minum apa?biar Abang pesenin."
"Engga, aku ga mau minum. Aku mau ngomong sama Abang."
"Ngomong apa?"
"Soal yang kemarin malem."
"Iya, kenapa?kayanya kamu kesel sama Abang sampe kemarin malem diem aja."
"A..aku ga kesel bang. Aku cuman lagi mikir aja. Apa ini bener-bener baik buat kita dan setelah Aku pikir-pikir....maaf bang aku ga bisa. Aku ga bisa kalo jadi istri Abang." Dena membuat Fahri terkejut dengan jawabannya dan belum mampu membalas perkataan itu.
"Bukan karena Abang ga baik. Abang baik, Abang juga satu-satunya cowok yang berani buat nemuin ibu aku, aku terkesan dan ga nyangka, cuman Abang yang seurius sama aku tanpa harus pacaran. Masalahnya cuman di aku. Aku aja yang ga baik buat Abang. Aku ga mau Abang nyesel nanti." Dena menjelaskan secara perlahan.
"Ngomongnya diruangan Abang yuk." Fahri lalu menarik tangan Dena untuk mengikutinya ke lantai 2 dimana ruang kerjanya berada. Saat membuka pintu terlihat sofa warna biru disana yang kemudian diduduki Dena. Fahri duduk disampingnya dan dengan cukup keberanian meraih tangan Dena sambil menatapnya seurius.
"Kenapa kamu ngomong gitu?kenapa kamu menilai kamu ga baik buat Abang atau Abang nanti nyesel, Emang ada orang yang bilang gitu?"
"Engga, ga ada ini emang dari aku aja bang, Abang itu kebalikannya aku. Abang rajin ibadah aku engga, Abang ngomongnya sopan aku engga, banyaklah perbedaannya."
"Kalo dari kamu berarti kamu salah. Selama ini kita Deket hampir 6 bulan dan kamu udah cerita tentang diri kamu ke Abang, kita udah jalan bareng dan selama itu Abang fine-fine aja dengan sifat kamu kecuali...emang masih ada yang kamu sembunyiin."
"Engga, ga ada yang aku tutup-tutupin dari diri aku." Dena langsung memotong perkataan Fahri.
"Kalo dari awal Abang ga suka sama sifat kamu, gaya kamu udah Abang tinggalin dari Minggu pertama ga usah nunggu 6 bulan Na."
"Mungkin Abang sekarang nerima kalo nanti kan ga ada yang tahu. Abang bisa protes ke aku kan."
"Itu cuman ketakutan kamu, Apa iya Abang kaya gitu?Kalo iya Abang gitu pas lamar kamu abang pasti bilang pingin nikahin kamu tapi ada syaratnya." Fahri dengan mengelus lembut tangan Dena yang sedaritadi digenggamnya.
"Kamu takutkan Abang nyuruh kamu pake jilbab, nyuruh kamu diem dirumah ga boleh hangout sama temen-temen kamu atau nyuruh kamu tinggal di jogja kalo udah nikah. Kamu takut Abang gitu kan?Na..Abang janji ga akan kaya gitu. Masalah agama itu urusan masing-masing tapi apa salah kalo Abang ingetin kamu sholat?Abang ga akan maksa-maksa kamu pake jilbab, Abang janji. Kamu bebas mau ketemu temen sama keluarga kamu tapi kalo udah nikah bedanya harus ijin sama suami. Jangan berpikiran nikah tuh semenakutkan itu na."
"Kalo Abang bohong terus ngingkarin janji Abang gimana?"
"Terserah kamu mau ninggalin Abang kek mau benci Abang kek gimana kamu yang jelas Abang pasti dapet dosa karena udah ingkar janji." Fahri tampak seurius denga ucapannya. Bola matanya sedaritadi berbicara terus menatap Dena seolah meyakinkan apa yang dibicarakannya bukan omong kosong belaka.
"Tapi...kalo kamu emang ga mau dan itu udah jadi keputusan akhir kamu Abang terima. Abang ga akan maksa-maksa meskipun ga jadi istri Abang masih bisa jadi temen kamu." Fahri cukup ikhlas dengan keputusan yang akan dibuat Dena, tangan yang tadi memegang tangan Dena kini mulai dia lepaskan namun dia masih menampakkan senyuman diwajahnya.
"Bang...Maaf...aku..." Dena kini mulai berbicara. Mungkin ini adalah keputusan akhir Dena setelah mendengar penjelasan Fahri tadi.
*******To be continue