Sikap Lilia yang sedingin es seolah menampar William. Pria itu tertegun dan menatap kosong ke arah Lilia. Wanita di hadapannya itu mendadak terlihat seperti orang yang sepenuhnya berbeda. Lilia yang dia kenal tidak akan menatapnya seolah William adalah orang asing.
William menghela nafas dan memasang tatapan memohon. "Lili, apa kamu masih menyalahkanku karena pergi meninggalkanmu? Percayalah padaku, aku tidak pernah berniat menyakitimu. Aku masih mencintaimu dengan sepenuh hatiku!"
Mendengar itu, Lilia diam-diam memuji kemampuan akting William. Tidak heran pria ini berani pergi untuk berkarir di Hollywood. Kalau Lilia masih sepolos tiga tahun yang lalu, dia pasti percaya pada omong kosong ini.
Lilia tersenyum sinis. "Kamu tidak perlu mengungkit masa lalu. Kamu dan aku sudah memilih jalan kita masing-masing. Aku tidak mau mencari masalah, jadi kenapa kamu menggangguku sekarang? Kamu mau bernostalgia denganku atau hanya menyampaikan salam perpisahan?"
"A-Aku…" William kehilangan kata-kata.
Lilia memandang berkeliling, namun tidak ada orang lain di sekitar mereka. "William, di mana Sara Hartanto? Tolong jangan pernah dekati aku sendirian lagi seperti ini. Aku tidak mau orang lain salah paham tentang kita." Jika Sara memang kekasihnya, Lilia berharap wanita itu dapat mengendalikan William agar tidak membuat masalah untuknya.
Nama Sara membuat mata William kembali terfokus. Dia tersenyum lebar seolah menyadari sesuatu. "Oh, begitu rupanya. Lili, kamu merasa cemburu terhadap Sara. Karena itulah kamu sengaja membuat pertengkaranmu viral semalam."
Kali ini giliran Lilia yang kehilangan kata-kata. Dia hanya menatap William dengan bingung.
"Aku tahu kamu sengaja menyewa orang untuk membuat pertengkaranmu jadi viral supaya aku teringat masa lalu kita. Lalu setelah berhasil mendapatkan perhatianku, kamu berpura-pura dingin terhadapku. Harus kuakui, itu cara yang cerdas, Lili. Kamu sudah berubah banyak selama tiga tahun ini." William tersenyum bangga, seolah dia berhasil menebak niat Lilia dengan tepat.
Pada momen itu, Lilia merasa kalau Rina seharusnya mendapat sanksi yang lebih berat lagi. Gara-gara dia, sekarang William berpikir kalau Lilia masih mencintainya! Tangan Lilia gatal ingin menampar wajah pria yang merasa dirinya selalu benar itu.
Lilia perlahan melepaskan kacamata hitamnya dan melontarkan tatapannya yang paling menghina. "Apa kamu bodoh? Untuk apa aku memakai cara konyol itu untuk menarik perhatianmu?"
William tertegun oleh ucapan Lilia itu.
"Lebih penting lagi, aku bahkan tidak butuh perhatianmu. Jangan-jangan kamu sudah lupa kalau aku ini orang seperti apa? Ternyata kamu jadi semakin bodoh setelah tiga tahun kita tidak bertemu!" Lilia melanjutkan hinaannya.
Saat wajah William memerah karena malu, wanita itu melangkah maju dan menutup jarak di antara mereka. Tatapannya yang penuh amarah mengintimidasi William, membuat pria itu mundur selangkah.
"Lain kali berpikirlah dulu sebelum melontarkan tuduhan seperti itu, William Anggara." Ucap Lilia dingin.
Saat William memikirkannya kembali, dia harus mengakui kalau cara itu tidak sesuai dengan karakter Lilia. Wanita itu lebih suka melakukan sesuatu secara langsung dan tidak berbelit-belit. Walau demikian, William percaya cinta bisa mengubah seseorang. Sebelum pria itu bisa mendebat, suara Sara terdengar dari belakangnya.
"Will, kamu sedang bicara dengan siapa?" Tanya Sara.
Dengan kedatangan Sara, William langsung berhenti berakting memelas. Dia kembali memasang penampilan pria tampan yang penuh percaya diri. William melepaskan lengan Lilia dan menoleh pada kekasihnya itu.
"Apa kamu sudah selesai berbelanja?" William tersenyum lembut sambil bertanya.
Lilia mendecakkan lidah melihat kemunafikan William. Pria itu mengatakan kalau dia masih mencintai Lilia, tapi dia tidak berani mengatakan hal yang sama di depan Sara. William benar-benar pria bermuka dua!
Lilia membuang muka dan kembali berjalan pergi. Dia baru berjalan dua langkah saat Sara memanggilnya, "Lilia, tunggu!"
Keberuntungannya hari ini benar-benar buruk!
Sara melihat Lilia berhenti saat dipanggil, tapi wanita itu tidak menoleh ke arahnya. Sikap Lilia yang tenang dan cuek justru membuat Sara semakin khawatir kalau Lilia berhasil merayu William agar berpindah hati sekali lagi.
"Lilia, kita sudah lama tidak berjumpa. Aku tidak menyangka kita bisa bertemu di sini segera setelah aku dan William kembali!" Sara berbasa-basi. Wajah cantiknya yang polos membuat kata-katanya terdengar tulus.
Bertolak belakang dengan kecantikan Lilia yang menarik perhatian seperti bunga mawar merah, Sara lebih terlihat seperti bunga melati yang lembut dan tidak mencolok. Wajah mungilnya dan mata besarnya yang penuh kepolosan memunculkan sisi protektif para laki-laki.
"Ya, ini benar-benar suatu kebetulan yang luar biasa." Lilia menjawab dengan nada datar.
Namun Sara tidak terganggu dengan sikap dingin Lilia dan justru memasang senyuman lebar. "Karena kita kebetulan bertemu, ayo kita makan malam bersama! Aku sudah lama tidak mengobrol denganmu dan ada banyak hal yang ingin kuceritakan."
Lilia akhirnya menoleh pada Sara, namun ekspresinya tidak bersahabat. "Tidak, terima kasih. Aku sudah ada janji lain." Tolaknya tegas.
Lilia melanjutkan langkah, tapi kali ini Sara memegang lengannya. Lilia menatap wanita itu dengan jengkel. Kenapa kedua orang ini sama-sama suka menangkap lengan orang lain?
"Memangnya kamu sibuk dengan apa, sampai kamu bahkan tidak bisa makan bersama teman lamamu?" Sara bertanya dengan nada kecewa.
"Kita bahkan bukan teman! Aku tidak ingin berurusan dengan kamu dan pacarmu yang bermuka dua lebih lama lagi!" Lilia menahan omelan yang hampir terlontar dari mulutnya.
Dia memandang berkeliling dengan putus asa, berusaha mencari cara untuk melepaskan diri dari kedua orang itu. Lalu dia kebetulan melihat mobil Volkswagen hitam yang terparkir di tepi jalan. Jendela belakang mobil itu setengah terbuka, menampakkan Jean yang sedang membaca sebuah dokumen.
Lilia menegakkan tubuh dan tersenyum sopan. "Maaf, tapi aku sudah dijemput tunanganku. Aku harus pergi."
Tanpa menunggu kedua orang itu menjawab, Lilia menyentak lepas lengannya dan berlari ke arah mobil Volkswagen itu. Dia memutuskan untuk menarik kembali semua hal buruk yang pernah diucapkannya tentang Jean.
Jean adalah penyelamatnya malam ini!