Suasana di taman sore itu tidak terlalu ramai, hanya beberapa anak kecil sedang bermain sepeda. Terlihat seorang gadis sedang duduk sambil tersenyum melihat beberapa anak kecil sedang bermain sepeda.
"Betapa bahagia melihat mereka tertawa lepas. Aku ingin seperti mereka, tanpa beban menjalani hidup. Tapi aku senang menjalani hidupku yang sekarang dikelilingi oleh orang-orang yang aku cintai." Monolog sang gadis.
"Boleh aku bergabung?" Tanya seorang pria.
"Apa taman ini punyamu "? Si gadis malah bertanya .
"Bukan."
"Jadi silahkan saja."
Suasana hening kembali.
"Apa kau senang berada di tempat terbuka seperti ini ?". Tanya pria itu lagi.
"Aku senang melihat anak kecil tertawa lepas tanpa beban." Jawab sang gadis sambil menatap lurus kedepan.
"Apa kau ingin mengulang masa kecil mu ?."
"Tidak. Aku hanya senang melihat mereka. Aku tidak ingin mengulang masa kecil ku karena sungguh menyedihkan." Sang gadis menghela nafas.
"Tidak usah di pikirkan. Jalani saja walaupun tidak seperti yang kita mau. Dan jadi kan masa lalu seperti pelajaran agar apa yang kita lalui tidak akan terulang." Sang pria menjelaskan panjang lebar.
"..." Sang gadis hanya terdiam.
"Aku Fery." Sang pria mengenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.
"Cindy." Sang gadis menjawab sambil tersenyum.
"Apa rumahmu di sekitar sini ?"
"Ya. Itu rumahku." Cindy sambil menunjuk rumah dengan cat warna biru.
"Rumah yang bagus. Apa kau suka bunga ?"
"Itu ibu ku yang menyukainya dan ibu ku juga mengurus semuanya sendiri."
"Apa aku boleh datang kerumahmu untuk berkunjung.?"
"Tentu saja. Aku senang jika ada yang berkunjung."
Setelah mereka puas duduk di taman lalu Fery berkunjung kerumah Cindy.
"Ibu aku pulang." Cindy berteriak seperti biasa.
"Ibu di dapur. Kau mandi saja dulu. Ibu sedang membuat kue." Sang ibu menjawab.
"Ini ada temanku bu."
"Ia ibu kesana."
Metha menemui putri nya dan menemukannya sedang bersama pria yang ia tidak kenal.
"Ibu ini temanku namanya Fery."
"Fery." Sambil tersenyum dan mencium punggung tangan Metha.
Metha tersenyum lalu menyuruh mereka duduk.
"Ibu tinggal sebentar ya ke dapur." Metha lalu pergi meninggalkan Cindy dan Fery di ruang tamu. Mereka berbincang seperti kawan lama yang baru bertemu kembali. Tanpa terasa hari mulai gelap.
"Baiklah Cindy, hari sudah mulai gelap. Aku harus pulang." Fery hendak pamit pada Cindy dan ibunya.
"Nak Fery tidak ingin makan malam bersama kita ?" Tanya Metha.
"Terima kasih bu. Saya mau langsung pamit saja. Tapi lain kali saya akan makan bersama kalian. Fery menolak secara halus.
"Baiklah kalau begitu. Cindy ibu tunggu di dapur ya."
"Ia bu. Aku antar Fery kedepan dulu."
"Terima kasih kau telah memberi ku ijin berkunjung kerumahmu." Fery berkata sambil tersenyum.
Cindy hanya mengangguk sambil tersenyum
Setelah Fery pulang, Cindy lantas masuk kerumahnya dan menemui ibu nya yang sedang di dapur menunggunya makan malam.
"Sayang, sepertinya Fery anak yang baik." Metha menggoda Cindy.
"Ibu... Aku bahkan baru mengenalnya." Jawab Cindy sambil tersenyum malu.
"Lalu bagaimana dengan Ivan?" Bukankah kau sudah dekat dengannya.?" Metha bertanya dengan hati-hati.
"Aku bahkan tidak ada hubungan dengannya bu." Raut muka Cindy berubah setelah menyebut nama Ivan.
"Ibu mengerti nak. Sekarang kau sudah dewasa sudah bisa memilih mana yang baik mana yang tidak. Ibu hanya mendoa kan yang terbaik untuk mu. Jika kau kurang yakin mintalah petunjuk pada Yang Maha Mengetahui segalanya. Semoga ada jawabannya." Metha berkata sambil memegang tangan Cindy.
"Ibu, boleh setelah makan ini kita bicara di kamar ku. Ada yang ingin aku ceritakan padamu." Cindy berkata dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Iya. Sekarang kita makan yaa."
Mereka makan dalam diam. Tiba-tiba bel rumah mereka berbunyi.
Metha yang membuka pintu.
"Nak Ivan, mari masuk. Ibu dan Cindy sedang makan malam. Mari makan bersama." Ajak Metha pada Ivan.
"Terima kasih."
Lalu mereka ke ruang makan dan mendapati Cindy sedang makan dalam diam.
"Cindy ini ada Ivan. Ibu mengajaknya makan malam bersama kita.
Cindy menoleh dan tersenyum pada Ivan.
"Sini duduk du sebelah ku, nanti aku ambilkan makan untuk mu." Cindy berkata ramah dan tersenyum.
Akhirnya Ivan duduk di sebelah Cindy. Lalu Cindy mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk Ivan. Metha yang melihat ini bingung. Cindy dan Ivan sudah seperti suami istri. Metha merasa ada yang aneh pada Cindy.
Setelah mereka bertiga menyelesaikan makannya Metha menyuruh Cindy dan Ivan mengobrol di ruang tamu. Namun Cindy menolak.
"Bu, biar Cindy aja yang beresin makanannya."
"Kamu nemenin Ivan aja di ruang tamu, nanti ibu bikinin minum."
"Ga apa-apa bu, aku lagi mau beres-beres aja, kan biasanya ibu." Cindy berkata sambil tersenyum.
"Ya sudah. Kalau sudah selesai ikut ngobrol bareng ya."
"Oke... Bu." Ehh tapi ibu jangan lupa ya sama apa yang tadi kita omongin sebelum makan."
"Iya. Ya udah ibu kedepan dulu. Ga enak sama Ivan nunggu sendiri."
Cindy hanya menganggukan kepala lalu kembali mengerjakan beres-beres.
"Lho.. Bu, Cindy nya kemana ?" Ivan terkejut karena yang duduk menemani adalah Metha bukan Cindy.
"Lagi beres-beres di belakang." Metha duduk di depan Ivan.
"Sebenarnya ada apa kalian berdua. Ibu lihat ada yang aneh." Metha memulai pembicaraan.
"Ahh.. Tidak ada apa-apa bu. Hanya lagi ada pertengakaran kecil. Makanya Ivan datang kesini mau jelasin." Bohong Ivan.
"..." Tak ada jawaban dari Metha.
"Bu, apakah ibu menyetujui hubungan ku dengan Cindy.?" Ivan memulai obrolan yang serius.
"Ibu menyerahkan semuanya pada Cindy. Ibu percayakan semua pada Cindy karena nantinya Ia yang akan menjalani semuanya." Metha berkata sambil tersenyum.
"Apakah menurut ibu Cindy cocok untuk ku.?"
"Ibu tidak bisa menjawabnya. Sebagai ibu hanya ingin yang terbaik untuk anaknya."
Ivan ingin bertanya lagi pada Metha namun Cindy datang dan ikut mengobrol bersama.
Jam menunjukan pukul 10 malam. Metha sudah meninggalkan Cindy dan Ivan sejak 1 jam yang lalu. Namum tak ada obrolan di antara mereka. Setelah pertengakaran mereka 1 minggu yang lalu baik Cindy maupun Ivan tidak berkomunikasi.
"Apakah kau marah padaku.?" Ivan memulai obrolan untuk memecah keheningan.
"Tidak." Jawab Cindy cepat.
"Lalu kenapa tidak menghubungiku.?"
"Aku pikir kau harus merenungi semuanya sendiri. Itu sebabnya aku tidak ingin mengganggu."
"Kau benar. Aku sudah memikirkan semuanya. Dan jawabannya masih sama yaitu Kau." Ivan berkata sambil memegang tangan Cindy dan menatapnya dalam.
"Aku lebih nyaman seperti kemarin. Jadi kita lakukan saja seperti kemarin." Sudah malam sebaiknya kau pulang. Aku sudah ingin istirahat. Cindy berkata sambil berdiri hendak pergi. Namun Ivan mencegah.
"Aku tidak akan mundur Cindy. Aku akan menunjukan semua padamu nanti.
"..." Tak ada jawaban dari Cindy.
"Aku pulang dulu. Besok aku jemput." Ivan berkata sambil jalan menuju pintu mobilnya.
"Tidak usah. Aku sudah janjian sama temanku mau pergi bareng." Jawab Cindy cepat.
"Siapa temanmu ? Dia lelaki atau perempuan?" Ivan tidak jadi masuk mobil karena jawaban Cindy.
"Sudahlah, sudah malam aku ingin istirahat." Cindy berlalu meninggalkan Ivan.
Ivan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan kediaman Cindy.
"Aku harus cerita semuanya pada ibu." Monolog Cindy sambil menyandarkan badannya pada pintu.