Jam menunjukan pukul 23.00. Di dalam kamar Cindy sedang menceritakan perasaannya pada ibunya. Cindy ingin menceritakan semuanya. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Ia berharap ibu nya akan mengerti.
"Ibu aku ingin menceritakan sesuatu pada ibu. Aku harap ibu mengerti." Cindy berbicara dengan lirih.
"Cerita lah nak. Jadi kan ibu ini teman mu." Jawab Metha menenangkan.
"Pertama kali aku bertemu dengan Ivan, aku memang menyukainya. Lalu ia mendekatiku, menyatakan perasaannya padaku. Tapi ia tidak ingin terikat apapun dengan ku. Aku pun demikian. Kami hanya dekat pada saat bertemu di kantor. Tapi Ivan tidak ingin jika ada yang mendekatiku. Aku pun nyaman berada di dekatnya. Aku bingung ibu." Cindy menitikan air mata.
"Kau hanya mengaggumi Ivan saja nak. Ivan pun demikian." Jawab Metha sambil memeluk Cindy.
"Lalu bagaimana dengan Fery? Apa kau juga merasakan hal yang sama.?" Tanya Metha lagi.
"Aku tak merasakan apapun terhadap Fery bu. Aku baru mengenalnya. Tapi aku juga nyaman berteman dengannya." Cindy berbicara sambil melepas pelukannya.
"Besok hari minggu nak. Kita bisa beribadah bersama. Dan setelah itu kau bisa meminta pada nya. Kau harus mengikuti kata hati mu. Karena semua kembali lagi padamu."
Setelah bercerita sedikit Cindy merasa lega. Ia akhirnya memutuskan untuk tidur dengan ibunya.
Setelah kejadian Fery bertemu dengan Cindy, Fery selalu bertandang kerumah Cindy. Ia berharap jika apa yang ia lakukan berjalan dengan sesuai keinginannya.
"Cindy apa kau tidak mempunyai pacar ? Atau ada yang sedang mendekatimu?" Fery bertanya pada Cindy dengan nada yang sedikit pelan.
"Aku tidak dekat dengan siapapun dan juga aku tidak mempunyai pacar." Jawab Cindy sambil tersenyum.
"Apa ada pria yang kau sukai ?" Tanya Fery lagi.
"Tidak ada." Cindy menjawab cepat.
Akhirnya Fery membongkar rahasianya sendiri.
"Cindy apa kau senang dengan kiriman bunga yang aku kirimkan setiap hari ?" Fery berkata sambil memilin tangannya gugup
"..." Tak ada jawaban dari Cindy. Namun Cindy menatap tajam Fery.
"Aku tau aku salah. Boleh aku jujur sekarang?" Tanya Fery lagi.
"..." Cindy masih diam sambil menatap Fery.
"Aku menyukaimu Cindy. Aku hanya ingin membuat harimu bahagia dengan bunga yang aku kirimkan. Dan apa kah kau tidak tahu selama ini siapa yang mengirimimu bunga ?" Tanya Fery sambil menggenggam tangan Cindy.
"..." Tak ada jawaban dari Cindy.
Cindy berdiri hendak pergi namun Fery segera menarik tangan Cindy hingga membuat Cindy duduk kembali.
"Maafkan aku Cindy. Semua aku lakukan untuk mu. Aku tidak tahu bagaimana cara mendekati wanita. Aku pikir semua wanita menyukai bunga." Fery berlutut dihadapan Cindy.
"Beri aku waktu." Jawab Cindy lalu meninggalkan Fery yang masih berlutut.
"Maaf kan aku Cindy." Monolog Fery.
Setelah pertemuan terakhir Fery dengan Cindy, Fery selalu menghubungi Cindy namun Cindy hanya menjawab seadanya saja.
Ivan terlihat menjaga jarak dengan Cindy namun tetap memperhatikan Cindy dari kejauhan.
"Cindy boleh kita bicara sebentar?" Tanya Ivan saat akan pulang kerja.
"Maaf aku buru-buru. Ibuku menyuruhku pulang cepat." Jawab Cindy sambil berjalan.
"Besok aku akan menjemputmu."
"Tidak perlu. Jika kau ingin bicara denganku besok saja, tapi tidak usah menjemputku." Lalu Cindy berlari kecil keluar kantor sambil masuk kedalam sebuah mobil.
Ivan memperhatikan mobil itu sampai menghilang dari pandangannya.
"Terima kasih kau sudah mau menjemputku." Cindy berkata sambil pandangannya lurus kedepan.
"Aku melakukan ini untukmu dan ibumu." Jawab sang pria.
Keadaan dalam mobil begitu hening. Cindy dan Fery sibuk dalam pikiran masing-masing. Sesekali Fery melirik pada Cindy namun Cindy lebih tertarik untuk melihat keluar jendela.
Setelah sampai dirumah Cindy langsung bergeas masuk meninggalkan Fery.
"Ibu...." Teriak Cindy mencari ibunya.
Namun tak ada jawaban. Membuat Cindy khawatir keadaan ibunya. Cindy lalu mencari dikamar dan menemukan ibunya sedang duduk di pinggir ranjang tempat tidurnya sambil memegang sebuah foto.
"Ibu.." Cindy menghampiri ibunya yang sedang menangis memandangi foto keluarga kecilnya.
"Kau sudah sampai ? Apa kau bersama Fery ?"
"Ya, dia ada di depan bu."
"Kau keluar saja dulu temani Fery nanti ibu menyusul." Metha berkata pelan sambil menggenggam tangan Cindy.
"Baiklah bu."
Cindy lantas keluar tapi tidak langsung menghampiri Fery. Ia menuju dapur membuat minum untuk mereka bertiga.
"Cindy panggil Fery untuk masuk kedalam. Ada yang ingin ibu bicarakan pada kalian." Metha berkata sambil duduk di sofa.
Cindy lantas keluar menemui Fery dan menyuruhnya masuk. Cindy jalan masuk terlebih dahulu baru Fery mengekor dari belakang.
"Cindy ada yang ingin ibu sampaikan padamu. Ibu harap kau tidak kecewa pada ibu. Ibu melakukan ini demi masa depan mu." Metha berkata sambil memandang intens pada Cindy.
"..." Tak ada jawaban dari Cindy.
"Cindy, Ibu harap kau mau memenuhi permintaan ibu."
"Tidak usah berbelit-belit ibu. Langsung saja." Cindy mulai penasaran pada ibunya.
"Ibu hanya memintamu untuk menerima Fery menjadi suamimu." Metha berkata sambil tersenyum keibuan.
"Aappaaa....? Kenapa ibu meminta permintaan aneh seperti itu ?" Cindy menahan emosi nya. Ia tidak pernah berkata kasar pada ibunya. Namun kali ini ia sangat terkejut.
"Ibu tahu kau pasti sangat terkejut dengan keputusan ibu. Tapi ini untuk kebaikanmu nak." Metha mulai berkaca-kaca.
"Ibu berhutang penjelasan padaku." Cindy berkata sambil berdiri lalu meninggalkan ibunya dengan Fery.
"Nak Fery pulanglah dulu. Biar ibu bicarakan semuanya pada Cindy." Metha berkata sambil tersenyum.
Fery pamit pada Metha lalu bergegas keluar rumah Cindy dan masuk kedalam mobil.
"Semoga jawabanmu sesuai dengan keinginanku." Monolog Fery didalam mobil sambil memegang erat kemudi.