Chereads / I am No King / Chapter 153 - Arc 5 Ch 3 - Insting

Chapter 153 - Arc 5 Ch 3 - Insting

"Terima kasih atas kedatangannya, Tuan Putri Rina. Kami benar-benar merasa terhormat dengan kedatangan Tuan Putri Rina."

"Tidak. Saya lah yang merasa terhormat karena Bapak Banesh telah bersedia menjemput saya."

"Tidak. Sudah selayaknya saya datang. Istri saya, Lord Susa, sebagai Feodal Lord meminta maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa menjemput Anda langsung malam ini. Putri kami tidak mau ditinggalkan oleh ibunya kalau malam. Dan Lord Susa tidak ingin meninggalkannya."

"Tidak apa. Saya paham."

Kerajaan Nina, yang dipimpin oleh Ratu, memiliki tradisi dimana perempuan memiliki peran yang lebih dominan daripada laki-laki. Terkadang ada beberapa wilayah yang dipimpin oleh laki-laki. Namun, tampaknya, wilayah ini bukan minoritas.

Ketika tiba di sisi Kerajaan Nina, kami disambut oleh suami Feodal lord, Banesh. Dia telah menyiapkan beberapa kendaraan grade militer, anti peluru, anti ledakan. Dan, ya, tentu saja kendaraan yang disiapkan adalah minibus. Ini daerah pegunungan. Limosin tidak akan bisa bergerak dengan mudah.

Dan, yang penting¸ kami berempat, beserta senjata, bisa berada di satu kendaraan. Anggota Agade dan pakaian di kendaraan sebelum kami.

"Dan, saya juga ingin mengucapkan terima kasih atas kesediaannya mengantarkan Tuan Putri Rina ke wilayah kami, Tuan Lugalgin Alhold beserta Tuan–"

"Eits!" Emir menyela. "Kami bukan Tuan Putri."

Banesh tetap tersenyum, tidak terganggu dengan Emir yang menyela.

"Biar saya revisi. Terima kasih Tuan Lugalgin, Ibu Emir, dan Ibu Inanna."

Emir dan Inanna tersenyum ketika mendengar ucapan Banesh.

Di lain pihak, aku merasa terganggu dengan pemilihan kata Banesh. Dia bilang mengantarkan, bukan menemani. Umumnya, orang tidak akan mempermasalahkan antara pemilihan kata menemani dan mengantarkan. Namun, untuk urusan diplomasi seperti ini, tidak demikian. Kalau menggunakan kata mengantar, seolah Banesh mengatakan kalau Rina adalah paket yang diantar.

Aku melempar pandangan ke Rina. Dia tersenyum, tapi bibir kanannya lebih tinggi. Tampaknya, dia juga sadar pada keanehan ucapan Banesh. Hal ini, tentu saja, memperkuat dugaan kami kalau undangan ini adalah jebakan.

Di lain pihak, Emir dan Inanna bisa menemani Banesh ngobrol dengan lancar dan mudah. Ini adalah pemandangan yang sudah lama sekali tidak kulihat. Pemandangan ketika Emir dan Inanna menggunakan mode diplomatis, mode Tuan Putri. Wajah mereka terlihat begitu lemas dan bahagia, seolah tidak siaga.

Inanna dan Emir mengatakan, sebenarnya, mereka justru paling siaga ketika berada di mode diplomasi. Mereka harus memilih kata yang muncul dari mulut baik-baik. Di lain pihak, mereka juga harus mendengarkan ucapan lawan bicara dengan saksama. Bahkan, kedua pasang mata mereka lekat pada setiap gestur yang dilakukan oleh Banesh. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lawan bicara dengan baik. Apakah mereka jujur, menyembunyikan sesuatu, percaya diri, panik, atau yang lain?

Terakhir kali aku melihat Emir dengan mode ini adalah ketika di zaman SMA, ketika dia masih menjadi klienku. Untuk Inanna, aku melihat mode ini ketika dia mencari informasi mengenai penghilang pengendalian.

Sejak menjadi calon istri, Inanna dan Emir tidak pernah bertemu dengan bangsawan untuk bernegosiasi. Aku kira, mode diplomasi yang mereka miliki sudah hilang. Namun, ternyata, dugaanku salah. Emir dan Inanna bisa melakukannya dengan begitu mudah dan lugas, seolah sisi itu memang bagian dari diri mereka yang selalu siap sedia.

Kalau orang bodoh, mungkin akan mengira Inanna dan Emir selingkuh dengan bangsawan atau pangeran. Namun, Emir dan Inanna selingkuh? Yang benar saja. Pandangan mereka terus melekat ke aku. Sejenak saja aku menunjukkan ketertarikan pada perempuan lain, aura haus darah langsung muncul. Contoh nyatanya adalah tadi saat aku memeriksa tubuh Permaisuri Shara.

Tidak lama, akhirnya, kami tiba di hotel. Kami masih berada di daerah pegunungan, tapi tidak di puncak. Jika dibandingkan dengan hotel yang tersambung dengan Kerajaan Agrab, kami 1.000 meter lebih rendah. Oleh karenanya, di tempat ini, gedung belasan lantai adalah hal yang lumrah.

Sama seperti sebelumnya, kami diberi ruang paling elite. Di Kerajaan Nina, ruang paling elite bukanlah King's Suite, tapi Queen Suite. Well, hanya ganti nama, intinya paling elite. Kalau di Republik Dominia, namanya mungkin President's Suite. Ya, tidak penting.

Banesh langsung pergi setelah mengantar kami ke hotel. Saat tiba di kamar, langit tidak lagi gelap, aku sudah bisa membedakan benang hitam dan putih.

Begitu suhu tidak sedingin sebelumnya, keloid mulai bermunculan di wajah dan leherku. Aku beruntung kami tidak terlalu lama di dalam mobil. Jadi, Banesh tidak sempat melihat wajah dan leherku yang seperti makhluk percobaan.

"Kalian tidur saja dulu. Lord Susa baru akan menemui kita jam 11 siang. Kita akan dijemput sekitar jam setengah 11, masih ada 6 jam lebih."

Aku langsung masuk kamar mandi, melihat kondisi wajah dan leher. Sudah mau pagi, tapi keloid di kepala dan leherku masih seperti jam 8 malam. Normalnya, keloid mulai memenuhi wajah dan leherku di jam 7 atau 8 malam. Puncaknya adalah jam setengah 4 pagi. Namun, karena suhu dingin sebelumnya, tampaknya terjadi kemunduran, tujuh setengah jam.

Hmm ... Kemunduran waktu ini adalah hal yang buruk. Dalam waktu 6 jam, kami harus menemui Lord Susa. Tidak mungkin aku muncul dengan wajah penuh keloid.

"Ternyata benar. Tampaknya, keloid di wajahmu melambat ketika suhu dingin."

"... Rina?"

Aku menoleh ke pintu kamar mandi, melihat Rina bersandar.

"Apa kamu tahu kalau hal ini akan terjadi?"

Rina menggeleng. "Tidak ada catatan mengenai pertumbuhan keloid yang melambat. Aku bisa menyimpulkannya tadi saat melihat wajah dan lehermu yang masih mulus, tanpa keloid. Dan, satu-satunya hal yang berbeda, dibanding biasanya, adalah suhu dingin. AC di rumahmu tidak sedingin jajaran pegunungan Hamurina, jadi kita tidak pernah menyadarinya."

Rina mampu menarik kesimpulan dengan begitu cepat dan tepat. Dia pun menarik kesimpulan yang sama denganku. Kami, dia dan aku, benar-benar mirip. Walaupun Rina adalah orang lain, aku seperti berbicara sendiri.

"Jadi, Rina, ada ide? Keloidku akan berada di puncaknya pada jam 10 atau jam 11. Padahal, di jam itu, kita ada pertemuan. Tidak mungkin kan aku tidak menampakkan wajah?"

Rina menyipitkan mata kanan. Dia tidak memberi jawaban, hanya berbalik dan meninggalkanku.

Hahaha. Sebagai orang dengan jalan pikiran sama, Rina pasti tahu kalau sebenarnya aku sudah punya solusi untuk masalah ini. Jadi, baru saja, aku hanya mengerjainya.

Solusinya? Mudah saja.

***

Dan, selesai.

Sebelum dijemput, aku menghabiskan waktu di kamar mandi, membersihkan keloid. Solusi dari keloid yang muncul tidak berubah, dipotong. Bedanya, kali ini, aku tidak menunggu keloid ini membesar dulu baru potong. Aku langsung memotongnya begitu benjolan mulai keluar.

Hahaha. Untukku, keloid ini memang bukan masalah besar. Kalau tumbuh, tinggal dipotong. Namun, tentu saja, aku harus hati-hati ketika melakukannya. Aku tidak boleh memotong terlalu dalam atau melukai kulit di sekitar keloid. Kalau salah, titik keloid baru akan muncul.

Namun, dijemput dengan helikopter, huh?

Meski tidak takut, jujur, aku benci bepergian dengan transportasi udara. Bayangkan ketika terbang lalu misil datang. Kami tidak akan bisa bertahan, kan? Bagi orang normal, mereka bisa melayang selama ada material non organik. Namun, untuk inkompeten sepertiku? Tidak! Langit adalah mimpi buruk. Aku tidak mau mati tanpa perlawanan.

Bukan hanya aku. Selama perjalanan, Rina juga pucat. Bahkan, kondisi Rina, bisa dibilang lebih parah dariku. Penghilang pengendalianku, atau yang disebut Rina pengendalian absolut, hanya aktif jika orang menyentuh bagian tubuh secara langsung. Jadi, Emir atau Inanna bisa menolongku dengan mudah selama mereka tidak menyentuh kulit atau rambutku.

Di lain pihak, kemampuan Rina langsung aktif jika kontak lensanya terlepas. Dan, tidak ada jaminan kontak lensanya akan tetap menempel ketika Rina terlempar dari helikopter.

Akhirnya, ketika 3 helikopter mendarat, aku dan Rina bisa bernapas lega. Kami tidak di atas tanah, tapi helipad di atas gedung. Dengan ini kami resmi memijakkan kaki di kota Meridian, pusat pemerintahan Wilayah Anshan. Ya. Kaki bisa berpijak adalah hal yang patut disyukuri.

Sementara aku masih mensyukuri keadaan, Rina sudah berdiri tegak dan berjalan. Dia menyambut seorang perempuan paruh baya berambut hitam panjang, dikepang seperti film-film oriental, Lord Susa. Warna kulit sawo matang tampak sesuai karena dia mengenakan setelan abu-abu cerah. Meski mengenakan setelan, Lord Susa tidak mengenakan jas. Dia mengenakan vest dan celana panjang.

Yang menarik perhatianku bukanlah Lord Susa, tapi sosok lain di belakang kakinya. Sosok itu adalah perempuan kecil, mirip Lord Susa, yang mengenakan gaun terusan dan rambut twintail. Dia memegang celana Lord Susa dengan erat. Perempuan kecil itu adalah putri Lord Susa, Maru.

Aku sempat siaga ketika melihat Lord Susa datang, berpikir dia akan langsung menyergap kami. Namun, kecurigaanku hilang ketika melihat Maru, putrinya. Tadi, Banesh mengatakan putri mereka, Maru, tidak bisa ditinggal kalau sudah malam, ingin menempel dengan ibunya terus. Jadi, kemungkinan, Lord Susa adalah ibu normal. Dia tidak akan membawa anak-anak hanya untuk membuat lawan lengah. Semoga.

Oke, tampaknya aku bias ketika berhadapan dengan anak-anak. Ya, sudahlah.

Sementara Rina menyapa Lord Susa, Aku, Inanna, dan Emir menurunkan senjata dan peti arsenal. Anggota Agade tidak ikut di helikopter ini. Mereka pergi melalui jalur darat bersama pakaian kami. Tidak. Aku tidak melarang mereka untuk naik helikopter. Mereka ikut pergi ke Kerajaan Nina bukan hanya sebagai pemandu dan porter. Ibla dan Mulisu memiliki rencana lain.

"Terima kasih telah mengirim undangan, Lord Susa."

"Tidak. Kami lah yang harus merasa terhormat karena Tuan Putri Rina bersedia memenuhi undangan kami. Atau aku harus memanggil Anda Ratu Rina?"

Rina tersenyum masam ketika dipanggil Ratu. Sebagai Alhold, adalah hal yang lumrah untuk Rina menolak posisi Kepala Kerajaan seperti Ratu. Namun, dia terpaksa mengesampingkan genetik demi membalas kematian adiknya, Tera.

Sebenarnya, aku sangat bersemangat ketika melihat Lord Susa, penasaran arah negosiasi. Namun, sayangnya, hal itu tidak mungkin terjadi.

"Gin, aku merasakan ratusan timah, ukuran besar, melaju dengan cepat. Tujuan, tempat ini."

Aku hanya melihat titik-titik gelap di langit. Namun, karena posisinya relatif stagnan, aku menyimpulkan titik gelap di langit bukanlah pesawat atau sejenisnya. Karena posisinya stagnan, kemungkinan, titik gelap itu hanya diam di udara atau mendatangi kami. Dan, berdasar ucapan Inanna, kemungkinan kedua adalah yang benar.

"Emir, buat dinding. Jaga-jaga kalau ada peluru yang tidak terbuat dari timah."

"SIAP!"

"RINA!"

"AKU TAHU!"

Tanpa instruksi, Rina sudah menarik Lord Susa dan putrinya.

Saat melihat perlakuan Rina, orang-orang di belakang Lord Susa siaga. Mereka pasti mengira kami akan menyakiti Lord Susa. Namun, tampaknya, tidak semua penjaga berpikir sama.

"TIARAP!"

Ledakan demi ledakan terdengar. Namun, tidak satu pun ledakan mencapai kami. Semua ledakan terjadi di udara, di dinding yang dikendalikan oleh Emir. Jadi, sebenarnya, tindakan penjaga Lord Susa yang tiarap adalah sia-sia. Ah, revisi. Para penjaga tiarap tidak sia-sia. Tindakan tersebut, tiarap di saat terakhir, memberi indikasi kalau mereka tidak tahu mengenai serangan ini.

Kalau tahu, para penjaga tidak akan tiarap. Mereka akan kabur. Tidak ada gunanya tiarap kalau gedung atau lantainya hancur. Dengan kata lain, tiarap adalah refleks, tidak terencana.

Inanna, seperti biasa, menahan semua amunisi timah yang datang. Jumlahnya tidak sedikit, mencapai angka ratusan. Melihat ukuran, bentuk, dan sudut jatuh, aku bisa menduga kalau peluru-peluru ini berasal dari artileri. Dan, sepertinya lawan juga sudah mengantisipasi pengendalian timah Inanna. Mereka menyelipkan beberapa peluru non timah yang berhasil ditahan Emir.

"UWAA ..."

Rina dan Lord Susa sama-sama panik. Mereka panik bukan karena serangan ini, tapi karena tangisan putri kecil yang dibawa Lord Susa.

Aku bergerak cepat. Tanpa meminta izin Lord Susa, aku langsung menggendong Maru. Maru tidak langsung berhenti menangis, tentu saja. Aku harus melakukan usaha lebih untuk menenangkannya. Aku memeluk Maru lembut, membiarkan tangan kecilnya menggenggam pakaianku erat.

Di saat seperti ini, normal bagi anak-anak untuk menangis atau ketakutan. Hell. Jangankan anak-anak. Orang dewasa saja bisa menangis kalau tiba-tiba diserbu ledakan. Namun, di saat seperti ini, menenangkan anak-anak lebih mudah.

Pada dasarnya, anak-anak akan ketularan emosi orang terdekat. Dengan membiarkan Maru menggenggam pakaianku, aku membiarkan Maru sadar kalau tubuhku tidak gemetaran, tenang. Begitu merasakan tubuhku yang tenang, tanpa rasa takut, tangisan Maru perlahan reda.

Aku bisa melakukan hal ini karena sudah pernah berurusan dengan anak-anak panti asuhan Sargon. Orang yang pertama kali mencoba menenangkan anak-anak pasti akan gagal. Mereka sendiri, umumnya, panik dan takut. Si anak pun ketularan emosi panik dan takut yang dipancarkan.

Sebenarnya, Lord Susa tidak panik atau pun takut. Meski ingin menenangkan putrinya, Lord Susa tidak bisa membiarkan tamunya terluka begitu saja. Sebagai Feodal Lord, integritasnya diuji. Dan, tampaknya, rasa tanggung jawab sebagai Feodal Lord mengalahkan instingnya sebagai ibu.

"Ibu ...."

Akhirnya, begitu tenang, Maru sadar kalau yang menenangkannya bukanlah ibunya.

"Lord Susa, Maru adalah putrimu. Anda harus menyayanginya sepenuh hati. Saya tidak mau Anda lebih mendahulukan tugas sebagai Feodal Lord daripada sebagai ibu."

"... Terima kasih, Tuan Putri Rina.

Melihat kebimbangan Lord Susa, Rina berusaha meyakinkannya. Saat ini, jika Lord Susa memilih untuk mengutamakan tanggung jawab sebagai Feodal Lord, secara tidak langsung, sama saja dengan Rina adalah seorang hipokrit. Kenapa? Karena ibunya, Ratu Amana, melakukan hal itu.

Ratu Amana mengutamakan tugas dan tanggung jawab sebagai Ratu Kerajaan Nina dan Alhold. Dia membunuh putranya, adik Rina, untuk mencapai tujuan itu. Bagi Ratu Amana, peran sebagai ibu adalah nomor sekian.

Aku membiarkan Lord Susa menggendong Maru.

"Sayang, sayang .... ibu di sini."

Saat melihat Lord Susa yang menenangkan Maru, Rina tersenyum simpul. Mungkin dia berharap ibunya, Ratu Amana, memperlakukannya dan Tera seperti itu. Namun, tidak lama kemudian, senyum di wajah Rina menghilang, cemberut. Dia mengelus perutnya. Apa dia khawatir kalau akan menjadi seperti ibunya? Bisa jadi.

"Tampaknya pertemuan kita ditentang banyak orang." Lord Susa, sambil menggendong Maru, melihat ke peluru yang mengepung. "Peluru artileri dengan sistem navigasi tipe AA-01, mampu mencapai jarak 35 Km. Namun, yang mengejutkan adalah, peluru ini datang dari semua sisi, mengepung. Berarti, tampaknya, kesetiaan militer wilayah ini adalah untuk Kerajaan Nina, bukan untuk Anshan."

Tampaknya, militer Anshan telah mengetahui kalau instingku bisa mendeteksi keberadaan sniper. Oleh karenanya, mereka memilih menggunakan amunisi artileri yang jaraknya puluhan kilo untuk menghindari deteksi.

"Maaf kalau aku lancang, Lord Susa. Namun, kalau boleh bilang, tampaknya bukan hanya militer yang meninggalkan Anda, tapi juga suami Anda."

"... dari mana kau mengetahuinya?"

Lord Susa tidak terkejut. Dia lebih tertarik pada caraku mengetahuinya.

"Tadi, saat menjemput, dia mengatakan terima kasih karena sudah mengantar Rina. Dengan kata lain, bagi suami Anda, Banesh, Rina adalah paket yang kami antar dan dia siap menerimanya."

"Tampaknya dia ceroboh." Lord Susa menghela napas. "Pernikahan kami hanyalah pernikahan politik. Aku membutuhkannya untuk bisa mengendalikan militer dan dia membutuhkanku untuk memperkuat posisi keluarganya. Sejak dulu, Banesh tidak pernah melihatku dengan tulus. Bahkan hingga Maru lahir, dia tetap memandangku sebagai objek. Ada alasan kenapa aku tidak mau meninggalkan putriku bersamanya."

Well, aku tidak terkejut. Keadaan Lord Susa adalah normal untuk sebuah pernikahan politis.

"Lalu Lord Susa," Rina masuk. "Apa yang membuat Anda membawa Maru saat ini?"

"Hanya insting. Entah kenapa, meskipun akan menemui Tuan Putri Rina, aku tidak ingin meninggalkan Maru di rumah meskipun tahu kalau membawa anak-anak ke negosiasi adalah tindakan licik, membuat lawan lengah. Namun, tampaknya, instingku tepat."

Kalau Militer juga berkhianat, maka, tempat paling aman bagi Maru dan Lord Susa adalah bersama kami.

Rina tersenyum. "Lord Susa, saya sebagai tuan putri dan calon Ratu Nina, bangga karena diundang oleh Anda. Dan lagi, secara tidak langsung, keputusan Anda untuk membawa Maru juga menyelamatkan kami."

"Menyelamatkan kalian ... ahh, ya, begitu ya. Aku hampir lupa kalau keluarga kerajaan tidak diperbolehkan menggunakan pengendalian. Ya, ya. Ucapanmu benar."

Tanpa perlu diberi penjelasan, Lord Susa sudah paham. Gelar Feodal Lord yang dia sandang jelas bukan hiasan.

Ini hanya dugaanku. Sebenarnya, militer Anshan memang sejak awal tidak mau menerima Rina. Walaupun Lord Susa mengirim undangan, ada kemungkinan kalau hal tersebut adalah bagian dari jebakan. Jadi, militer tidak bisa langsung bergerak.

Banesh, yang mungkin sejak lama ingin berkuasa, melihat ini sebagai kesempatan. Dia mungkin tahu kalau Lord Susa tidak berencana menjebak kami. Namun, dia juga tidak bisa langsung bergerak. Banesh membutuhkan bukti. Bukti itu adalah foto Lord Susa menemui kami.

Namun, tidak semudah itu. Foto yang dijadikan bukti harus menunjukkan kalau Lord Susa menemui kami bukan untuk tujuan menjebak, tapi memang berkhianat. Dan, di sinilah Maru berperan. Keberadaan Maru akan menunjukkan bahwa Lord Susa memang mengkhianati Kerajaan Nina. Membawa anak adalah salah satu strategi dasar membuktikan ketulusan pada lawan.

Kondisi saat ini sangatlah ideal bagi Banesh. Selain mendapatkan bukti kuat pengkhianatan Lord Susa, Banesh juga bisa membunuh Maru, calon Feodal Lord masa depan. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Dan, semua kondisi itu, mencegah militer Anshan menembak jatuh helikopter kami. Jadi, di lain pihak, kondisi ideal Banesh adalah hal yang baik untuk kami.

Tiba-tiba, beberapa ledakan terdengar dari bawah. Tampaknya militer Anshan sadar kalau serangan mereka sia-sia. Oleh karenanya, mereka mengalihkan serangan ke gedung ini.

"Sial!"

Bersambung