Chereads / I am No King / Chapter 142 - Arc 4-3 Ch 5 - Komitmen

Chapter 142 - Arc 4-3 Ch 5 - Komitmen

Aku mengangkat handphone candybar yang bergetar di meja samping kasur dan menempelkannya ke telinga.

"Aku memberimu izin berbicara. Berikan laporanmu."

[Siap!]

Aku mendengarkan laporan sambil membiarkan laki-laki di depanku ini mencumbuku. Laki-laki ini, tidak memedulikan telepon yang menempel di telingaku, terus menghantamkan selangkangannya dengan penuh tenaga. Tidak hanya itu, dia terus memainkan dada ini dengan penuh semangat.

[Rina menginap di kamar yang sama dengan Lugalgin. Lalu, tadi, pada jam 11, Tera telah melakukan kontak dengan Lugalgin Alhold.]

Seharusnya Tera tewas ketika petang tiba. Namun, untuk menjalankan rencana, aku sengaja memberi obat penawar yang lebih kuat dari biasanya. Kalau tubuh tera diautopsi, pasti akan ketahuan. Namun, aku yakin mereka tidak akan melakukannya. Rina tidak akan mau tubuh adiknya diautopsi.

Saat ini, pasti mereka mengira Tera bisa bertahan dengan mengandalkan kegigihannya. Hahaha.

"Bagaimana dengan agen dan pembunuh bayaran yang dikirim?"

[Mereka semua sudah diringkus oleh anggota keamanan pribadi Lugalgin.]

"Informasi yang mereka pegang?"

[Tidak ada masalah. Mereka memiliki informasi yang memang kita inginkan bocor.]

"Jadi, rencana berjalan mulus, kan?"

[Benar.]

"Bagus. Dengan ini, aku memberimu wewenang dan izin untuk melanjutkan rencana ke fase empat."

[Siap! Yang Mulia Paduka Ratu Panjang Umur!]

Aku menutup telepon dan mengembalikannya ke meja.

"Malam ini, jatahmu akan aku perpanjang. Bahkan,"

Aku mencengkeram tangan laki-laki di depanku dan mendorongnya ke samping. Dalam sekejap, kini posisi kami sudah bertukar, aku di atas, dia di bawah. Aku menjilat bibirku, membasahinya, sambil memperhatikan mangsa di depan mata.

"Aku akan memberi servis spesial kali ini."

***

"Gin."

"Ah, akhirnya kamu bangun ya."

Saat terbangun dan sadar dirinya berada di pelukanku, Rina langsung berontak. Tanpa perlawanan dariku, dia berhasil melepaskan diri. Rina bangkit dan berjalan menjauh. Dengan hanya kemeja dan celana dalam, Dia berdiri memunggungiku.

"Maaf ya Gin, soal semalam."

"Kamu–"

"Aku tidak apa-apa kok. Kematian Tera memang membuatku syok, tapi mau bagaimana lagi. Mau tidak mau, aku harus menerimanya, kan?"

Tidak!

"Walaupun aku bersedih. Walaupun aku menangis. Tera tidak akan kembali."

Jangan!

"Yang aku perlukan hanyalah membalas dendam ke ibu dan semua orang di Nina yang mendukung perang ini. Dengan begitu, amarahku bisa diredam."

Refleks, aku bangkit dan melingkarkan tangan ke badan Rina dari belakang.

Rina tidak berontak. Dia hanya diam dan menunduk.

"Gin, apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau memanfaatkan suspension bridge effect untuk membuatku jatuh hati padamu?"

Jujur, kamu jatuh hati padaku adalah hal terakhir yang aku inginkan. Namun, aku tidak bisa mengatakannya begitu saja. Aku tidak yakin bagaimana Rina akan merespons kalau aku mengatakannya yang berada pada kondisi hancur.

"Aku hanya tidak ingin kamu menjadi diriku yang dulu."

"Dirimu yang dulu?"

"Berpura-pura semuanya baik-baik saja, padahal tidak."

"Tapi, aku ba–"

"Tidak! Kamu tidak baik-baik saja!"

Aku menyela Rina. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Rina. Namun, tubuhnya sempat terentak sedikit ketika aku mengatakannya.

"Normal bagimu untuk bersedih. Normal bagimu untuk tidak baik-baik saja. Semua itu normal."

"Tapi ... aku ... Tera ...."

Rina tidak mampu memberi jawaban dengan jelas. Suaranya sesenggukan.

Aku memutar tubuh Rina dan merengkuhnya, membiarkan Rina membenamkan wajahnya ke tubuhku.

"Aku sudah berjanji pada Tera untuk menjaga dan melindungimu."

"Tapi–"

"Kamu tidak baik-baik saja. Menangislah. Tidak apa-apa. Tidak apa-apa."

"Uuu...uaa...."

Dan, akhirnya, Rina menangis di dadaku.

Perlahan, aku melangkah mundur, membawa tubuh kami kembali ke kasur. Aku hanya mengusap dan membelai punggung Rina, tidak mengatakan apapun, membiarkannya menangis.

Kalau orang yang tidak mengenalku melihat ini, mereka pasti mengira aku sudah jatuh hati pada Rina. Kenapa seorang pembunuh yang telah membersihkan beberapa keluarga mau menjadi tempat bersandar seorang perempuan yang seharusnya adalah musuh? Orang normal, atau lebih tepatnya mereka yang pikirannya hanya dipenuhi romansa, akan mengatakan satu-satunya alasan adalah aku sudah jatuh hati pada Rina. Sayangnya, tidak!

Rina adalah tiket untuk mencegahku menjadi Raja. Dia harus memimpin pemberontakan dan menjadi Ratu Nina di masa depan. Kalau aku membiarkannya begitu saja, ada kemungkinan dia akan diperdaya oleh orang lain. Kalau diperdaya orang lain, aku tidak bisa menjamin dia tidak akan mengarahkan taringnya padaku.

Namun, aku tidak benar-benar melakukan ini hanya untuk alasan logis tersebut. Ada empati dan rasa iba yang muncul dalam diriku. Sebelumnya, aku mengira posisi Rina relatif sama denganku di masa lalu, ketika mendapati Tasha tewas. Namun, dari yang aku lihat, tidak! Posisi Rina lebih buruk dariku di masa lalu! Dulu, ketika Tasha tewas, aku membuat dua janji, menyelamatkan anak-anak panti asuhan Sargon dan membuat keluarga Cleinhad mendapatkan timbal balik dari perlakuan mereka.

Janjiku membalas dendam ke keluarga Cleinhad terpenuhi dengan cukup mudah. Tanpa janji untuk menyelamatkan anak-anak panti asuhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah membantai keluarga Cleinhad. Aku pasti kehilangan arah. Ada kemungkinan aku akan memilih mengakhiri hidup, ingin menyusul Tasha. Namun, ada juga kemungkinan aku mengarahkan amarah dan murka yang belum hilang kepada seluruh warga Bana'an. Tidak ada yang tidak mungkin.

Untuk Rina, saat ini, dia hanya memiliki keinginan untuk membalas dendam kematian Tera. Tanpa ada keinginan lain yang bisa menahannya, Rina bisa dipermainkan. Dia bisa diperdaya dan mengarahkan dendamnya ke siapa pun. Rina bisa diperdaya untuk menghancurkan Nina. Kenapa? Karena rakyat Kerajaan Nina mendukung penguasa tertinggi, Ratu, tanpa mempertanyakan apapun.

Rakyat Kerajaan Nina percaya semua yang dikatakan oleh Ratu. Bahkan, mereka tidak mempertanyakan mengenai kebenaran berita kematian Rina dan Tera beberapa bulan sebelum ini. Secara tidak langsung, rakyat Nina ikut bertanggung jawab dalam kematian Tera.

Di lain pihak, Rina juga bisa diperdaya untuk mengincar nyawaku. Kalau aku tidak pernah memenangkan battle royale, misi pengalihan kekuasaan ke inkompeten lain tidak akan dijalankan. Kalau misi tersebut tidak pernah dijalankan, Tera tidak akan tewas. Daripada kerajaan Nina, aku lah yang akan menjadi target Rina. Semuanya bergantung pada sudut pandang dan bagaimana kamu mengatakannya.

Dan lagi, aku sudah berjanji pada Tera. Aku bukanlah tipe orang yang akan mengingkari janji. Jadi, ya, aku akan menjaga dan melindungi Rina.

Setelah setengah jam, akhirnya Rina berhenti menangis. Dia pun melepaskan diri dan menyeka air matanya.

"Maafkan aku Gin sudah menunjukk...Gin?"

"Apa?"

Rina setengah melompat dan mendekatiku. Wajahnya benar-benar dekat, tepat di depan wajahku. Kedua tangan kecilnya memegang pipiku dengan kuat.

"Ada apa?"

"Wajahmu... keloid?"

"Ah, ternyata. Aku kira apa. Kamu membuatku kaget saja."

Aku melepaskan kepala dari tangan Rina dan meraba wajah, merasakan kulit yang tidak halus penuh dengan gumpalan.

"Peluru dari tank kemarin, meski meleset, masih melempar kerikil kecil ke arah kita, kan? Titik-titik wajah yang ditumbuhi keloid ini pasti tempat batu-batu kecil itu mendarat. Aku juga tidak akan heran kalau di belakang leher dan di dalam rambutku juga ada keloid."

Kemarin, aku melompat dan melindungi Rina. Oleh karena itu, hanya aku yang terluka. Normalnya, luka ini tidaklah berarti, hanya lecet. Namun, dengan tingkat penyembuhanku yang terlalu tinggi, luka kecil ini justru menjadi mematikan.

Sambil mengatakan itu, aku memindahkan tangan ke belakang leher dan rambut. Terdapat banyak keloid kecil di belakang leher, tapi aku tidak merasakan apapun di rambut. Jadi, kurasa, bagian dalam rambut masih aman.

"Maaf, Gin. Bukan hanya sudah merepotkanmu dengan kematian Tera, aku juga sudah membuatmu terluka." Rina menundukkan kepala dengan mata berkaca-kaca

Tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Aku tidak tahu kenapa, maaf yang baru saja diberi Rina membuatku merinding. Dan, tampaknya, Rina menyadari ada yang salah denganku.

"Kenapa?"

"Jujur, aku merinding ketika kamu meminta maaf barusan. Entahlah. Mungkin aku terkejut kamu bisa meminta maaf dengan tulus seperti itu, tanpa maksud tersembunyi."

Rina mengernyitkan dahi. "Kamu kira aku perempuan macam apa? Aku juga tahu kapan harus meminta maaf!"

"I, iya, maaf. Maafkan aku." Aku bangkit dari kasur dan berjalan ke kamar mandi. "Jadi, Rina apa yang akan kamu lakukan setelah ini?"

"Membalas dendam ke ibu, tentu saja."

"Kalau itu aku tidak tanya." Aku berteriak dari dalam kamar mandi. "Yang aku maksud metode yang kamu pilih. Apa kamu akan membunuh ibumu diam-diam melalui misi pembunuhan dan jalur pasar gelap? Atau kamu akan mendeklarasikan diri masih hidup dan mencari dukungan dari bangsawan kerajaan Nina?"

"Itu...."

Sebenarnya, aku lebih berharap Rina mengambil pilihan kedua. Meskipun tawaran yang diberi Tera, dan juga janjiku, sebenarnya hanya berlaku kalau Rina mengambil pilihan kedua, aku tidak akan terlalu memikirkannya. Kali ini aku akan membuat pengecualian.

"Kamu pikirkan saja baik-baik sementara aku mandi dan membersihkan keloid ini."

Sebelum mandi, aku mengupas keloid yang tumbuh di wajah, leher, dan juga telunjukku dengan pisau cukur. Tadi, aku menahan diri untuk tidak mengatakan kalau keloid juga tumbuh di telunjuk ini. Aku tidak ingin Rina merasa bersalah lebih jauh.

Normalnya, mengupas keloid akan menyakitkan. Rasa sakitnya sama seperti memotong daging. Normalnya, butuh obat bius agar pemotongan keloid tidak menyakitkan. Namun, hal itu tidak berlaku bagiku. Untukku yang sudah terlalu sering terluka, rasa sakit memotong keloid hampir tidak terasa. Aku sudah kebal dari rasa sakit.

Aku beruntung instingku sudah terasah sebelum kebal dari rasa sakit. Jadi, kalau ada orang berusaha menyerang, aku bisa menyadarinya. Kalau sudah kebal terhadap rasa sakit sebelum insting terasah, aku tidak akan pernah menyadari kalau tubuhku mendapatkan luka kecil yang mungkin mengandung racun.

Dan, terima kasih kepada kecepatan penyembuhanku, setiap keloid sudah hilang tanpa meninggalkan bekas. Begitu selesai membersihkan keloid, aku langsung masuk ke bathtub.

Ahh, bathtub ini benar-benar besar dan nyaman. Dengan uang yang aku miliki, membeli bathtub besar seperti ini bukanlah masalah. Namun, akan mubazir juga kalau aku melakukannya.

"Gin, aku masuk."

"Hah?"

Tanpa menunggu izin atau konfirmasi, tiba-tiba Rina masuk.

"Oi! Aku masih mandi!"

Seolah mengabaikan ucapanku, Rina membersihkan tubuhnya sejenak dan masuk ke dalam bathtub. Karena ukuran bathtub ini besar, tidak ada masalah walaupun Rina tiba-tiba masuk.

Ketika aku melihat tubuh Rina, aku hanya bisa mengangguk. Yap. Dadanya hampir datar. Aku bilang hampir datar. Dia masih memiliki buah dada. Mungkin ukuran A, atau mungkin lebih kecil. Jika dibandingkan dengan Inanna dan Emir, perempuan ini tidak ada apa-apanya.

Namun, meski bagian atas hampir datar, pinggang dan bokongnya berisi dan montok. Tidak kalah dari Emir dan Inanna. Bagi mereka yang prefer bagian bawah, perempuan ini berada di strike zone. Kalau aku pikir-pikir, mungkin Ufia dan Ninlil memiliki tubuh seperti Rina, tidak berkembang di atas tapi di bagian bawah. Mungkin. Aku tidak pernah memperhatikan tubuh mereka dengan baik.

"Kamu sudah tampak lebih tenang."

"Ya, terima kasih karena kamu sudah meminjamkan badan untuk tempatku menangis."

"Tidak usah disebutkan."

Well, aku bilang dia LEBIH tenang, tapi belum sepenuhnya tenang. Aku bisa melihat matanya yang setengah kosong dan sedikit berkaca-kaca.

Rina memijat bahu dan lehernya. Dia tidak mengikat rambut putihnya, membiarkannya mengambang dan terburai di atas permukaan air hangat begitu saja.

"Jadi, sudah membuat keputusan?"

"Sudah," Rina mengonfirmasi. "Aku akan melakukan pemberontakan secara terang-terangan, menggaet bangsawan-bangsawan yang mendukungku."

Untunglah. Aku sudah memutuskan tidak akan mempermasalahkan keputusan Rina, tapi kalau dia mengambil keputusan seperti yang kumau, tentu saja aku akan senang.

"Dan, Gin, untuk melakukan hal itu, aku membutuhkan bantuanmu. Aku membutuhkanmu untuk memberi perlindungan padaku."

"Tentu saja aku akan melakukannya."

Aku tidak bisa membiarkan kamu mati begitu saja. Ada banyak alasan kenapa kamu harus hidup.

"Tidak. Perlindungan yang aku maksud tidak hanya sekedar fisik, tapi juga perlindungan diplomatis, suaka. Jadi, aku ingin kamu menikahiku."

"....hah?"

Aku tidak terkejut karena dia ingin menikahiku untuk mendapatkan perlindungan. Aku terkejut karena dugaan Emir dan Inanna benar-benar terjadi. Aku terpaksa menambah istri.

Sial!

Kenapa Rina memilihku? Mudah saja! Karena posisiku yang sangat strategis.

Siapa aku? Semua orang sudah tahu aku regal knight terkuat, penyelamat Selir Filial, kepala intelijen Bana'an, dan calon suami dari dua tuan putri. Jangan lupa aku beberapa kali muncul di depan umum sebagai petarung dan pelindung keluarga kerajaan. Bahkan, untuk orang-orang pasar gelap Bana'an, mereka juga tahu aku adalah sosok yang berhasil menghancurkan sistem perdagangan anak dan mengakhiri 2 dari 6 pilar. Belum lagi orang-orang yang tahu kalau aku adalah Sarru.

Kalau seorang tuan putri ingin mencari perlindungan, normalnya, mereka akan mencari pangeran atau putra bangsawan atas lainnya. Namun, pangeran kerajaan Bana'an yang masih hidup, yang tercatat, hanyalah Bemmel. Bemmel baru berusia 12 tahun. Dia terlalu muda untuk pernikahan.

Putra bangsawan lain? Ada kemungkinan status bangsawan mereka dicabut karena suatu masalah di masa depan. Bahkan, bisa jadi ada intelijen yang dengan sengaja menjebak bangsawan tersebut hanya untuk membuat gelarnya dicabut. Di lain pihak, aku bukan bangsawan tapi memiliki posisi yang sangat tinggi. Di Bana'an, posisiku hanya lebih rendah dari Raja, atau dalam kasus kali ini, permaisuri.

Jadi, bukan maksud ingin sombong, tapi aku sadar kalau posisiku memang sangatlah strategis. Namun, untuk memastikan, aku harus bertanya.

"Kamu tidak jatuh hati padaku, kan? Kamu ingin menikahiku hanya karena posisiku, kan?"

"Ya, begitulah. Maaf ya kalau aku tidak menikahimu atas dasar cinta."

Setelah mendengar Rina yang menjawab enteng, aku bisa bernapas lega. Normalnya, orang akan sedih kalau tahu dia akan dinikahi hanya karena posisinya. Namun, hal ini tidak berlaku padaku. Di dalam hatiku sudah ada Tasha, Emir, dan Inanna. Aku tidak yakin bisa memberi orang lain tempat spesial di hati ini.

"Namun, aku memiliki beberapa syarat," Rina menambahkan. "Pertama, kita hanya menikah secara resmi. Kita tidak akan mencampuri urusan satu sama lain. Jadi, kalau aku memiliki kekasih rahasia, kamu tidak berhak ikut campur. Kedua, aku masih membutuhkan keturunan resmi dari kamu. Jadi, kamu masih harus memenuhi kewajiban di ranjang. Ketiga–"

"Untuk detail pernikahan," aku menyela Rina. "Biar kamu bicarakan dengan Emir dan Inanna ketika kita kembali. Mereka yang lebih paham soal perjanjian nikah diplomatis. Oke?"

"...." Rina terdiam.

"Kenapa?"

"Aku kira laki-laki di kerajaan ini memiliki kekuatan yang lebih banyak daripada laki-laki di kerajaanku. Apa dugaanku salah?"

"Dugaanmu tidak salah. Anggap saja aku berbeda."

"Begitu ya... jadi aku masih harus meminta persetujuan Emir dan Inanna." Rina menyandarkan tangan di ujung bathtub, tampak kecewa. "Berarti, percuma dong sekarang aku masuk ke kamar mandi bersamamu."

"Percuma?"

"Di kerajaan Nina, ada sebuah tradisi untuk menunjukkan komitmen kami dalam pernikahan. Kamu tahu kan kalau di kerajaan kami perempuan memiliki derajat yang lebih tinggi?"

Aku mengangguk.

"Untuk menunjukkan keseriusan, perempuan diwajibkan masuk ke kamar mandi ketika si laki-laki berada di dalam dan mencumbunya. Keperawanan si perempuan akan menjadi jaminan kalau dia memang serius."

Tradisi yang benar-benar....absurd? Entahlah. Aku tidak bisa benar-benar mengatakan tradisi tempat lain absurd, kan? Pasti ada sejarah dan maksud tertentu dari tradisi tersebut. Dan lagi, kalau boleh jujur, tradisi Nina sangatlah cocok untuk laki-laki pasif sepertiku. Yap, sangat cocok. Di lain pihak, apa itu berarti mayoritas perempuan di Kerajaan Nina adalah tipe agresif? Bisa jadi.

"Kalau mau melakukan tradisi itu, tahan sampai Emir dan Inanna memberi izin, ya?"

Bersambung