Brengsek! Cepat sekali mereka mengirim laporan! Belum ada 15 menit sejak aku menyuruh militer dan kepolisian untuk mundur, tapi Yuan sudah menerima email berisi laporan permintaan ganti rugi. Dan, tentu saja, nilainya tidaklah kecil.
Hanya untuk menurunkan dan menarik semua personil itu, aku harus mengganti rugi hingga beberapa juta Zenith. Dan lagi, nilai ganti rugi yang mereka minta pastilah lebih tinggi dari nilai sesungguhnya. Namun, aku tidak bisa protes karena serangan ini terjadi di gedung intelijen.
Kami pindah ke ruangan sebelah yang adalah ruangan Yuan. Ruangan ini benar-benar berbeda jika dibandingkan ruanganku. Di tempat ini tidak ada meja dan kursi tinggi seperti yang kugunakan, hanya ada sofa set dan meja rendah di tengah. Di ujung ruangan, selain lemari arsip, terlihat kulkas, lemari camilan, dan peralatan membuat minuman.
Aku duduk di sofa dan Pangeran Tera di seberang. Di belakangku, Emir dan Inanna berdiri dengan membawa assault rifle. Yuan duduk di ujung sofa dengan laptop di depannya. Di ujung ruangan, Tuan Putri Rina diikat di kursi dengan mata dan mulut diikat kain. Dengan mata tertutup, Tuan Putri Rina tidak akan bisa menghilangkan kemampuan siapa pun. Di belakangnya, Mulisu berdiri dengan sebuah pistol.
"Baik, nilai perkiraan untuk ganti rugi sudah kukirimkan ke emailmu, Gin. Silakan kamu lanjutkan ke Pangeran Tera."
Setelah selesai, Yuan langsung menutup laptopnya dan menyeruput kopi panas yang ada di atas meja.
Meski sebenarnya Yuan bisa langsung mengirim tagihan ini ke Pangeran Tera, dia tetap mengirimnya ke aku, memastikan aku sudah membacanya dan melakukan acc. Aku melihat ke smartphone dan membaca nilai perkiraan yang dikirim oleh Yuan. Wah! Total akhirnya benar-benar tinggi.
Aku meneruskan email itu ke Pangeran Tera. Tentu saja dia sudah memberi emailnya padaku baru saja.
Pangeran Tera melihat ke layar smartphone, mengecek email yang masuk. Seketika itu juga, wajahnya langsung pucat. Tampaknya, dia sama sekali tidak menduga nilainya akan setinggi itu.
Aku juga tidak. Kenapa? Karena nilai yang kuperkirakan mungkin hanya setengah nilai itu. Yuan melakukan mark up pada nilainya untuk mendapatkan keuntungan lebih. Dan, aku tidak mempermasalahkannya.
"Maaf, apa saya bisa mendapat potongan?"
"Bi–"
"Tidak bisa," Yuan menyela. "Apa Pangeran Tera pikir biaya penurunan personel militer dan kepolisian murah. Apalagi militer juga sempat mengirim helikopter tempur. Belum lagi karena kami meminta mereka mundur begitu saja, sekaligus memberi penjelasan ke media, militer dan kepolisian lah yang akan menanggung malu. Justru, menurutku, harga ini masih terlalu rendah dibandingkan masalah yang mungkin akan muncul karena permintaan kami hari ini."
Tera tersenyum masam mendengar penjelasan Yuan. Meski dia menoleh ke arahku, meminta belas kasihan, aku hanya bisa angkat tangan. Maksudku, salah sendiri mereka tiba-tiba menyerang, kan? Di siang bolong dan fasilitas umum lagi.
"Aku menunggu pembayarannya. Nomor rekening tujuan sudah ada di email tersebut."
Pangeran Tera menarik nafas berat, seolah setengah nyawanya hilang. Dia pun menekan smartphonenya beberapa kali.
Uang segitu tidaklah sedikit. Kalau karyawan normal dengan gaji 8.000 Zenith per bulan diberi tagihan tersebut, bahkan hingga mati belum tentu dia bisa membayarnya. Namun, karena laki-laki di depanku ini adalah pangeran, aku yakin uang tabungan, atau bahkan uang sakunya, lebih besar dari itu.
"Sudah saya transfer."
Yuan mengambil smartphone dari kantung. "Baik, ganti rugi sudah masuk. Sekarang, silakan mulai perbincangan kalian."
Dari luar, terlihat Yuan adalah atasan dan aku hanya bawahan. Dia yang mengatur perbincangan di ruangan ini. Di lain pihak, aku terkejut Tera tidak marah karena Yuan yang berbicara meskipun bukan aku yang berada di posisi tertinggi, apalagi Yuan adalah perempuan.
Aku jadi teringat saat Yurika berdebat dengan pangeran, Karisma? Charisma? Charles? Entahlah. Aku lupa namanya. Dia sudah tewas dan semua panti asuhannya sudah dikelola oleh ibu. Jadi namanya tidak penting. Intinya, saat itu, pangeran tersebut membentak Yurika dan bahkan menyebut "dasar perempuan!". Mungkin karena negara Nina dipimpin oleh Ratu, jadi supremasi perempuan adalah hal yang normal di mata Tera.
"UUNGGG!!!!! UNGGG!!!"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari ujung ruangan. Terlihat Tuan Putri Rina yang berontak dan ingin bicara tapi tidak bisa.
"Ung, maaf, apa Anda berkenan melepaskan kakak saya? Saya tidak tega melihatnya diikat seperti itu."
"Maaf, tapi aku terpaksa menolak. "Aku menepis keinginan Pangeran Tera. "Tidak seperti kau yang tampak memiliki kepala dingin, kakakmu terkesan impulsif. Salah-salah, dia langsung menyerang seseorang di ruangan ini. Aku tidak mau mengambil risiko. Dan lagi, aku tidak mau kakakmu–"
"UUNGGG!!! UNGGG!!! UUNGGG!!!"
Teriakan Rina semakin keras, seolah dia tahu kalau aku mau mengatakan "menghilangkan pengendalian." Yah, sebagai sesama inkompeten, dan sesama Alhold, aku bisa bilang dasar pikiran kami sama.
"Tera, katakan, kenapa dia begitu bersikeras agar aku tidak mengatakan hal ini?"
"Ah, um, maaf, saya sendiri tidak bisa memberi jawaban untuk yang ini. Meskipun saya dididik dan diperintahkan untuk selalu di samping kakak, ada momen ketika ibu memberi pelajaran secara personal ke kakak. Dan lagi, ini menyangkut Kakak secara langsung. Jadi, aku merasa tidak memiliki hak."
Pangeran Tera berputar-putar, tidak memberi jawaban. Dia tampak menghindar.
Di lain pihak, aku penasaran dengan pelajaran personal dari Ratu ke calon Ratu ini. Apakah urusan inkompeten? Atau urusan kerajaan? Yah, intinya hampir sama kalau ratu mereka inkompeten. Ah, sekalian saja aku pastikan.
"Apa ibu kalian inkompeten?"
"Ibu–"
"UUNGGG!!!!"
Dan, sekali lagi, Rina mencoba berteriak, memotong percakapan kami.
Aku menghela nafas berat.
"Mulisu, bisa tolong kau buat dia pingsan? Perbincangan ini tidak akan maju kalau dia terus mengganggu."
"Dengan senang hati."
"Tidak! Tunggu, aku mohon jangan sakiti kak Rina."
Akhirnya anak ini membuang formalitasnya. Dia tidak lagi menggunakan saya dan berganti ke aku.
"Lalu apa yang kau inginkan? Dia terus berteriak dan mengganggu perbincangan ini. Sudah untung aku tidak membunuh kalian."
Tera terdiam ketika mendengar ucapanku. Dia menggertakkan gigi. Namun, dia melakukannya tidak lama. Dalam waktu singkat, Tera bangkit lagi.
"Kau mau membunuh kami? Pangeran dan calon Ratu Kerajaan Nina? Jangankan membunuh. Kalau kau menyakiti kami sedikit saja, deklarasi perang bisa dibuat oleh Kerajaan Nina. Apa itu yang kau inginkan? Perang?"
Akhirnya, laki-laki ini menunjukkan sosoknya yang sebenarnya. Sejak awal, aku bisa melihat dia berusaha menahan diri karena sadar berada di pihak yang salah. Namun, tampaknya, ucapanku telah membuatnya berpikir kalau aku sudah kelewatan.
Sebenarnya, aku bisa saja mengelak segala klaim yang menyatakan Pangeran Tera dan Tuan Putri Rina berada di Bana'an. Karena berjalan-jalan dengan topeng silika, mereka tidak pernah menunjukkan wajah aslinya pada umum, atau cctv. Jadi, tidak ada bukti kuat kalau mereka berada di tempat ini. Namun, aku ingin mengatakan hal yang lain.
"Bukankah itu yang kakakmu inginkan? Perang."
"Dan kau akan menurutinya?"
Tera benar-benar berubah 180 derajat. Seolah-olah sebelumnya Tera adalah bawahan yang menurut dan sekarang karena sudah dipecat, dia berbicara semaunya. Dan, seperti karyawan yang sudah dipecat, dia tidak memiliki kekang lagi. Jadi, mungkin, aku alihkan saja topik bahasannya sambil mencari informasi lain.
"Kalau begitu biar aku ganti pertanyaannya." Aku melihat ke mata Tera dalam-dalam. "Apa yang kalian lakukan di Bana'an?"
"Kami datang untuk mengawasimu, Lugalgin Alhold."
Tera menjawab dengan cepat, tanpa jeda. Di lain pihak, Rina tidak berteriak lagi. Tampaknya, pertanyaan ini bukanlah sesuatu yang dirahasiakan. Dan bahkan, mungkin, mereka sudah mengira aku akan menanyakan hal ini.
"Mengawasiku? Untuk apa?"
"Apa Raja kerajaan ini tidak mengatakannya padamu?"
"Tentang menjadikanku Raja dan menyatukan lima kerajaan? Aku tidak tertarik, terima kasih."
Tera tersenyum. "Kalau begitu, aku harus bilang, kau tidak beruntung. Tampaknya, Ratu kami, ibu, dan juga kakakku, ingin agar kau mewujudkan ambisi itu, menyatukan lima kerajaan dan menjadi Raja baru."
Aku hampir berdiri dan mencengkeram kaos Tera. Namun, aku beruntung karena kesabaranku belum habis. Kenapa aku bisa semarah ini ketika mendengar rencana mereka? Mudah saja. Karena Fahren.
Keluarga Alhold di kerajaan ini bukanlah inkompeten. Jadi mereka tidak dianggap penting oleh Fahren. Namun, janji Raja pertama membuat Fahren tidak bisa berkutik melawan keluarga Alhold. Dengan kata lain, keluarga Alhold adalah halangan bagi kerajaan ini. Karenanya, Fahren ingin menyingkirkan keluarga Alhold. Oleh karena itu, dia pun mengadu domba keluarga Alhold denganku, sekaligus memberiku ujian calon Raja.
Tentu saja aku tidak mendengar ini secara langsung dari Fahren. Aku mendapatkan informasi ini dari agen schneider yang aku siksa. Selain agen schneider, informasi dari Permaisuri Rahayu membenarkan hal ini. Permaisuri Rahayu berkali-kali melihat Fahren yang mengeluh karena keluarga Alhold semaunya saja tanpa mengindahkan peraturan. Bahkan, mereka lebih arogan daripada bangsawan.
Dan, sebagai efeknya, keluarga Nanna dan Suen terseret dan Tewas. Jadi, ya, aku memiliki pengalaman buruk dengan orang lain memaksaku menjadi Raja. Kalau Ratu Kerajaan Nina adalah seorang inkompeten dan ingin memaksaku menjadi Raja dan menyatukan lima kerajaan, sama saja kami memulai lagi tradisi keluarga Alhold ratusan atau bahkan ribuan tahun silam, saling melempar anggota keluarga Alhold lain untuk menjadi Raja.
Di lain pihak, aku ingin mendengar hal lain.
"Tera,"
"Ya?"
"Kalian adalah keluarga Alhold, ini dibuktikan dengan kakakmu yang inkompeten."
"Eh?"
Mulisu, Emir, Inanna, dan Yuan tersentak ketika mendengar ucapanku. Tunggu dulu. Apa aku belum cerita kalau bertemu dengan inkompeten lain yang adalah Tuan Putri Rina?
"Tidak, kamu belum cerita, Gin." Emir merespons dari belakang.
"Jadi ini sebabnya kenapa mata perempuan itu ditutup? Oke, semuanya jadi masuk akal." Inanna menambahkan. "Tampaknya, kita memiliki Etana kedua. Atau Etana nol? Entahlah. Aku tidak tahu siapa yang lebih tua."
"Tunggu dulu, tunggu dulu. Apa maksud kalian semuanya menjadi masuk akal?" Yuan tidak terima begitu saja. "Apa yang kalian ketahui tapi aku tidak?"
Dan, seperti biasa, tanpa perlu aku bicara, mereka sudah bisa membaca pikiranku. Kalau begini, rasanya, enak juga ya. Tanpa perlu ngomong, mereka sudah tahu apa yang aku inginkan.
Well, kalau tadi Tuan Putri Rina tidak menyerang, mungkin saat ini kalian sudah mengetahui semuanya. Di lain pihak, tuan putri Rina terus berteriak di balik kain yang menutup mulutnya. Aku bisa melihat air liur mulai mengalir karena dia terus berteriak.
Oke, aku mulai merasa kasihan dengan Tuan Putri Rina. Biar aku tahan dulu rasa ingin tahuku.
"Mulisu, buka mulut perempuan itu. Biarkan dia bernafas."
"...tumben kamu baik."
Mulisu berbicara pelan sambil melepas ikatan Tuan Putri Rina. Namun, aku sedikit menyesal telah menyuruh Mulisu membuka sumpalan mulut Tuan Putri ini.
"Apa yang kau katakan, brengsek! Berani-beraninya kamu membocorkan rahasia kerajaan dengan mudah seperti ini!"
Setelah berteriak, Tuan Putri Rina tersengal-sengal. Tampaknya, dia benar-benar ingin berteriak sedari tadi.
Oh, begitu ya. Meskipun sudah cukup jelas, tapi ucapan Tuan Putri Rina mengonfirmasi semuanya. Tuan Putri Rina seorang inkompeten adalah rahasia kerajaan. Yah, normal sih kalau hal ini dirahasiakan. Maksudku, orang-orang, terutama yang berbakat dan spesial, apalagi bangsawan, tidak akan sudi diperintah dan dipimpin oleh seorang inkompeten.
Tanpa perlu melihat matanya, aku bisa menduga dia melihatku dengan sengit di balik kain itu.
Tiba-tiba saja, sebuah pertanyaan konyol melintas di benakku.
"Hei, Tuan Putri Rina, apa berarti semua barang di istana Kerajaan Nina adalah barang antik?"
"...huh?"
Tuan Putri Rina tidak memberi jawaban. Dia hanya memiringkan kepala, menunjukkan kebingungannya.
Di lain pihak, tanpa perlu kuminta, Tera memberi penjelasan.
"Ya, benar. Semua barang di istana adalah barang antik. Ada alasan kenapa tagihan listrik istana terlihat besar jika dibandingkan dengan istana kerajaan lain."
Tera tidak memberi aura mengancam seperti tadi. Kini, dia sudah kembali ke mode bawahan yang menurut. Hmm.... Kalau aku mengancam akan membunuh kakaknya, apakah dia akan berubah lagi? Mungkin. Namun, aku tidak memiliki niat untuk melakukan hal itu.
"Hei, Pangeran Tera, apa kau keberatan kalau aku meminta cetak biru atau buku manual pembuatan barang-barang antik itu?"
"Tidak usah panggil pangeran. Tera saja. Aku sudah menunjukkan sisi jelekku ke kamu, pihak dari kerajaan lain."
Hoo, aku tidak mengira dia memperhatikan citranya. Ketika menyangkut orang lain, Tera mirip dengan kakaknya, impulsif. Namun, menurutku, ini cukup normal. Aku sendiri juga beringas ketika orang lain membawa-bawa orang di sekitarku, seperti ketika Fahren menyeret keluarga Nanna dan Suen bahkan membahayakan Ninlil.
"Baiklah, kalau begitu. Jadi, bagaimana, Tera?"
"Tentu saja bisa. Hal itu adalah hal yang sederhana. Bahkan, kalau kamu mau, aku bisa meneruskan beberapa file sekarang juga melalui email. Kebetulan aku memiliki beberapa pesan masuk berisi hal itu."
"Bagus. Tolong kirim ke emailku."
Dalam waktu singkat, beberapa email masuk.
Sementara aku membuka file dan memeriksanya dengan cepat, terlihat yang lain tampak kebingungan dengan arah pembicaraan ini. Dari yang sebelumnya serius urusan perang, rencana membuatku menjadi Raja, dan rahasia kerajaan, tiba-tiba berubah menjadi aku meminta file untuk membuat benda antik.
Di lain pihak, Pangeran–tidak. Tera sudah menggunakan "kamu" untuk memanggilku, tidak lagi dengan tuan. Tampaknya, dia berusaha dekat denganku.
"Hei, Lugalgin,"
"Ya?"
Aku memasukkan smartphone ke saku dan melihat ke sumber suara, Tuan Putri Rina.
"Apa aku boleh minta ikat mataku dibuka? Jujur, kepalaku mulai pusing karena hal ini."
Yah, aku paham. Ketika mata ditutup, indra lain akan lebih sensitif. Kalau tidak terbiasa, mereka akan pusing.
"Maaf, tapi tidak. Kalau melakukannya, aku tidak tahu apa yang akan kamu dan adikmu lakukan."
"Ayolah! Aku tidak sebodoh itu!" Rina mengelak. "Tanpa perlu kamu bilang, aku bisa merasakan kalau orang di belakangku ini terbiasa bertarung tanpa pengendalian. Dan, aku bisa bilang tidak akan bisa menang kalau bertarung dengannya. Selain itu, bukan hanya orang di belakangku. Aku memiliki firasat dua calon istrimu juga terbiasa melakukannya, kan? Aku tidak akan mungkin menang kalau kalian mengeroyokku."
Aku terdiam sejenak mendengar ucapan Rina. Aku tidak tahu dia sadar atau tidak, tapi akan aku biarkan.
Di lain pihak, dia tidak salah. Mulisu, Emir, dan Inanna bisa bertarung walaupun tanpa pengendalian. Untuk Yuan... aku tidak yakin. Bahkan, aku tidak tahu apakah dia bisa bertarung atau ti–
"Aku bisa bertarung tanpa pengendalian. Bahkan, aku lebih terbiasa bertarung tanpa pengendalian. Ada alasan kenapa aku dan Jin bisa jadian. Dan lagi, memangnya seberapa sering kamu melihatku menggunakan pengendalian?"
Kamu menggunakan pengendalian.....aku tidak bisa mengingatnya. Antara kamu jarang sekali melakukannya atau bahkan memang tidak pernah. Yah, itu tidak penting.
"Jadi, bisa tolong buka penutup mataku?"
Aku tidak langsung mengiyakan. Aku melihat ke Tera, tapi dia hanya membuka tangan.
"Bagaimana menurutmu, Mulisu?"
"Aku memiliki masalah. Lihat ini?" Mulisu mengetok eksoskeleton di kakinya. "Kalau tidak bisa menggunakan pengendalian, aku tidak akan bisa berdiri atau bahkan bergerak. Jadi. Tidak!"
"Tunggu dulu. Kamu perempuan di lapangan golf itu kan? Aku mengenali suaramu. Di lapangan golf itu, kamu bisa melepaskan tembakan ke arahku bahkan menangkis seranganku. Apa maksudmu tidak bisa berdiri atau bahkan bergerak tanpa menggunakan pengendalian?"
Alasannya adalah karena sekarang Mulisu mengenakan pakaian kasual, tidak mengenakan pakaian Agade yang menutupi seluruh tubuh, plus topeng dan wig. Dengan pakaian kasual, dia akan langsung merasakan efek penghilang pengendalian.
Di lain pihak, tanpa Rina sadari, dia sudah membeberkan "rahasia kerajaan" sejak beberapa saat lalu. Bahkan, Tera sudah menutupi wajah dengan telapak tangan.
"Kak,"
"Ya, Tera?"
"Kakak sadar tidak sih kalau sudah membeberkan kemampuan Kakak sejak mengatakan mereka terbiasa melakukan pertarungan tanpa pengendalian?"
Rina tidak menjawab. Dia terdiam dengan mulut menganga. Kalau matanya terbuka, aku pasti bisa melihat pandangannya yang kosong.
"APAAAA??????"
Bersambung