"Bisa ulangi lagi?"
[Hadiah itu diberi oleh Kerajaan Nina. Tentu saja, beritanya hanya mengabarkan kerja sama internasional.]
Ini adalah pertama kali aku mendengarnya. Mungkin–
[Mungkin kalau kamu menghubungiku lebih sering atau lebih awal, berita ini sudah sampai di telingamu]
Oke! Perempuan ini, Lacuna, jauh lebih mengerikan dari semua perempuan di tempat ini. Dia bisa memotong dan mengetahui jalan pikirku padahal kami hanya berbicara lewat telepon. Dia tidak melihat wajah atau gestur tubuhku.
"Tolong, aku tidak mau membahas hal itu. Begitu Emir dan Inanna tahu aku pernah tidur denganmu, mereka sempat marah dan bahkan menangis di depanku. Aku tidak ingin melihat dan mengalami hal itu lagi."
[Hahahaha. Kalau menjadi mereka, aku tidak akan marah dan menangis.]
"Tapi?"
[Aku akan bunuh perempuan itu, lalu kamu, lalu bunuh diri.]
"...."
[Ahaha, aku hanya bercanda. Jangan ditelan mentah-mentah.]
Tidak. Aku tidak yakin dia benar-benar bercanda. Yah, mungkin saat ini dia mengatakan hanya bercanda. Namun, aku sama sekali tidak terkejut kalau dia benar-benar melakukannya.
Siapa pun yang akan menjadi kekasih Lacuna di masa depan, aku sarankan kamu tidak selingkuh atau ketahuan tidur dengan perempuan lain. Ya, aku berdoa.
"Kembali ke urusan. Hadiah dari kerajaan Nina, dan yang terdaftar...." aku berhenti sejenak. "Apakah ini terdaftar di pemerintah atau pasar gelap?"
[Hehe, kamu cukup peka,] ucap Lacuna menggoda. [Tentu saja yang terdaftar di pasar gelap. Untuk yang di pemerintah, meski kerabatku mengatakan pihak berwenang bisa memproduksinya, aku tidak melihat ada kenaikan jumlah atau persebaran barang ini secara luas. Jadi, aku meragukannya.]
Begitu ya. Di lain pihak, aku sedikit penasaran kenapa Lacuna menyelidiki hal ini. Apakah dia ada pekerjaan yang berhubungan dengan penghilang pengendalian? Tidak. Tidak mungkin. Lacuna bukan tipe yang suka bercerita mengenai pekerjaan. Dia hanya akan bercerita soal pekerjaan kalau aku menjadi rekan kerjanya. Selain itu? Tidak!
[Lalu, apa ada yang ingin kamu dengar lagi?]
"Kerja sama ini. Apakah sudah lama atau baru saja?"
[Sudah lama. Bahkan, beberapa generasi sebelumnya. Dan, hal ini lah yang membuat informasi menjadi simpang siur, sudah terlalu lama.]
Kalau beberapa generasi sebelumnya, berarti ada kemungkinan Tuan Putri Rina bukanlah inkompeten pertama dari keluarga kerajaan Nina. Bisa jadi inkompeten sudah lahir di kerajaan mereka sejak lama. Namun, karena sistem mereka dimana Ratu dan calon Ratu dilarang menggunakan pengendalian, dan menyerahkannya pada orang terdekat, hal ini tidak ketahuan.
Meski sempat menyelidiki keluarga kerajaan Nina, dan meminta bantuan Ibla juga, aku menghentikannya karena Fahren berkhianat. Aku jadi berpikir pencarian inkompeten sudah tidak penting lagi. Mungkin pencarian inkompeten dan penyelidikan keluarga kerajaan Nina dilanjutkan, aku sudah mengetahui hal ini dari dulu. Mungkin.
Yah, sudahlah. Tidak ada juga gunanya menyesali yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur.
"Kurasa sudah cukup sampai segitu dulu. Aku titip mereka ya."
[Hahaha, jadi, sekarang, kamu akan menggunakan mereka sebagai alasan untuk berkomunikasi denganku, ya? Modus operandimu bagus juga.]
"..."
Aku tidak memberi jawaban. Bukan tidak bisa, tapi tidak mau. Kalau aku menjawab, dia mungkin akan lebih menjahiliku lebih jauh. Padahal, kalau berbicara secara langsung, aku yang menjahilinya. Entah kenapa, kalau lewat telepon, posisinya berbalik. Entahlah.
***
Mumpung masih di masa gencatan senjata, aku menyuruh agen schneider, Agade, Akadia, dan Guan untuk mencari Tuan Putri Rina dan Pangeran Tera. Tentu saja, aku menyiapkan uang imbalan bagi siapa pun yang bisa mendapatkan informasi mengenai keberadaan mereka. Namun, meski sudah beberapa hari berlalu, belum ada kabar.
Saat ini, aku juga sedang melakukan penelusuran mandiri. Melalui laptop, di ruang kerja, aku mulai mencari data cctv. Yang aku cari bukanlah data yang ada, tapi data yang tidak ada. Berdasarkan informasi dari Yuan, saat aku menghancurkan lapangan golf, tidak ada satu pun kamera cctv yang aktif di tempat itu. Bahkan, beberapa citra satelit hilang pada daerah tersebut, menjadi titik hitam.
Secara sekilas, pencarian ini akan tampak sangat sederhana. Aku hanya cukup mencari daerah yang kamera cctvnya mati. Namun, hal ini tidak semudah itu. Mereka sangat waspada. Selalu ada beberapa lokasi yang mati bersamaan. Jadi, ada beberapa kemungkinan. Dan, karena matinya tidak lama, pengurus kamera cctv hanya menganggap ada kesalahan teknis, tidak lebih.
Selain itu, entah aku harus senang atau tidak, pasar gelap Bana'an dikenal memiliki kualitas topeng silikon yang hebat. Kalau mau, mereka hanya cukup membeli topeng silikon dan wajah pun sudah berganti. Lengkapi dengan wig, selesai sudah. Pencarian ini tidak akan pernah membuahkan hasil. Ada alasan kenapa aku mengerahkan tiga organisasi dan intelijen kerajaan. Karena pekerjaan ini hampir tidak memiliki solusi.
"Gin?"
"Masuk,"
Suara terdengar bersama dengan pintu yang diketuk. Aku pun mempersilakan pemilik suara itu, yang adalah Yuan. Tentu saja, dia tidak sendiri. Bersama Yuan, aku merasakan kehadiran beberapa orang. Beberapa orang itu adalah Emir, Inanna, dan Mulisu. Mereka pun masuk dan langsung duduk di sofa tanpa menunggu kupersilakan atau meminta izin.
Ngomong-ngomong, Inanna memutuskan agar operasi wajahnya dilakukan kemudian hari. Saat ini, dia memutuskan untuk mengenakan topeng silikon dan wig, mengembalikan penampilannya sebelum serangan. Dia bilang, kita sedang dalam masa kritis. Inanna khawatir dirinya akan menjadi target lagi ketika tidak bisa bertarung karena sedang menjalani operasi.
"Gin," Yuan membuka pembicaraan. "Aku ingin penjelasan apa yang kamu lakukan ketika menyerang lapangan golf itu? Laporan kerusakannya benar-benar tidak normal. Semuanya.... entahlah. Aku tidak tahu harus bagaimana mengatakannya, tidak alami, Unnatural, seolah-olah.... semua benda menjadi hidup dan memutuskan untuk memorak-porandakan segalanya."
Semua benda menjadi hidup dan memutuskan untuk memorak-porandakan segalanya? Yuan, kamu seorang penulis? Pemilihan katamu benar-benar spesial.
"Dan, Gin," Mulisu masuk. "Kamu sudah berjanji akan memberi penjelasan, kan?"
Ah, iya juga ya. Aku hampir lupa gara-gara dalam seminggu ini aku benar-benar sibuk dengan serangan ke rumah, kematian Mari, pemindahan anak-anak ke Lacuna, dan pencarian dua orang itu. Namun, sekarang setelah keadaan menjadi sedikit lebih tenang, sedikit, aku jadi ragu menceritakannya. Apakah aku akan benar-benar membuka rahasiaku? Yah, kurasa sudah waktunya.
"Gin, apakah pencarian dua orang yang sekarang ini berhubungan dengan serangan itu?"
Yuan kembali mengajukan sebuah pertanyaan, yang bisa dibilang, sudah diduga. Yah, saat ini, informasi yang kusebar hanyalah kita tidak boleh membiarkan pihak luar mencampuri urusan kerajaan ini. Dengan kata lain, aku mencoba untuk menghentikan pihak luar membantu oposisi. Namun, tentu saja, alasan yang sebenarnya bukan itu.
"Apa Ibla tidak meminta penjelasan juga?"
Mulisu menggeleng. "Dia merasa meminta penjelasan tidak akan mengubah apapun. Dan, meskipun mungkin memiliki sebuah senjata yang bisa membalikkan keadaan, kamu jadi harus dipaksa tidur setelahnya. Dan...."
Mulisu tidak menyelesaikan ucapannya. Dia mengalihkan pandangan.
"Apa Ibla menganggap kematian Mari dan luka Hurrian sebagai salahnya?"
Mulisu mengangguk. "Iya. Dia berpikir, kalau kamu masih sadar, mungkin Mari dan Hurrian tidak akan berpikir untuk mengonfrontasi Weidner dan Shanna. Dia berpikir, mungkin kamu bisa memaksa mereka dan memberi hasil yang berbeda."
Aku tidak menyalahkan jalan pikir Ibla. Apalagi, setelah Yarmuti terluka parah dan aku memaksanya mundur dari anggota elite Agade. Jadi, normal jika Ibla merasa kematian Mari adalah kesalahannya lagi. Repot juga. Kalau begini terus, ke depannya, dia bisa ragu dan takut untuk mengambil keputusan. Kalau hal ini terjadi, dia tidak akan bisa memegang posisi pelaksana tugas pimpinan Agade.
"Hah," aku menghela nafas. "Kematian Mari bukanlah salahnya. Kalau mau mencari orang untuk disalahkan, aku lah orang itu."
"Gin–"
Aku menjulurkan tangan ke depan, menghentikan Mulisu yang berusaha menyanggah.
"Mari dan Hurrian mengonfrontasi Weidner dan Shanna karena mereka tidak mau aku yang melakukannya. Mereka tidak mau aku membunuh orang yang selama ini kucari. Mereka tidak mau perasaanku tersakiti karena orang yang selama ini kucari ternyata adalah musuh.
"Namun, teman-teman masa kecil mereka tidak ingin aku berpikir seperti ini. Dan, meskipun berat hati, aku pun memaksa agar tidak menyalahkan diriku sendiri. Setidaknya, ini adalah penghormatan terakhir yang bisa kupersembahkan untuk Mari dan Hurrian."
Mulisu tidak memberi respon. Di lain pihak, yang lain hanya menunduk ketika mendengarku.
"Dan lagi," aku menambahkan. "Sejak awal, yang menjalankan Agade adalah kamu, Mulisu, dan kemudian dibantu oleh Ibla. Meski kalian bilang, dan memaksa, aku lah pimpinan Agade, faktanya, aku hanya pendiri. Selama ini, yang aku lakukan hanyalah meminta tolong dan memerintah kalian. Tidak lebih. Ibla harus lebih percaya diri lagi."
Daripada Agade, aku lebih aktif memimpin intelijen kerajaan.
"Hehe, iya juga sih." Mulisu tertawa kecil. "Setelah kamu mengatakannya, iya juga ya. Kamu hanya pimpinan di nama."
"Kan?"
"Yah, baiklah. Aku akan mengatakannya pada Ibla."
"Bagus. Dan, sekarang, kita kembali ke pertanyaan pertama. Penjelasan mengenai apa yang terjadi saat itu."
Meskipun ada sedikit keraguan, aku mengabaikannya. Sudah waktunya Mulisu mengetahui hal ini mengingat dia adalah rekan kerja terlamaku. Tapi.... sebentar.
"Yuan, aku ingin kamu bersumpah untuk tidak pernah membocorkan informasi ini pada siapa pun, bahkan pada Jin. Apa kamu bersedia?"
"Tentu saja."
Wow, aku benar-benar terkejut. Perempuan ini bisa memberi konfirmasi begitu cepat, tanpa keraguan atau jeda.
"Ini tidak akan merusak hubungan kalian, kan?"
"Tidak. Tidak. Kami sudah sepakat untuk tidak membawa urusan pekerjaan ke ranjang. Jadi, aku memiliki beberapa rahasia, dia juga memiliki beberapa rahasia. Terkadang, ada hal yang tidak perlu dijelaskan ke pasangan. Selama kamu tidak selingkuh, tentu saja."
Beberapa hal tidak perlu dijelaskan ke pasangan. Di saat ini, aku jadi teringat saat Emir dan Inanna menghajarku karena tahu aku pernah meniduri Lacuna. Pandanganku pun bertukar sejenak dengan mereka. Dan, tampaknya, seperti biasa, mereka sudah menduga jalan pikirku.
"Gin, jangan coba-coba." Emir memberi peringatan.
Inanna menambahkan, "hubungan mereka dan hubungan kita berbeda. Jangan disamakan."
Hanya ingin memberi masukan, tapi, oke, oke. Aku tidak akan melawan atau memberi sanggahan.
"Baiklah, begini–"
Tiba-tiba saja, AC ruangan mati. Bukan hanya AC, laptopku pun mati, padahal aku sudah mengenakan sarung tangan. Selain itu, instingku juga tiba-tiba meronta, seolah ada tusukan di tengkuk leher.
Sial!
"Awas!"
Sebenarnya, aku tidak perlu berteriak. Empat perempuan ini sudah sigap. Mereka sudah berdiri dan merobohkan mejaku. Aku pun melompat ke balik meja. Belum cukup, aku menarik dua sofa yang ada untuk membuat pelindung di sisi lain. Kini, kami berlindung di antara meja kayu dan sofa di dua sisi. Kenapa? Untuk berjaga-jaga. Dan, dugaanku cukup tepat.
Suara kaca pecah terdengar, sebuah roket melayang di atas kami. Roket itu menghantam dinding yang memisahkan ruangan ini dan koridor, menghancurkannya. Beruntung, sofa melindungi kami dari runtuhan dinding yang terlempar.
Baik, perempuan ini kelewatan!
Aku bangkit dan berjalan ke balkon. Di kejauhan, di langit, terlihat sebuah papan besi melayang. Aku tidak bisa melihat siapa yang ada di atasnya, tapi aku bisa menduganya.
Kalau dia tiba-tiba menyerang, dengan kata lain, dia bisa mendengar ucapanku. Aku sudah memastikan tidak ada penyadap di ruangan ini. Skenario yang paling mungkin adalah si adik menggunakan pengendalian untuk menerbangkan penyadap di luar ruangan ini, di dekat jendela. Seharusnya suaraku tidak bisa terdengar dari balik jendela atau terdengar di antar suara angin. Dengan kata lain, mereka menggunakan alat yang tidak kuketahui keberadaannya.
Di saat itu, sebuah suara benda terjatuh terdengar. Aku menoleh ke kiri dan melihat sebuah handi talki sudah tergeletak.
[Hei, Lugalgin Alhold, jawab!]
Aku mengambil handi talki itu. "Apa yang kau mau, menyerang di siang bolong, belum Lagi ada potensi tembakanmu meleset dan menghantam warga sipil. Tidak, bahkan, kau menyerang mal, sebuah fasilitas umum. Apa yang harus kukatakan pada media? Apa kau mau menyulut perang?"
[Aku hanya memberimu peringatan. Jangan beri penjelasan mengenai kekuatan kita pada siapa pun. Sebagai seorang Alhold–]
"Aku sudah banyak mendengar Alhold yang berkata sama sepertimu. Aku harus melakukan ini karena aku Alhold. Aku harus melakukan itu sebagai seorang Alhold. Biar aku bilang padamu, aku tidak peduli apa yang dikatakan orang. Dan, kalau kau memaksa, aku akan membunuh keluargamu juga, sama seperti aku membunuh Alhold di kerajaan ini."
[....]
Tidak terdengar balasan. Perempuan ini terdiam.
[Untuk seorang Alhold, kau terlalu mencolok.]
"Dan, untuk seorang Alhold, kau terlalu impulsif dan bodoh."
Bersamaan dengan balasanku. Beberapa ledakan terlihat di udara. Terlihat lempeng udara itu berkali-kali melakukan manuver, menghindari ledakan yang datang.
"Perlu kau ketahui, aku hanya memegang kendali atas intelijen. Militer dan kepolisian negara ini masih berdiri di luar kuasaku. Dan, seperti yang kubilang sebelumnya, karena kalian telah melepaskan serangan pada salah satu gedung yang adalah mal, fasilitas umum, militer dan kepolisian pun terpaksa menganggap kalian sebagai teroris."
Bukan hanya ledakan. Aku melihat beberapa titik di kejauhan yang semakin besar. Karena pergerakannya tampak tidak terlalu cepat, aku menyimpulkan benda yang mendekat adalah helikopter.
[Apa kalian pikir bisa menyerangku dengan mudah?]
"Apa kau yakin ingin menggunakan kekuatanmu?"
[Hah?]
"Kalau kau menggunakan penghilang pengendalian pada helikopter itu, maka helikopter itu pun akan jatuh. Dan, bisa dipastikan, pesawat itu akan jatuh di pemukiman warga. Dengan demikian, status terorismu pun akan semakin memuncak karena menyebabkan kematian di pemukiman. Dan aku terpaksa meletakkan wajahmu sebagai buron kerajaan.
"Dan, kerajaanmu yang mendengar ini sangat mungkin tersinggung dan mendeklarasikan perang. Dengan kata lain, gara-gara aksimu, Bana'an akan berperang dengan Mari. Jutaan nyawa akan melayang. Jutaan anak-anak akan menjadi yatim piatu karena orang tuanya tewas di peperangan. Dan, semua itu terjadi karena kebodohanmu. Semua nyawa yang akan tewas, adalah salahmu, tanggung jawabmu."
[BRENG–]
Suara perempuan itu terpotong. Bersamaan dengan hilangnya suara perempuan ini, lempeng besi itu mendekat ke arah kami. Dalam waktu singkat, sebuah perempuan berambut hitam dengan wajah oriental tergeletak di atas lantai. Mata, mulut, tangan, dan kakinya terikat oleh besi. Bersama perempuan itu, seorang laki-laki berambut merah berdiri.
Laki-laki itu menarik wajah dan rambutnya ke atas. Dalam waktu singkat, wajah dan rambutnya pun berubah. Kini dia berambut perak hingga menyentuh telinga dan bermata biru.
Sudah kuduga, mereka menggunakan penyamaran.
Namun, tiba-tiba, laki-laki ini melakukan hal yang tidak aku duga. Dia berlutut dengan kaki kiri menahan di tanah dan tangan kanan penyentuh dada kiri.
"Maafkan atas kelancangan kami. Namun, kami harap Tuan Lugalgin bersedia meminta agar militer dan kepolisian mundur."
"Aku mengulangi ini seperti cd rusak. Kalian sudah menyerang gedung mal, yang adalah fasilitas umum, dan membahayakan warga. Kepolisian sudah mengepung gedung ini, dan militer pun mengirimkan helikopter tempur. Setelah itu semua, apa yang kau ingin aku katakan ke militer?"
"Tentu saja, saya akan menyiapkan kompensasi yang setimpal atas semua masalah ini."
Kompensasi, huh?
Yah, baiklah.
Aku mengambil telepon dan membuat panggilan ke militer dan kepolisian. Aku hanya memberi mereka perintah untuk mundur dan menganggap serangan yang terjadi adalah kecelakaan gas, seperti biasa. Meski sempat enggan, setelah aku mengatakan akan ada kompensasi yang setimpal, mereka pun menurut dan meninggalkan tempat ini.
"Kita ada banyak hal untuk dibicarakan."
Bersambung