"Kau bercanda, kan?"
"Sayangnya, tidak. Ini adalah laporan rekrutmen dan pelatihan sejak divisi intelijen diambil alih oleh keluarga Azzaha."
Aku mendapatkan informasi kalau Intelijen kerajaan ini memiliki kantor pusat di setiap kota. Karena aku tinggal di Haria, Fahren menyatakan aku bisa mengatur semua urusan dari Haria. Kantor pusat di Kota Haria berada di mal terbesar, Mal Haria Tomorrow. Beberapa lantai paling atas Mal, yang merupakan hotel, adalah ruang kerja agen schneider di kota ini. Dan, ya, aku sudah tahu ini sejak lama.
Ruanganku berada di lantai paling atas, di sisi utara gedung. Ruangan ini sudah memakan setengah lantai padahal hanya berisi sofa di ujung, meja dan kursi tinggi di tengah, dan beberapa rak. Jendela yang menyambung balkon terpasang di belakangku.
Saat ini, aku duduk di kursi tinggi dan Jeanne duduk di depanku, di seberang meja. Dia mengenakan pakaian kasual, bukan pakaian militer atau kerajaan.
Dari informasi yang diberi Fahren, kantor pusat berpindah-pindah sesuai dengan tempat tinggal pimpinannya. Dan, ini adalah kali kedua kota Haria digunakan sebagai kantor pusat.
Karena kantor pusat sering berpindah, semua dokumen harus memiliki bentuk elektroniknya dan disimpan di istana. Karena sifatnya rahasia, dokumen elektronik tidak pernah dikirim melalui email, tapi dipindahkan melalui flash drive melalui kurir, yang juga adalah agen schneider.
Pagi ini, sekitar sehari sejak aku menjadi pimpinan Intelijen, aku memutuskan untuk langsung datang ke sini. Kemarin, aku meminta Jeanne untuk membuat kompilasi data rekrutmen dan pelatihan semua anggota Agen Schneider sejak diambil alih oleh keluarga Azzaha. Dan, entah apa niatnya, dia juga melampirkan data rekrutmen dan pelatihan ketika intelijen masih dipegang oleh keluarga Cleinhad.
Dugaanku pun terkonfirmasi. Keluarga Azzaha benar-benar tidak kompeten. Sejak diambil alih, rekrutmen hanya fokus pada sekolah-sekolah kesatria. Selain itu, boro-boro siswa yang memiliki potensi dan keunggulan, yang direkrut hanya orang-orang dengan latar belakang bangsawan. Meskipun agen schneider memberi masukan sebuah nama, kalau nama itu tidak memiliki latar bangsawan, nama itu langsung ditolak.
Selain itu, latihannya pun, entahlah, sangat ringan. Bahkan hampir sama dengan latihan sekolah kesatria. Jadi, dengan kata lain, orang-orang itu direkrut hanya untuk meninggikan gelar bangsawan dan menambah jabatan.
Karena buruknya manajemen oleh keluarga Azzaha, manajemen oleh keluarga Cleinhad tampak begitu baik dimana mereka tidak memedulikan latar belakang. Rekrutmen langsung melalui pengintaian dan pengumpulan informasi terhadap siswa-siswa yang sedikit atau sangat menonjol. Keluarga Cleinhad tidak peduli siswa itu dari sekolah mana dan latar belakangnya apa.
Latihan yang diberi oleh keluarga Cleinhad pun tampak cukup kompeten, mirip seperti latihan yang kuberi pada Emir dan Ufia beberapa bulan lalu. Bahkan, di sela-sela latihan, kandidat agen Schneider tersebut akan dipaparkan oleh rasa haus darah sesering mungkin, membuat mereka terbiasa.
Meskipun ada cukup banyak titik yang tidak lolos dari korupsi, kolusi, atau nepotisme, tapi, setidaknya, konsep dasar mereka jauh, aku ulangi, jauh lebih baik daripada keluarga Azzaha.
Namun, yang menjadi masalah utama adalah, menurutku, fakta bahwa Fahren membiarkan semua ini terjadi begitu saja. Dia, sebagai seorang Raja, seolah tidak peduli dengan semua ini.
Aku mengambil smartphone dan menekan nomor telepon. Aku hanya melakukan panggilan suara, bukan video. Tampaknya, untuk mencegah informasi bocor, handphone Fahren tidak pernah menerima panggilan video.
"Jeanne, kalau kamu memiliki kesetiaan dan loyalitas tinggi terhadap ayahmu, aku sarankan kamu keluar dari ruangan ini."
"Tidak apa, aku juga ingin sesekali mendengar ayah dimarahi oleh seseorang. Bahkan, kalau kamu tidak keberatan, aku berharap kamu menelepon dengan mode loudspeaker."
Aku terdiam sejenak sambil melihat ke arah Jeanne.
Jeanne mengatakan itu semua dengan sebuah senyum dan mata terpejam.
Meski dia mencoba menutup niatnya yang sebenarnya, aku setengah paham kenapa dia ingin aku melakukan telepon dengan loudspeaker.
Aku pun menurut. Telepon dilakukan dengan metode loudspeaker. Setelah beberapa kali mendengar nada dering, akhirnya panggilan ini diangkat.
[Selamat pagi, Yang Mulia Paduka Raja Lugalgin. Maaf atas kelancangan hamba, apakah Yang Mulia Paduka Raja memiliki sebuah kepentingan dengan hamba sehingga hamba memiliki kehormatan untuk mendapatkan telepon dari Yang Mulia Paduka Raja?]
Mendengarnya membuatku sedikit naik pitam.
"Mendengar kamu memanggilku dengan sebutan Yang Mulia Paduka Raja, aku asumsikan kamu sendirian, kan?"
[Bukaan maksud ham–]
"Hentikan cara berbicara itu." Aku memotong.
Fahren terdiam sejenak, lalu kembali berbicara. [Maaf, aku hanya bercanda. Saat ini, aku bersama istriku. Dan, ya, kami sendirian.]
"Sebelum aku melanjutkan, aku sarankan kamu jauhkan teleponmu sedikit dari telinga."
[Jangan khawatir. Aku sudah melakukannya.]
"Bagus. Kalau begitu." Aku menarik nafas, bersiap meninggikan suara. "Apa kamu bercanda? Manajemen macam apa ini? Daripada divisi intelijen, agen schneider hanyalah divisi pemberian gelar pada bangsawan! Dan lagi, ini semua terjadi di bawah pengawasanmu! Kamu serius apa tidak mengurusi kerajaan ini, HAH? Apa jumlah kematian agen dalam tugas yang meroket tidak menjadi masalah? Apa semua nyawa itu hanya lah angka untukmu, Hah?"
Ya, selain rekrutmen dan pelatihan, terdapat laporan lain yang mengganggu. Hal itu adalah angka kematian agen yang meroket setelah intelijen Kerajaan diambil alih oleh keluarga Azzaha. Dan, repotnya, sebagian besar laporan menyatakan agen-agen lama tewas karena kesalahan agen baru. Entah apakah agen lama itu benar-benar mengorbankan diri atau mereka dikorbankan.
"Baiklah, jawabanmu?"
Aku menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diri.
[Baiklah, pertama, aku ingin menyampaikan permintaan maaf atas semua ini.]
Seorang Raja meminta maaf ke seorang rakyat jelata, aku. Kalau orang melihat, mereka pasti akan berpikir Raja ini tidak memiliki harga diri. Seorang Raja tidak hendaknya menundukkan kepala, dengan kata lain meminta maaf, kepada siapa pun kecuali pada orang yang status dan jabatannya lebih tinggi, seperti Raja yang sebelumnya.
Ketika Fahren melakukannya, ini menunjukkan resolusinya yang ingin sekali membuatku menjadi Raja. Tidak, menunjukkan resolusi terlalu menyepelekannya. Bahkan, dia sudah menganggap statusku di atasnya. Dan, aku sama sekali tidak menyukai hal ini.
[Aku tidak akan mengelak kalau ini semua adalah salahku. Dan, aku juga mengaku bersalah karena telah membiarkan ini semua terjadi. Namun, permasalahannya adalah, manajemen yang sebelumnya pun memiliki celah dimana semua posisi petinggi intelijen diisi oleh keluarga Cleinhad. Dan, karena insiden keluarga Cleinhad, semua posisi pun kosong, membuat bangsawan lain langsung berebut.]
"Berebut? Apa bisa aku asumsikan kamu tidak menggunakan hakmu untuk menunjuk pengelola yang baru? Kamu membiarkan internal agen schneider memutuskan sendiri?"
[Ya, benar. Karena pada akhirnya para agen akan berada langsung di bawah perintahku, aku berpikir tidak masalah siapa pun yang memegangnya.]
Tidak. Aku tidak percaya Fahren berpikir seperti itu. Dia adalah orang yang licik dan penuh skema. Bahkan, pertikaian Emir dan Inanna adalah hasil perencanaannya dengan Arid. Kalau begitu, dugaanku adalah,
"Aku tidak percaya kamu berpikir demikian." Aku menolak pernyataan Fahren. "Daripada itu, aku menduga kamu berpikir, 'Lugalgin akan menjadi Raja. Dia adalah Raja yang sesungguhnya, maka dia pasti bisa menyelesaikan semua masalah ini'. Dan lalu, daripada membenahi intelijen kerajaan ini, kamu lebih fokus mempertemukanku dengan Emir dan Inanna, yang berakhir seperti sekarang. Apa dugaanku benar?"
Tidak terdengar jawaban dari Fahren. Di lain pihak, perempuan berambut coklat generik di depanku ini masih tersenyum dan menutup mata. Dia tidak menunjukkan perubahan ekspresi dari tadi.
[Lugalgin, apa orang pernah bilang kalau kamu terlalu perseptif?]
"Menurutmu?"
Fahren tidak menjawab. Setelah keheningan sesaat, aku mendengar suaranya yang menghela nafas.
[Ya, benar. Itu adalah jalan pikiranku. Aku ingin menyerahkan semuanya padamu. Maksudku, aku, Raja kerajaan ini, telah membiarkan keluarga Cleinhad memonopoli posisi intelijen begitu saja. Bahkan, aku menutup mata terhadap semua itu. Oleh karena itu, aku, yang telah membiarkan semua ini terjadi, merasa tidak memiliki hak untuk mengatur urusan intelijen kerajaan ini.
[Apa kamu tahu, Gin? Sebelumnya, meski aku ingin menjalankan perintah para Raja sebelumku, perintah ayahku, yaitu meneruskan takhta pada inkompeten, yaitu kamu, aku ragu. Aku ragu apakah aku bisa asal memberikan posisiku padamu, seseorang yang tidak pernah berurusan dengan kerajaan?
[Namun, akhirnya, insiden itu terjadi. Insiden itu seolah membuka mataku 'ini adalah hasil dari kekuasaanmu dan semua Raja sebelummu'. Seolah-olah aku diingatkan 'kau bukanlah pemimpin yang sesungguhnya'. Titik itu adalah momen ketika aku benar-benar yakin kalau aku memang ditakdirkan meneruskan takhta padamu, Lugalgin Alhold. Dengan kepemimpinanmu, aku rasa insiden semacam itu tidak akan terjadi.]
Ucapan Fahren tidak lagi tegas seperti biasa atau bercanda seperti sebelumnya. Kali ini, nadanya lemah, bahkan, sesekali, dia terdengar sesenggukan. Tampaknya, kematian keluarga dan menjadi yatimnya anak-anak Cleinhad menjadi sebuah cambuk yang amat sangat menyakitkan.
Di depanku, Jeanne, setengah membuka matanya. Terlihat matanya merah dan berkaca-kaca. Bahkan, air mata langsung mengalir ketika dia membuka mata. Tampaknya, sedari tadi, dia menutup mata untuk menyembunyikan tangis.
Dan, senyum yang terpasang di wajah Jeanne bukanlah senyum sinis atau senang karena mendengar ayahnya dihina dan dihujat, tapi lebih seperti senyum yang lega. Seolah-olah dia menanti aku melakukan ini semua.
Di lain pihak, kalau ini adalah yang menyebabkan Fahren menjadi yakin untuk meneruskan takhtanya padaku, ini justru menjadi semacam karma. Seolah-olah karma mengatakan, 'kamu yang menyebabkan semua kekacauan ini, maka kamu lah yang harus membereskannya'. This is not good for me.
[Gin, maaf, biar aku yang mengambil alih. Tolong beri Fahren waktu. Dia juga manusia biasa yang merasakan sedih. Dia masih merasa bersalah atas insiden Cleinhad. Dia masih berpikir kalau seandainya sejak awal dia menetapkan pikirannya untuk menjadikanmu Raja, pasti insiden itu tidak akan terjadi.]
Suara Permaisuri Rahayu, ibu mertuaku, terdengar.
Fahren sentimen juga. Namun, aku juga sedikit memahami perasaannya. Di luar, di hadapan rakyat, dia tidak boleh terlihat lemah sama sekali. Dia harus tegar, menunjukkan kalau semua masalah adalah kecil di hadapannya. Namun, di belakang, dia masih bersedih dan menyesal. Dan, mungkin, beberapa anggota keluarga yang cukup peka menyadarinya.
Fahren, ingin dirinya disalahkan. Dia ingin orang lain mengingatkan dan menyalahkannya. Sayangnya, dia adalah orang tertinggi di Kerajaan ini. Tidak seorang pun berani melakukannya. Dan, akhirnya, hari ini, aku melakukan hal itu. Aku merasa hari ini adalah hari yang sangat ditunggu oleh Permaisuri dan Jeanne.
Meskipun Fahren tidak menjawab pertanyaan yang terakhir, aku bisa menduga rasa bersalahnya semakin besar melihat angka kematian agen yang meroket. Bahkan, aku bisa bilang dia cukup beruntung tidak ada satu pun dari putra putrinya yang masuk dalam daftar itu.
"Aku tidak keberatan, Permaisuri Rahayu. Sekarang, kalau Permaisuri berkenan menjawab, aku memiliki satu pertanyaan."
[Kalau bisa, aku akan menjawabnya.]
"Bagaimana reaksi keluarga Azzaha dan bangsawan lain mengenai penunjukanku menjadi kepala bagian intelijen?"
[Seperti yang kamu duga, tidak baik. Mereka menolak mati-matian penunjukanmu.]
"Lalu, penjelasan apa yang kalian berikan pada mereka?"
[Lugalgin, sebelum memberi jawaban, aku ingin meminta maaf terlebih dahulu.]
Oke, aku bisa menduga jawaban ini bukanlah jawaban yang kuinginkan. Besar kemungkinan, jawaban ini akan merepotkanku. Amat sangat merepotkanku. Dan, aku sudah bisa menduga jawaban tersebut.
[Kami menjawab 'kalau kalian mempertanyakan alasan kami menunjuk Lugalgin sebagai pemimpin intelijen kerajaan, bagaimana kalau kalian cari tahu atau buktikan sendiri apa yang membuatnya pantas mendapatkan posisi itu?'.]
Yap, dugaanku tepat. Mereka mencuci tangan, menyerahkan semua masalah padaku.
"Permaisuri, apakah permaisuri yakin akan menyerahkan semuanya padaku? Karena, berbeda dengan suamimu, aku tidak akan ragu untuk melakukan pembersihan, Purge, pada keluarga bangsawan yang menentang, memastikan semuanya berjalan lancar. Dan, tidak seperti yang terjadi pada insiden keluarga Cleinhad yang menyisakan anak-anak, dalam pembersihan kerajaan, normal untukku membersihkan keluarga hingga tiga generasi ke atas dan ke bawah."
Praktik pembersihan, Purge, adalah praktik eksekusi seluruh anggota keluarga yang terbukti mengkhianati Raja atau menentang perintah Raja. Dalam sejarah kerajaan, bukan hanya Bana'an, praktik ini sering dilakukan. Namun, Praktik pembersihan sudah jarang dilakukan sejak beberapa dekade yang lalu karena dianggap terlalu brutal. Jarang, tapi masih dilakukan.
[Untuk yang itu, Lugalgin, aku berharap kamu bersedia menempuh jalan selain pembersihan. Aku–]
"Permaisuri Rahayu," aku menyela. "Permohonan maaf Permaisuri sebelumnya aku terima karena itu menyangkut Emir, wanita yang akan menjadi istriku. Namun, kali ini, permintaan Permaisuri Rahayu tidak menyangkut orang yang penting dalam hidupku. Jadi, aku tidak peduli. Dan jangan berpikir untuk menggunakan nyawamu sendiri sebagai sandera. Seperti yang kubilang sebelumnya, jangan menganggap nyawamu terlalu tinggi."
Tidak terdengar jawaban lagi dari Permaisuri Rahayu. Di depanku, Jeanne, hanya menundukkan wajah.
"Dan jangan lupa, Fahren sudah menyetujui satu syarat yang kuajukan. Kalau aku menjadi penanggung jawab dan pemimpin intelijen Kerajaan, aku tidak mau keputusanku dipertanyakan."
"Gin,"
Tiba-tiba, sosok yang sedari tadi terdiam mengeluarkan suara. Jeanne, akhirnya, memutuskan untuk ikut serta dalam perbincangan ini.
"Ya, Jeanne, ada yang ingin kamu tambahkan?"
"Aku, tidak," Jeanne menggeleng. "Kami, seluruh agen schneider senior, yang masih direkrut dan dilatih oleh keluarga Cleinhad, memohon padamu untuk tidak melakukan pembersihan. Kalau kamu bersedia mendengarkan permohonan kami, kami bersumpah tidak akan pernah mengkhianatimu."
Aku melihat ke mata Jeanne, yang masih berkaca-kaca, dalam-dalam. Aku ingin melihat seberapa besar resolusinya.
Di lain pihak, Jeanne tidak kunjung membuang atau mengalihkan pandangan. Dia balik memandangku dalam-dalam.
"Kalau seandainya, meskipun aku tidak melakukan pembersihan tapi masih ada anggota senior yang mengkhianatiku, apa yang akan kalian lakukan? Kamu sudah bekerja di dunia pasar gelap, kata-kata tanpa jaminan tidak akan bekerja untukku."
Dengan ucapanku, aku memastikan Jeanne tidak akan mengatakan 'kami tidak mungkin melakukannya'.
"I, itu..."
Tok tok
Pintu ruangan diketok.
"Akhirnya kalian memutuskan untuk masuk. Sudah terlalu lama kalian menguping." Aku berkata sendiri lalu berteriak, "masuk!"
Setelah suaraku menggema, pintu pun terbuka. Dari balik pintu, beberapa, bahkan belasan orang masuk ke ruangan. Tidak ada seorang pun yang mengenakan pakaian militer. Mereka semua mengenakan pakaian kasual.
Dari banyak orang, terdapat beberapa wajah yang kukenal. Beberapa wajah kutemui saat pesta inaugurasi, Shu En, dan beberapa orang yang kulihat di masa lalu. Mereka semua masuk, lalu berlutut di depan meja, berlutut padaku.
"Aku bukan Raja kalian. Kalian tidak memiliki kewajiban atau pun hak untuk berlutut."
"Ini adalah tanda kesetiaan kami." Shu En merespon. "Jika Anda bersedia untuk tidak melakukan pembersihan, kami bersedia memberikan nafas dan seluruh pengabdian kami kepada Anda, Lugalgin Alhold, pimpinan intelijen Kerajaan Bana'an." Kemudian, Shu En berbisik pelan. "Dan Raja selanjutnya."
Aku tidak mendengar bagian yang terakhir dengan jelas, tapi aku bisa membaca gerakan bibir Shu En.
"Selain itu," salah seorang mengeluarkan dokumen dari dalam jaketnya. "Saya juga membawa sebuah dokumen yang menyatakan kesetiaan dan pengabdian kami pada Anda. Di dalam dokumen ini juga tertuang jaminan yang Anda inginkan."
Laki-laki itu tidak berdiri, dia hanya mengeluarkan dokumen dalam posisi berlutut.
"Jeanne, ambilkan dokumen itu. Biar aku baca."
"Baik!"
Jeanne bergerak dengan cepat. Dia mengambil dokumen itu dan memberinya padaku.
Aku membaca dokumen ini baik-baik. Dari surat pernyataan di halaman pertama, setidaknya ada ribuan orang yang bertanda tangan di dokumen ini. Kalau satu halaman berisi 40 orang saja, setidaknya dokumen ini sudah setebal 100 halaman lebih.
Aku penasaran, bagaimana caranya laki-laki itu menyimpan dokumen ini di jaketnya. Selain itu, sejak kapan mereka menyiapkan dokumen ini? Maksudku, mengumpulkan ribuan tanda tangan agen Schneider yang tersebar di seluruh kerajaan dan dunia bukanlah hal yang bisa dianggap remeh.
Namun, itu tidak penting. Yang penting adalah jaminan, atau lebih tepatnya perjanjian, yang mereka tuangkan pada beberapa halaman pertama.
"Aku ingin bertanya sekali lagi. Apa kalian yakin dengan apa yang tertuang di dokumen ini?"
"Ya, kami yakin," Shu En menjawab.
Aku melempar pandangan ke Jeanne, yang juga mengangguk.
"Permaisuri, kamu perlu berterima kasih pada agen schneider kerajaan ini."
Bersambung