Chereads / I am No King / Chapter 106 - Arc 3-3 Ch 34 - Coup d'etat

Chapter 106 - Arc 3-3 Ch 34 - Coup d'etat

"Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin."

"Yurika, bisakah kamu diam? Ini kenyataan."

"Kamu sudah bisa menerimanya karena kamu lah pengkhianatnya! Kamu yang membuat ibu seperti ini."

"Apa kamu bilang?"

Kami berdebat karena siaran televisi. Namun, karena Yurika tidak mampu menonton lebih lama, dia mematikan televisi.

"Dasar pengkhianat!"

"Mati kau!"

"Pengkhianat!"

Teriakan demi teriakan menggema di lorong. Mencegahku yang ingin melampiaskan kekesalan ke Yurika. Akhirnya, di depan kaca anti peluru, muncul sebuah sosok perempuan berambut panjang merah membara. Dia lah yang menyebabkan semua orang di tempat ini berisik, Emir. Dia mengenakan pakaian kasual sambil menggeser nampan kecil lewat lubang di bagian bawah.

"Emir, dimana ini? Apa maksud semua ini? Dan kenapa ibu terluka parah seperti itu. Bahkan, aku bisa melihat ibu tegang ketika Lugalgin memegangnya."

"Itu..."

"Emir, aku rasa dia tidak perlu mengetahuinya." Aku merespons dengan ketus.

"Tidak. Menurutku. Kakak perlu mengetahuinya. Kak, tempat ini adalah lantai basemen di Mal Haria, kantor intelijen Kerajaan. Ruangan ini adalah satu dari sekian banyak ruang tahanan untuk orang-orang yang telah melakukan pengkhianatan dan menunggu giliran interogasi, atau hukuman mati."

"Interogasi? Apa berarti Lugalgin sudah menginterogasi dan menyiksa ibu?"

Sementara Emir meladeni Yurika, aku mengambil satu nampan yang baru diantar Emir dan mulai makan. Meskipun Emir bilang ini adalah ruang tahanan, tempat ini sama sekali tidak kotor. Tempat ini sangat bersih. Bahkan, aku bisa bilang ruang tahanan ini lebih mewah dari sebagian penduduk kerajaan.

Di dalam ruangan ini ada dua kasur, kamar mandi di belakang, rak buku di samping, televisi, dan jam dinding. Yang membedakan adalah tempat ini tidak memiliki dinding. Dinding di bagian depan adalah kaca anti peluru. Tentu saja, tidak ada logam di tempat ini. Semuanya adalah barang organik seperti kayu dan benang. Kaca pun dibuat dari fiber khusus, mencegah pengendalian digunakan. Bukan hanya itu, pakaian ganti kami disediakan setiap pagi oleh pegawai.

Tentu saja tidak semua ruang tahanan seperti ini. Ruang tahanan ini dikhususkan untuk orang-orang seperti kami. Yang aku maksud bukan keluarga kerajaan, tapi tawanan. Sederhananya, aku dan Yurika adalah tawanan, memastikan orang tua kami bekerja sama hingga akhir.

"Emir," aku menyela sambil makan. "Kalau aku dan Yurika berada di tempat ini, berarti, ini tidak berhenti pada pengkhianatan agen schneider, kan? Apa permaisuri dan ibu merencanakan kudeta?"

"Eh? Kudeta? Ibu?"

Yurika, kalau berurusan dengan hal umum, lidahnya memang tajam. Namun, untuk urusan intelijen dan pasar gelap, dia tidak tahu apa-apa. Kalau di depan orang lain, dia pasti akan pura-pura tenang, seolah mengetahui segalanya. Namun, karena dia di depanku dan Emir, tampaknya dia bisa lebih jujur.

"Apa Lugalgin yang menyarankan Kudeta ini?"

"Tidak. Rencana awal Lugalgin adalah membunuh kalian semua beserta bangsawan, lalu menjadikan kerajaan ini menjadi Republik, seperti yang sekarang sedang terjadi di Mariander."

"Lalu–"

"Kudeta ini adalah saranku." Emir menyela. "Kalau aku tidak mengajukan ide ini, ibu, tante Isabel, kalian, dan kakak adik kandung kita sudah akan tewas, dibunuh oleh Lugalgin. Berkat ide ini, setidaknya, keluarga kita masih hidup."

Aku tidak tahu harus bahagia atau sedih. Di satu pihak, berkat ibu berpihak pada Lugalgin, aku masih bisa bertahan hidup. Di lain pihak, aku juga agak sedih karena ibu menerima saran Emir untuk mengkudeta Raja. Namun, aku juga tidak terkejut.

"Jadi, yang menyarankan untuk menyiksa dan menginterogasi ibu juga kamu?"

"Itu..."

"Kenapa kamu tega? Dia ibumu sendiri. Cepat keluarkan kami dari sini! Aku tidak akan membiarkan kalian melakukan hal buruk pada ibu lebih lanjut!"

"Itu..."

Yurika membombardir Emir dengan pertanyaan. Di lain pihak, Emir tidak kunjung memberi jawaban. Baiklah, biar aku bantu Emir.

"Emir," aku masuk. "Tugasmu hanya mengantarkan makan, kan? Lebih baik kamu kembali ke sisi Lugalgin. Urusan kalian masih banyak, kan? Biar aku yang memberi sedikit penjelasan pada kakakmu dan orang-orang di tempat ini."

"Tapi–"

"Emir!" Aku menyela lagi. "Aku tidak mengkhianati Lugalgin, dan aku juga tidak akan mengkhianatimu. Percayalah padaku.

Emir terdiam sejenak, mundur.

"Terima kasih, Jeanne."

Emir tersenyum. Namun, aku tidak melihat sebuah kelegaan di balik senyumnya. Senyum Emir seolah dipaksa, sebuah senyum masam. Hanya kesengsaraan dan kesedihan yang kurasakan dari senyumnya. Aku juga ikut merasa sedih melihatnya.

Lugalgin, Inanna, tolong bantu perempuan itu, Emir. Dia sangat membutuhkan kalian.

Emir pun berjalan, meninggalkan kami.

"Hei! Pengkhianat! Lepaskan aku!"

"Hei! Lepaskan aku!"

Aku berdiri dan mendekatkan mulut ke beberapa lupa kecil di kaca.

"BERISIK! DIAM KALIAN SEMUA! KALIAN TIDAK TAHU BERKAT EMIR LAH KITA MASIH HIDUP! JADI, DIAM!"

Akhirnya, dengan teriakanku, suasana menjadi tenang.

"Emir, pergi! Tidak usah hiraukan mereka!"

Tidak terdengar balasan, hanya suara langkah kaki. Setelah suara langkah kaki Emir menghilang, aku pun kembali duduk, melanjutkan makan siang.

"Jeanne, kamu...."

"Kamu kakaknya, kan? Apa kamu tidak melihat wajah Emir? Dia jauh lebih tersiksa daripada kita."

Aku mulai memberi penjelasan pada Yurika, mencoba menenangkannya.

Saat ini, pasti ada banyak hal melintas di kepala Emir. Belum lagi, dia terpaksa mengurung keluarganya sendiri. Lalu, kalau ayah masih hidup, Emir juga terpaksa memburu ayahnya sendiri. Dia pasti sangat menderita. Tidak secara fisik, tapi secara mental.

Selain itu, tampaknya, Emir baru mengetahui kenyataan dibalik permaisuri Rahayu dan ibuku. Tidak ada seorang pun yang mengetahui kenyataan ini selain permaisuri Rahayu, ibu, dan aku. Kenyataan yang aku maksud adalah bagaimana permaisuri Rahayu dan ibu bersekongkol untuk menaikkan Permaisuri Rahayu ke posisi permaisuri.

Sebagai gantinya, permaisuri Rahayu akan membujuk dan memanipulasi Raja untuk meningkatkan anggaran wilayah yang menjadi tanggung jawab ibu. Dengan kenaikan anggaran, ibu bisa meningkatkan ekonomi dan penghasilan wilayah yang dia kelola. Dengan demikian, pajak yang masuk akan semakin banyak. Secara tidak langsung, hal ini akan menambah harta simpanan ibu.

Ibu dan permaisuri Rahayu adalah contoh nyata kolusi di kalangan keluarga. Namun, aku beruntung karena kolusi mereka didukung oleh kerja ibu yang memang bagus. Kapan aku mengetahui ini semua? Ketika Ufia memenangkan Battle Royale beberapa tahun lalu. Saat itu, ibu mengajakku bertemu dan mengobrol dengan permaisuri Rahayu. Ada alasan aku tidak meminta ibu menjadi permaisuri.

Ketika aku mengatakan itu semua, Yurika terdiam dengan mulut terbuka. Dia tidak tahu harus merespon apa. Bahkan, aku tidak akan terkejut kalau sebenarnya permaisuri Rahayu yang memberi ide untuk melukai tubuhnya sendiri, membuat massa semakin percaya dengan cerita yang dia berikan.

Lalu, respon saat dia tegang ketika Lugalgin memegangnya, mungkin itu adalah akting. Pada titik ini, aku tidak tahu apa yang tidak bisa dilakukan oleh permaisuri Rahayu. Tampaknya, permaisuri Rahayu mencoba mengelabui seseorang.

Dan, saat ini, Emir harus memikirkan itu semua. Jika dibandingkan dengan Yurika dan aku, sekarang, kami hanya perlu makan, baca buku, dan menonton televisi. Tidak repot-repot lagi memikirkan soal politik kerajaan, perselisihan dengan keluarga kerajaan lain, urusan intelijen, atau apapun yang berhubungan dengan kekacauan ini.

Meski dikurung, kalau boleh jujur, ini seperti liburan bagiku. Bahkan, pakaian tahanan ini sangat nyaman, seperti piama. Kapan lagi kamu bisa malas-malasan menggunakan piama seharian?

"Masih berpikir posisi kita buruk?"

"I, itu...."

Yurika tidak mampu menjawab pertanyaanku. Dia terduduk di atas kasur dan mulai makan.

Setelah makan, aku mengembalikan nampan ke luar ruangan lewat lubang. Setelah itu, aku mengambil satu buku dan mulai membaca, memulai liburan.

Di saat ini, aku bersyukur dilahirkan sebagai putri dari Selir Isabel, bukan yang lain.

***

"Apa benar di sini?"

Akhirnya, aku tiba pada sebuah bangunan di pinggir kota. Tampak pagar kayu dan beberapa jerami membatasi bagian luar bangunan. Di dalam bangunan, terlihat beberapa kandang kuda yang penuh dengan jerami, tanpa kuda.

Kalau dilihat secara sekilas, akan terlihat seolah-olah peternakan kuda ini sudah ditinggalkan. Bahkan rumah kayu di sebelah juga tampak ditinggalkan. Namun, kalau tempat ini ditinggalkan, tidak mungkin akan ada jerami sebanyak ini. Pasti jumlahnya sudah berkurang drastis bahkan lapuk. Tumpukan jerami yang bahkan hampir setinggi dada membuktikan kalau tempat ini belum ditinggalkan sama sekali.

Aku membuka smartphone, memperhatikan angka koordinat yang ditunjukkan di layar. Sudah tepat. Aku sudah berada di tempat yang tepat. Lalu, apa yang harus kulakukan? Apa aku harus menunggu? Atau mencari sesuatu?

"Shinar?"

Aku berbalik dan meloncat mundur. Aku tidak merasakan keberadaan, niat membunuh, ataupun haus darah dari sosok tersebut. Dia tiba-tiba saja muncul di belakangku, dari kegelapan.

"Siapa kau?"

Tidak ada jawaban. Namun, terdengar suara langkah kaki, menerobos jerami. Setelah beberapa langkah, akhirnya cahaya bulan mampu mencapai sosok itu. Tampak sebuah sosok dengan wajah yang sangat jelita. Mata hijau dan rambut pendek yang disemir hijau tua memberi kesan menenangkan, seolah dia adalah peri hutan yang sering muncul di buku dongeng, elf.

Peri hutan ini mengenakan hoodie dan celana panjang, memberi kesan seolah dia adalah peri yang tersesat di kota, di jaman modern. Badannya pun tampak begitu langsing dan indah. Benar-benar indah.

Namun, aku merasa wajahnya familier. Apakah aku pernah bertemu dengannya? Namun, kalau pernah bertemu dengannya, tidak mungkin aku lupa. Aku tidak mungkin melupakan sosok secantik dan sejelita ini.

"Password."

Ah, password?

Aku melihat ke layar smartphone. Belum sempat aku menekan tombol apapun, layarnya sudah berubah. Kini layarnya tidak lagi menunjukkan angka. Hanya menunjukkan lingkaran biru muda di tengah layar gelap. Di atas lingkaran, terdapat tulisan "thumb here".

Aku meletakkan jempol di atas layar, melihatnya berganti tampilan. Kini, layar tersebut menunjukkan beberapa kata yang tidak masuk akal. Ya, tidak masuk akal bagiku.

"Jadi, makan apa malam ini?"

Aku mengucapkan kata di layar itu dengan setengah bertanya, tidak paham dengan kata-kata yang dimaksud.

Mungkin, bagiku, kata-kata ini tidak masuk akal dan aneh. Namun, tampaknya, kata-kata ini benar-benar sebuah password. Sosok perempuan berambut hijau itu tersenyum.

"Ikut aku."

Peri hutan itu mendekat. Seharusnya, aku langsung menghindar atau bahkan menyerang perempuan ini. Maksudku, dia adalah orang yang tidak kukenal dan berada di bangunan yang tampak ditinggalkan. Dia adalah definisi dari mencurigakan. Namun, entah kenapa, aku tidak melakukannya.

Aku hanya melangkah, membiarkan peri hutan berjalan melewatiku. Dia meraba-raba jerami lalu menarik sesuatu. Dengan satu tarikan, sebuah pintu terbuka dari bawah, menyingkirkan jerami yang ada di atasnya.

"Masuk dulu. Aku haru menutup pintu."

Kami masuk ke dalam. Di dalam, aku menunggu sementara peri hutan menutup pintu secara manual dan memasang gembok. Setelah itu, dia tampak menarik sesuatu di langit-langit lalu melepasnya.

"Mekanisme membuka dan menutup pintu ini adalah manual. Untuk mengembalikan jerami ke atas pintu, aku hana cukup menarik benang ini. Sebagai catatan, pintu dan benang ini adalah alat anti pengendalian. Jadi, kamu tidak akan bisa mengendalikannya. Selain itu, kalau kamu memegangnya, pengendalianmu pun hilang. Bahkan, kamu tidak akan pernah bisa merasakan keberadaan pintu maupun benang ini."

"Eh?"

"Akan aku jelaskan detailnya nanti. Sekarang kita berjalan."

Kami berjalan, menuruni tangga, lalu menyusuri lorong. Aku beruntung karena di dalam lorong ini sudah dipasang dengan lampu setiap beberapa meter. Jadi, lorong ini cukup terang.

Namun, meski demikian, apa lorong ini tidak terlalu panjang? Aku yakin sudah setengah jam lebih kami berjalan. Dengan kecepatan ini, setidaknya, kami sudah mencapai tiga kilometer lebih. Sejauh apa lorong ini? Kalau aku memiliki klaustrofobia, aku pasti sudah panik.

Akhirnya, setelah satu jam lebih berjalan, kami tiba di sebuah ruangan. Ruangan ini cukup besar. Bahkan, kamar asrama di sekolah kesatria tidak ada apa-apanya.

"Shinar, perkenalkan. Aku adalah Yarmuti. Sebagai catatan, Yarmuti bukanlah nama asliku. Dan, kita juga harus mulai mencari nama baru untukmu. Tapi, itu bisa kita pikirkan nanti. Sebelum aku mulai penjelasan, sederhananya, kamu, aku, dan ribuan agen schneider lain yang dinyatakan loyal dan tidak berkhianat akan mengembang beban untuk membangun ulang kerajaan ini."

"Eh? Kerajaan ini?"

"Untuk mencapai itu, kita harus memperbaiki atau bahkan membangun ulang intelijen kerajaan ini. Dengan demikian, kita bisa menentukan siapa yang akan berada di puncak kerajaan."

"Tunggu, tunggu dulu. Apa maksudmu?"

"Sederhananya, kerajaan ini akan melakukan perang terbuka antar organisasi. Untuk memperjelasnya, mari kita tonton siaran yang seharusnya segera dimulai."

***

"LEPASKAN AKU! KAU TIDAK TAHU BERURUSAN DENGAN SIAPA!"

Raja ini benar-benar tidak sopan. Dia sudah diselamatkan tapi masih menginginkan perlakuan istimewa.

"Raja bodoh, bisa diam, tidak?"

"Ra, Raja bodoh?"

Ukin membungkam Raja dengan sebuah hinaan. Dan, untunglah, hinaan itu berhasil membungkam si Raja dengan mudah.

Saat ini, kami berada di sebuah ruang pertemuan. Tempat ini hampir sama besarnya dengan ruang pertemuan Alhold sebelumnya yang digunakan oleh Enlil. Beberapa peserta pertemuan tidak berubah, beberapa yang lain berubah.

Untuk mencegah korban jiwa tambahan, kali ini, mereka tidak membawa anak buah yang tidak berpengalaman. Di dalam ruangan ini, yang sedang duduk di meja bundar adalah perwakilan dari Apollo, Orion, Quetzal, dan aku.

Di dalam ruangan, ada empat wajah baru. Yang pertama adalah laki-laki dengan rambut panjang yang lurus dan jatuh, seolah rambutnya sangat berat. Wajahnya bisa dibilang datar. Yang aku maksud datar adalah hampir tanpa ekspresi. Dia duduk sementara Karla berdiri di belakangnya. Laki-laki ini memperkenalkan diri sebagai Leto, pimpinan Apollo.

Wajah baru kedua adalah perempuan berkulit sawo matang dengan rambut putih pendek, tidak menutup telinga. Dia memiliki mata hijau dengan pandangan tajam, bagaikan predator. Pakaiannya, bisa aku bilang sangat terbuka, bahkan lebih terbuka dari Karla. Dia mengenakan kaos tanpa lengan yang diikat di dada, menunjukkan belahan dan perutnya. Bahkan dia juga mengenakan celana yang, menurutku, seperti celana dalam. Seolah-olah dia mengenakan celana dalam berbahan jeans. Dia memperkenalkan diri sebagai Stella, pimpinan Quetzal.

Untuk wajah baru ketiga dan keempat, mereka adalah pengawal Stella dan Constel. Dua laki-laki dengan perawakan yang mirip, botak dengan tubuh penuh otot.

Jadi, di dalam ruangan ini, total ada 9 orang. Empat orang duduk, empat berdiri, dan satu terikat di ujung ruangan.

"Jadi, ternyata, sang sekretaris adalah sang dalang, ya?"

"Ya, begitulah," aku menjawab Constel. "Yang aku tidak duga adalah akhirnya Quetzal memilih untuk berpartisipasi dalam perang antar organisasi ini."

"Yah, Guan sudah berpartisipasi di pihak Sarru, kan? Akan aneh kalau Quetzal diam saja."

"Dan, apa alasan Quetzal memilih pihak ini?" Leto bertanya.

"Hanya penyeimbang. Tidak lebih."

Sebenarnya, aku ingin menanyakan lebih lanjut mengenai motif Stella. Namun, aku mengurungkannya. Kalau terlalu banyak ditanya, ada kemungkinan dia malah pindah ke pihak Lugalgin.

"Jadi, apa rencananya?"

"Rencananya adalah–"

Sebuah suara berdering muncul. Bukan hanya dari satu orang, tapi semua. Tanpa menunggu izin dari pihak lain, masing-masing orang mengambil smartphone di saku, termasuk aku. Dering itu memberi sebuah pemberitahuan yang dikirim ke semua nomor kerajaan, sebuah peringatan. Aku benar-benar terkejut dengan apa yang kulihat. Aku benar-benar tidak menduga hal ini akan terjadi.

"Bagaimana kalau kita tonton siaran dulu?"

Ukin, tanpa menunggu jawaban, menyalakan televisi layar lebar di samping ruangan. Stella terpaksa memutar kursi karena dia memunggungi televisi.

Begitu televisi menyala, terlihat seorang reporter menyiarkan berita.

[Pemirsa, saat ini, pihak kerajaan akan memberikan pernyataan mengenai serangan besar-besaran di kompleks istana yang terjadi beberapa saat lalu. Mari kita dengarkan bersama.]

Gambar berudah dari reporter menjadi bagian dalam ruangan dengan meja panjang di ujung. Di belakang meja, tampak dua kesatria duduk di ujung kanan kiri. Mereka mengenakan baju zirah berat yang biasa digunakan di medan perang.

Namun, yang membuatku terkejut adalah dua sosok di antara kesatria itu. Di sebelah kiri, tampak sosok Lugalgin. Dia mengenakan pakaian igni dan kevlar. Di belakangnya, tampak sebuah peti mati besar.

Di samping Lugalgin, tampak sebuah sosok perempuan cantik dengan rambut merah muda lembut. Perempuan itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah permaisuri Rahayu. Namun, aku tidak bisa bilang keadaannya baik. Tubuhnya penuh dengan perban. Bahkan, perban di leher dan lengan kirinya masih mengeluarkan darah. Selain itu, tangan kirinya pun di gips. Keringat tampak mengalir di sekujur tubuh Permaisuri Rahayu.

Aku memperhatikan siaran baik-baik. Mata permaisuri Rahayu bergerak ke sana kemari, tidak tetap. Sesekali, dia melirik ke arah Lugalgin. Namun, dalam waktu singkat, pandangannya kembali ke depan.

Apa Lugalgin menyiksa lalu memaksa Permaisuri Rahayu menjadi boneka?

"Brengsek! Lugalgin, apa yang sudah kau lakukan pada Rahayu?"

Yang mengeluarkan respon hanya Fahren. Dia mencaci maki Lugalgin yang tampil di sebelah Rahayu.

[Selamat malam, Warga Kerajaan Bana'an yang berbahagia. Selamat malam, para reporter yang telah sudi hadir di tengah malam ini. Beberapa saat yang lalu, telah terjadi serangan yang begitu mengerikan dan tidak manusiawi. Telah jatuh korban jiwa baik dari pihak keluarga kerajaan dan juga karyawan yang bekerja di istana. Kepada keluarga karyawan yang menjadi korban, saya menyampaikan bela sungkawa yang sebesar-besarnya.]

Permaisuri Rahayu berhenti sejenak, menarik nafas dalam.

[Selain itu, serangan ini, juga telah merenggut nyawa Yang Mulia Paduka Raja.]

Suara siaran langsung riuh, ramai. Semua wartawan langsung menanyakan kebenaran berita tersebut.

[Saya juga sulit mempercayainya. Namun, tubuh Yang Mulia Baginda Raja telah ditemukan beberapa saat yang lalu oleh tim penyelamat.]

Permaisuri Rahayu terhenti. Dia mengusap air mata dan suaranya sesenggukan. Di sampingnya, Lugalgin mengelus punggung Permaisuri. Mungkin ada reporter yang menyadari, mungkin juga tidak. Namun, tubuh Permaisuri sempat tegang ketika tangan Lugalgin menyentuh punggungnya.

Tiba-tiba saja, Lugalgin mengambil alih konferensi pers.

[Saya mohon maaf sebesar-besarnya. Namun, saat ini, kondisi Permaisuri Rahayu sangat tidak cocok untuk menjawab semua pertanyaan. Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan. Sebagai catatan, saya berada di sini untuk mewakili intelijen kerajaan. Sebenarnya, saya sudah mulai bekerja dengan intelijen sejak memenangkan battle royale. Dan saat ini, karena saya adalah calon suami Emir, maka saya dipilih untuk menemani Permaisuri Rahayu. Dan tolong jangan tanya keadaan Emir. Sudah jelas dia tidak baik-baik saja.]

Sedari dulu, aku selalu terkagum dengan kemampuan Lugalgin untuk berbohong. Dia bisa berbohong tanpa mengalihkan pandangan. Bahkan, tidak ada jeda suara atau keringat di tubuhnya. Kamu tidak akan pernah tahu kalau Lugalgin berbohong kecuali mengetahui faktanya.

[Pertama, karena Yang Mulia Paduka Raja telah tewas, untuk sementara, takhta kerajaan akan dipegang oleh Permaisuri Rahayu. Takhta akan diberikan kepada putra mahkota atau pangeran lain setelah mereka ditemukan.]

Lugalgin melanjutkan, [Kedua, mengenai dalang serangan ini. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh Intelijen Kerajaan, kami mendapati serangan ini didalangi oleh beberapa kelompok pemberontak dan separatis. Sayangnya, kelompok-kelompok ini tidak pernah muncul ke permukaan. Walaupun keberadaan kelompok-kelompok ini hanya sebatas urban legend atau desas-desus, sayangnya, kelompok-kelompok ini benar-benar nyata.]

Urban Legend? Tidak mungkin! Apa dia bermaksud–

[Warga pasti telah mendengar nama mereka entah sekali atau dua kali. Dalam serangan ini, kami mendapati tiga kelompok yang mendalanginya. Selama ini, pihak Kerajaan mencoba berdialog dan menemui mereka. Namun, sayangnya, serangan malam ini menunjukkan mereka tidak ingin berdialog. Oleh karena itu, kami menyatakan Kerajaan Bana'an akan mengejar dan menghukum kelompok-kelompok ini.]

Tidak! Tidak mungkin! Apa dia benar-benar serius?

[Nama ketiga kelompok ini adalah Quetzal, Apollo, dan Orion. Mereka lah yang bertanggung jawab atas serangan malam ini yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa]

Arc 3 – Selesai