ReBirth 48
Chapter 16: Ancaman atau bukan?
Di sore hari yang cerah, dimana matahari sudah hampir terbenam. Tampak para bayangan sedang loncat dari satu bangunan ke bangunan yang lainya. Mereka bergerak dengan sangat cepat dan hening, sehingga tak ada seorangpun yang menyadarinya.
Mereka terus lari hingga sampai ke ujung kota, lalu berlari masuk kedalam hutan dengan cepat. Saking cepatnya para hewan-hewan di dalam hutan tak ada yang menyadari bahwa sesuatu lewat di sebelah mereka, ini karena efek dari kekuatan pedang milik Shin. Itu bisa menutupi dirinya dan orang yang di tunjuknya dengan bayangan, dan orang yang tertutupi aura bayangan itu akan mendapatkan kekuatan dari monster yang pernah Shin kalahkan. Walau kekuatannya hanya 40% dari monste aslinya. Tapi, jika Shin yang menyatukan dengan tubuh, maka ia akan mendapatkan 70% kekuatan dari Monster tersebut.
10 menit kemudian~
Kini, semua orang sudah sampai di markas utama Silance sistem. Selama ini yang mengetahuinya hanya Shin dan Five Prefix, dan kini ada tambahan yaitu Nisa dan 3 anggota Silance sistem lainya.
"Ahhhh, sungguh hari yang melelahkan," desah Shin sambil berjalan menuju kursi yang ada di halaman mansion sambil melepaskan kostum Silance sistemnya. Bersamaan dengan itu semua aura bayangan yang ada di seluruh anggota menghilang.
Shin lalu duduk di atas kursi dan seperti biasanya langsung menuangkan teh di gelasnya lalu minum.
Bersamaan dengan itu, ke empat anggota Five Prefix berjalan maju dengan anggun dan melepakan kostum Silance sistem mereka. Ella dan Pedra berjalan masuk kedalam mansion, sedangkan Lena dan Veila berdiri di samping Shin.
"Te-tempat apa ini?" tanya Nisa sambil memasang wajah takjub dan melepas kostum Silance Sistemnya.
Shin menyeringai, lalu menaruh gelasnya.
"Selamat datang di markas utama Silance sistem," ucap Shin sambil menatap ke 4 orang yang ada di depannya.
"Ah! Terima kasih Master!" Nisa langsung menunduk saat itu juga.
Karena waktu Nisa dididik oleh para seniornya di Silance Sistem. Ada salah satu hal yang di tekankan oleh mereka.
Hanya orang-orang yang memiliki pangkat sangat tinggi yang bisa mengetahui Markas utama Silance sistem, apalagi tinggal di dalamnya. Sepertinya berita ngawur ini di mulai dari Pedra, waktu itu ia dengan membanggakan lokasi markas utama Silance sistem dan akhirnya informasi ngawur ini sampai turun ke semua anggota Silance sistem.
Kita kembali ke posisi Shin yang saat ini sedang duduk di kursi dan terus mencoba bersikap layaknya seorang pemimpin.
"Eh? Lah! Apaan? Kenapa dia berterima kasih? Apa karena aku menyelamatkannya tadi di hotel? Atau karena membolehkannya menyaksikan pertempuran yang tadi? Aaaahhh! Ini sangat menyebalkan, aku ingin bersantai dan memakan es krim saat ini," teriaknya di dalam hati sambil menangis tanpa mengubah ekspresi.
"Lupakan saja itu, sekarang yang lebih penting aku membutuhkan laporan kalian." Shin menatap Nisa dan 3 orang lainya secara tajam.
Nisa tersentak, dan ke empat orang itu langsung menunduk.
"Nisa, anggota Silance sistem berkode Ds22 datang melapor."
Ketiga orang lainya yang ada di sebelah Nisa juga ikut melapor.
"Cera, anggota Silance sistem berkode Af12 datang melapor."
"Arka, Angota Silance sistem berkode Dd35 datang melapor."
"Berly, Anggita Silance sistem berkoe Ba41 datang melapor."
Shin tersentak.
"Sial, siapa yang mengajari mereka cara melapor seperti itu," ucapnya di dalam hati.
,
"Baiklah, apa yang kalian dapatkan?"
"Saya saat ini sedang menjalin hubungan dengan Sky Group untuk memperluas jaringan Informasi kita," lapor Nisa sambil mengangkat kepalanya.
"Saya sedang mengembangkan sebuah toko busana kecil yang saya gunakan sebagai salah satu cabang markas Silance sistem, namun saya tidak menyangka bahwa saat ini toko saya menjadi sangat populer. Karena itulah saya di undang ke pesta Sky Group, saya menerimanya dengan tujuan yang sama, yaitu memperluas jaringan informasi," tambah Cera.
"Sedangkan saya saat itu sedang meneliti beberapa hal di markas cabang, dengan tujuan yang sama saya ikut Cera ke acara tersebut," turut Arka
"Kalau saya saat itu sedang berpatroli dan tidak sengaja ikut terseret masalah ini." Berly pun ikut mengangkat kepalanya.
"Bagus, ku hargai kerja keras kalian. Lena, Veila. Bisakah kuserahkan mereka pada kalian berdua?"
"Baik master," balas Lena dan Veila yang saa itu membawa masuk 2 perempuan dan 2 laki-laki tambahan.
Kini, hanya ada Shin yang berada di halaman mansion.
"Aaaahhh! Akhirnya aku bebas," desah Shin sambil meregangkan tangannya dan memasang ekspresi puas.
Namun, baru saja Shin berdiri. Tiba-tiba saja ia merasakan seseorang berlari ke arahnya. Dan orang itu langsung memeluk Shin.
"Shiiinnn!!" teriak Kevi yang memeluk Shin erat.
"Ah, kau sudah kembali?" balas Shin yang kemudian reflek melepaskan pelukan Kevi sebelum ada orang lain yang melihatnya.
"Aku membawakan sebuah berita bagus. Di tempat yang kau bilang waktu itu, rupanya disana ada dimensi rahasia yang terbuka. Dan bagian yang terbaiknya adalah di dalam dimensi itu merupakan tempat tinggal para Elf!"
Shin tersentak.
"Eh? Bagaimana kau menemukannya?"
Elf, ras yang menyerupai manusia namun memiliki daun telinga runcing dan umur yang sangat panjang. Mereka biasanya tinggal di hutan dan hidup berkelompok. Kekuatan utama mereka terletak pada sihir dan senjata jarak jauh.
"Aku menemukannya saat melihat ada orang-orang yang berinteraksi dengan para Elf, tampaknya mereka membentuk sebuah aliansi." Kevi terus menjelaskan apa yang ia lihat.
Dan saat itu juga, Shin langsung memasang ekspresi waspada.
"Ah, sial. Entah kenapa aku memiliki firasat buruk akan hal ini," ucap Shin sambil melirik ke arah dimana gunung itu berada.
***
3 hari kemudian~
Semuanya berjalan lancar, Shin merasakan suasana yang sangat harmonis dan membahagiakan. Ia terus bercanda tawa dengan ke 8 orang lainya yang ada di mansion.
Saat pulang dari tempatnya kuliah, ia berjalan-jalan di kota dengan santai sambil membeli cemilan. Ia saat itu sedang menuju ke sebuah bangunan, karena saat itu Shin di paksa menghadiri pertemuan besar pertama para anggota Silance sistem yang ada di pulau R.
Namun di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba saja ada sebuah mobil taxi yang berhenti di pinggir jalan, tepatnya di dekatnya.
Shin bingung, ia menatap taksi itu sambil memiringkan kepala. Sesaat kemudian seorang wanita keluar dari dalam taxi dan langsung loncat ke arah Shin.
"KAKAK!" teriaknya.
Shin tersentak kaget, saat itulah ia merasakan sakit di kepalanya yang luar biasa. Melihat seorang perempuan yang tampak seperti gadis SMA berambut hitam loncat memeluknya, membuat ia mengingat semuanya dari tubuh inu. Ia pun ingat bahwa ia sebenarnya memiliki seorang adik perempuan. Namun, kedua orang tuanya sudah meninggal. Adik perempuannya tinggal dengan pamannya dan yang membiayainya sekolah.
"E-eh! Kenapa kau ada disini? Bukankah kau seharusnya masih bersekolah di kota L?"
"Ummmh, kakak jahat. Apakah kakak tidak ingin menanyakan kabar adikmu ini?" Adiknya memasang ekspresi cemberut.
"Haaaah, baiklah. Bagaimana kabarmu Lita?" Shin mengelus rambut Lita.
"Tidak terlalu baik," Lita merubah ekspresi cemberutnya menjadi sedih.
"Eh, kenapa?"
"Lita belakangan ini terus di marahin paman, dan kata paman. Karena kakak sudah dewasa harusnya kakak sudah bisa kerja dan membiayai aku." Lita menunduk.
Shin tersentak, ia seketika melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga di antara mereka berdua yang tersisa. Saat itu juga Shin menunduk kesal kepada dirinya sendiri, bagaimana ia bisa membiarkan adiknya satu-satunya di dunia ini menderita.
"Hey, Cera. Bisakah kau datang ke persimpangan terbesar di kota dan menemui ku, tapi bersikaplah selayakanya orang normal karena saat ini aku sedang bersama seseorang." Shin menggunakan komonikasj spesial yang hanya bisa di gunakan para anggota Silance sistem.
"Ah, baik master!"
Shin lalu tersenyum dan melepaskan pelukan Lita.
"Hey, tenang saja. Kakak saat ini akan langsung menanggung semua beban keuangan milikmu Lita."
"Eh? Bagaimana? Bukankah kakak juga saat ini masih kuliah?"
"Tenang saja." Shin menepuk halus kepala Lita.
"Nah, itu dia. Halo Cera," sapa Shin ke seseorang di samping kanannya, seseorang berambut coklat pendek dan memakai baju warna merah muda.
"Ha-halo mas—."
Shin menatap Cera dengan hawa membunuh.
"A-ah, halo juga Shin."
Lita kemudian melirik ke arah Cera.
"Dia siapa kakak."
"Dia adalah teman kakak, untuk saat ini kau ikutlah dengan dia ya, karena kakak masih memiliki urusan yang belum selesai."
"Eh? Tapi kak, apakah kakak yak—."
Duk!
Shin menjentik dahi Lita
"Sudah, ikuti saja apa kata-kata kakak."
Shin lalu melirik ke Cera.
"Hey, uruslah dia dengan baik. Karena dia adalah adikku."
Mendengar itu, Cera langsung merinding bukan main. Karena dia adalah adiknya Shin, jika ia melakukan kesalahan sedikit saja ia takut akan konsekuensinya.
"Ba-baik. Ku jamin dia akan merasa sangat nyaman," balas Cera sambil memaksakan dirinya tersenyum.
"Daaah Lita, kakak pergi dulu ya."
"Ba-baik kak."
Shin kemudian meninggalkan mereka berdua dan berjalan menuju bangunan yang dituju. Sekarang tersisa Lita dan Cera di sana.
"Ba-baiklah, mari nona." Cera menundukkan badannya dan mengajak Lita untuk mulai jalan.
"Eh? Apa maksudnya nona?"
Cera tersentak, ia mencoba mengabaikannya dan melangkah degan terburu-buru.
**
Kita kembali ke tempat Shin. Shin saat ini sudah berada di ruangannya. Namun Shin belum memasang kostum Silance Sistemnya dan belum menyatakan dirinya.
Ia melakukannya dengan niat melihat tingkah para bawahannya yang baru saja bergabung dan yang sudah terlatih.
Baru saja ia datang, sudah ada yang bersikap buruk.
"Hey, menyingkir dari jalanku bocah," hardik seseorang berbadan besar yang berdiri di belakang Shin sambil menepuk pundaknya.
Shin dengan santai melirik ke seseorang setinggi 2m di belakangnya dengan memasang tatapan tajam dan penuh hawa membunuh.
"Hah?"
>>Bersambung<<
~Higashi