Jack cukup lama terpaku menatap wajah Max. Begitupun sebaliknya. Sementara Lia menggaruk kepala bingung.
"Jackie.." Melinda berhambur memeluk Jack dan mengelus lembut punggung pria tegap itu. Membuat Maxi tertawa sinis.
"Kau mendapat tamu kehormatan mam. Senang ada pemuda hebat berdiri di ruang yang sama dengan kita!"
Entah sindiran atau apa. Yang pasti dari nada bicara Jack jelas dia tak suka dengan kehadiran tamu asing ini.
"Aku pikir kau tak akan mengenal orang hebat di negara ini. Tapi wow. Lihatlah siapa disini!"
Cukup mengatakan omong kosong Jack. Maxi melangkah mendekat dan membalas tatapan tajam pria berkulit coklat itu.
"Sepertinya kau tak asing. Dan.. aku melihat ada yang berbeda kali ini dari pertemuan sebelumnya."
Mata Max melirik Lia yang mematung. Sejenak bola mata mereka bertemu. Dan rasanya sedikit berbeda. Max seakan mencari kejelasan yang membuat hatinya penasaran. Kenapa Lia bisa bersama Jack di sini. Hari ini.
"Aku pikir. Kau lebih mengejutkan daripada kami. Aku dan Lia!" Seru Jack.
"Ya. Aku tak menyangka hubungan kalian begitu dekat!"
"Tentu saja. Dia salah satu mantan karyawan di tempatku bekerja. Dan kami terlibat banyak hal!" Jack menoleh sekilas saja pada Lia. Daripada gadis di belakang punggungnya. Wajah Melinda lebih mencuri perhatian. Jack menuntun Melinda duduk dan membuka box yang dia bawa.
Lia memperhatikan dengan wajah sedikit bingung. Entah bingung mendapati kedekatan Jack. Atau wajah penasaran Maxi.
"Jack.." sekali lagi jantung Lia seperti berayun. Ketika suara lembut Melinda memanggil nama Jack atau panggilan manja tadi. Jackie.. itu terdengar sangat berbeda.
"Kau membawa teman?"
"Ah. Maaf aku lupa. Sini! Lia.." Jack meminta Lia mendekat. Gadis itu melangkah ragu. Dia menyadari sorot mata max tapi tak berani mengangkat kepala.
Melinda bangkit meski Jack masih sibuk membongkar barang bawaannya untuk Melinda. Wanita itu malah menatap wajah Lia dan menggaris senyum.
Lia mengangkat tangan dan memegang dadanya. Dia membalas senyuman Melinda.
"Nyonya. Namaku Lia.."
"Lia.." lirih Melinda segera memeluk gadis di depannya. Seketika air mata wanita itu jatuh. Wajahnya begitu sendu hingga membuat Lia bisa merasakan kepedihan di dalam pelukan Melinda. Entahlah. Tapi dia juga jadi ikut menangis.
"Lia.." ulang Melinda. Dan semakin wanita ini memanggil namanya semakin membuat perasaan Lia tercabik cabik pilu.
Jack bangkit dari kursi. Dia bingung melihat Melinda begitu erat memeluk Lia. Tak mungkin mereka tak punya hubungan kan.
"Nak bagaimana Lauren nak. Bagaimana kau bisa sampai kesini nak. Bagaimana.. Bagaimana.." suara bergetar Melinda membuat perasaan Lia semakin tak karuan. Apalagi telapak hangat ini mengelus lembut wajah Lia. Rasa yang begitu dia inginkan. Rasa yang begitu dia rindukan. Ada apa ini.
"Ma. Apa kau mengenal Lia?" Tanya Jack tak paham. Melinda melirik sejenak lalu mengangguk. Bulir air matanya terjatuh lagi.
Maxi tak bisa hanya berdiam diri melihat adegan aneh ini.
"Apa hubunganmu dengan Lia!" Kalimat max langsung saja tanpa embel embel. Dia begitu ingin tahu.
"Hey! Siapa kau berani berkata lantang pada mama ku!"
"Oh, jadi dia ibumu!" Tantang max.
"Bagus kita bertemu hari ini. Aku sedang menagih hutang. Apa kau tahu apa yang dia lakukan pada ibuku!"
"Mana aku peduli!" Balas Jack mengangkat bahu acuh tak acuh.
"Kau harus peduli. Atau ibumu selamanya membusuk disini!" Nada bicara max sudah terpancing emosi. Entahlah dia rasanya begitu kesal jika melihat wajah Jack. Apalagi kebersamaan dengan Lia. Membuat emosi max seakan ingin meledak. Dia tak pernah seperti ini sebelumnya.
"Hay bung. Hati hati ucapanmu! Nyonya Melinda sudah menjalankan semua yang tak pantas dia dapatkan. Dan kau cecunguk kecil datang hari ini untuk membuatnya membusuk di sini!" Jack tertantang juga.
Dia maju mendekati Max. Menatap dalam dua bola mata panas itu. Keduanya saling adu tatap dengan dada naik turun emosi.
Melinda merangkul Lia. Dua pemuda ini tak seharusnya seperti ini. Melinda baru saja hendak melerai tapi Lia mencegahnya. Gadis itu menggeleng.
"Keluar kau dari sini!" Usir Jack.
"Siapa kau! Urusanku dan dia belum usai. Dia harus bertanggung jawab dengan barang berharga yang dia larikan!"
Lia membulatkan mata. Jangan bilang! Gadis itu langsung cemas dan takut.
"Apa maksud mu hah!!" Jack terkekeh kecil. Dia mentertawakan Maxi.
"Katakan pada ibumu. Bawa ke pengadilan. Cari bukti yang banyak. Lima belas tahun tapi tak ada alasan untuk mengajukan ke pengadilan!" Tantang Jack. Dia agaknya paham sekali dengan masalah keluarga Edwardo.
"Hati hati kalimat mu!" Balas Max. Meski begitu dalam hati pria ini pun ragu. Sebenarnya apa sih yang mereka ributkan. Pauline tidak menjelaskan secara rinci. Hingga Max harus menebak nebak sendiri.
"Aku menunggu hari itu! Aku sudah di sini hari ini. Aku sudah besar. Aku menunggu semuanya!"
Max kesal mendengar kalimat sinis Jack. Tapi percuma jika dia berdebat kusir. Sebelum meninggalkan ruangan Melinda. Max melirik Lia sejenak. Membuat gadis itu menelan ludah.
Max meninggalkan ruangan Melinda. Dia membanting pintu marah. Membuat dua wanita di sana terhenyak takut.
Maxi kau bisa seperti itu juga! Lia tak percaya dia sosok Maxi yang sama seperti yang dia kenal sebelumnya.
"Lia.. apa Lauren memintamu ke sini?" Lia bingung harus menjawab apa.
"Apa semua berjalan baik. Apa dia sudah memperbolehkan kau bepergian sejauh ini?"
Lia bingung harus mengangguk atau menggeleng. Apa nyonya Melinda dan bibi Lauren begitu dekat. Lia bahkan bisa melihat sorot mata penuh kerinduan di bola mata Melinda. Dan apa benar Melinda ibunya Jack. Lia melirik Jack. Membuat pria itu tersenyum aneh. Apa ada yang lain dari wajahnya sampai Lia memperhatikan begitu lama.
"Kenapa kau terlihat bingung. Apa karena lapar. Lihat apa yang aku bawa hari ini!"
Jack membuka box pertama yang lebih kecil. Dan wangi makanan begitu menggugah selera.
"Lia kau belum makan. Mau aku suapi?" Tanya Melinda menatap wajah Lia tanpa henti.
"Aku akan menyuapi kalian berdua!" Ujar Melinda senang. Kedua muda mudi itu saling lirik dan tak menolak.
"Aaaa.." pinta Melinda. Dari Lia ke Jack. Dari Jack ke Lia. Begitu terus sendok itu pindah.
"Lalu kapan kau makan?" Jack merebut sendok dan gantian menyuapi Melinda. Membuat wajlnita itu menangis haru dan mengelus wajah Jack lalu Lia. Mengelus lembut wajah keduanya bergantian.
"Aku begitu merindukan kalian.." lirih Melinda.
"Apa kau dan dia begitu dekat?" Tanya Jack menunjuk Lia.
"Ya. Akupun penasaran nyonya. Apa kau dan bibiku sangat dekat?" Dengan wajah heran Melinda bingung mendengar pertanyaan Lia. Bukankah Lauren seharusnya sudah menceritakan semuanya. Hingga hari ini dia mengijinkan Lia mengunjunginya. Tapi kenapa sejak tadi wajah Lia terlihat bingung. Melinda jadi cemas sendiri.
"Bi.." Melinda meneteskan air mata saat Lia memanggilnya bibi. Jelas Lauren belum menceritakan semuanya dengan gamblang. Dengan cepat Melinda menyeka air mata.
"Ya.. kami teman yang sangat dekat sejak kami remaja.." balas Melinda berbohong. Lia tersenyum. Sementara Jack masih bersemangat menyuapi Melinda. Mereka pun tersenyum bersama.
Sementara..
Maxi menunggu di balik kemudi mobil.
"Ck. Ini tidak bisa seperti ini!" Suaranya gusar.