"Gimana Ve? Diangkat gak?" tanya Andrew kepada Vera. Saat ini Andrew, Vera, Carolina, dan Dion sudah berada di bandara tapi Riko dan Clara masih belum kelihatan.
"Gak nih, lo gimana on? Riko angkat gak?" tanya Vera pada Dion yang lagi menghubungi Riko. Dion hanya menggeleng pertanda teleponnya juga gak diangkat.
"Tuh dua anak pada kemana sih?" ucap Andrew kesal sambil sesekali melirik jam di tangannya. Penerbangan mereka yang tinggal sebentar lagi tapi dua anak itu sama sekali tidak kelihatan.
-Perhatian, penerbangan xx 2143 tujuan Denpasar akan segera lepas landas. Para penumpang diharapkan melapor ke gate 7…-
Setelah pengumuman itu berakhir, terlihat dua orang yang lari tergesa-gesa menuju ke arah mereka.
"S-Sorry b-bro, huft.. huft," ucap Riko ketika sampai di depan mereka.
"Kalian berdua dari mana aja sih?!" tanya Andrew kesal.
"Tadi kita berdua datangnya kecepetan, terus si gondrong katanya lapar, terus kita cari makan dulu deh," ucap Clara menyalahkan Riko.
"Eh pemuja plastik! Ini kan gara-gara lo yang awalnya bilang gak lapar terus akhirnya pesan makanan juga, mana makannya lama banget," ucap Riko tak mau disalahkan.
"Ya kan gue lapar juga liat lo makan, lagi pula tadi udah gue bilang bantuin habisin tapi lo gak mau!"
"Udah udah, ayo kita masuk dulu, lo berdua tiap ketemu berantem mulu deh, bisa jodoh lho ntar. Itu aja pakaiannya udah kayak pasangan, mau bulan madu, ya?" goda Dion sambil menunjuk pakaian mereka. Clara memakai atasan kaos putih dengan skinny jeans berwarna merah muda dan sepatu sneaker berwarna putih dan Riko juga memakai kaos oblong putih dengan ripped jeans serta sepatu sneaker berwarna putih
"Bulan madu apaan! Lo sengaja ikut-ikut gue ya, gondrong?" tuduh Clara.
"Idih amit-amit, gue juga suka warna putih! Gue kan hatinya bersih, lagi pula gue juga cocok pake putih, aura kebaikan gue terpancar," ucap Riko sambil mengibaskan rambutnya ke belakang. Melihat itu, Clara langsung menatapnya dengan jijik.
"Oh~ Ve~ mulus," goda Clara ketika mereka sedang berjalan dan akhirnya menyadari penampilan Vera.
"Apa sih, Ra! Dibandingkan gue, pakaian Carol lebih bagus dong," ucap Vera sambil menunjuk Carolina yang berada di depan mereka. Vera saat ini memakai sweater berwarna kuning dengan hotpants dan sepatu sandal berwarna hitam sementara Carolina memakai kaos polos berwarna hitam dengan celana jeans dan sneaker berwarna hitam.
"Hm, iya, eh guys, kayaknya masih ada waktu, yuk kita foto-foto dulu bentar," ucap Clara ketika sudah berada di dekat gate 7.
"Eh iya yuk yuk, Carol fotoin kita dong," ucap Vera kemudian menyerahkan handphonenya. Carolina yang tak keberatan mengambil handphone itu dan memotret mereka.
"Ndre, On, Riko juga, ayo kita foto bareng," panggil Vera ketika para pria hanya diam saja melihat dirinya dan Clara yang sedang foto-foto.
"Gue gak deh," ucap Dion yang berdiri dibelakang Carolina. Sementara Andrew dan Riko sudah berada disamping Vera dan Clara.
"Udah sana Di, nanti aku yang foto," ucap Carolina menatap Dion.
"Hmm.. Udah mana handphonenya," ucap Dion mengambil handphone yang dipegang Carolina dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk mengambil foto mereka. Sebagai orang dengan tinggi 178 cm dan orang tertinggi di antara mereka, Dion dapat mengambil foto semua orang di dalam satu frame.
"Mana gue lihat hasilnya," ucap Clara yang langsung mengambil handphone tersebut.
"Bagus, bagus, ah hasilnya pada bagus semua. Gue baru tau kalo Carol ambil fotonya bagus, makasih ya," ucap Clara yang puas dengan hasilnya.
"Kirim ke gue juga dong, Ve," ucap Riko.
"Udah ayo pada masuk ke dalam," ucap Andrew mengingatkan teman-temannya.
"By the way, gue baru sadar gaya pakaian lo keren juga On," ucap Clara yang sepertinya sering telat menyadari keadaan di sekitarnya. Dion memakai kaos hitam dengan celana pendek hitam dan sepatu sneaker berwarna abu-abu, dia juga memakai kacamata hitam.
"Makin ganteng ya gue?" goda Dion. Membuat Clara sedikit salah tingkah.
"Apaan sih, tapi gaya pakaian lo emang keren," ucap Clara.
"Oi pemuja plastik, upload sana foto fotonya di ig terus tag gue," ucap Riko tiba-tiba.
"Gak perlu lo ingetin juga bakal gue upload, Carol ig lo apa? Mau gue tag nih,"
"Aku gak pake ig," jawab Carolina. Clara menatapnya sebentar kemudian langsung kembali fokus dengan handphone miliknya.
"Lo juga gak kalah keren kok, Ndre," ucap Vera yang mendekati Andrew yang memakai jaket berwarna merah dengan kaos abu-abu di dalamnya, celana jeans dan sneaker merah.
"Makasih, udah yuk," ucap Andrew namun sesekali dia menengok kebelakang melihat Carolina dan Dion yang tampak akrab.
"Semangat Andrew! Kamu pasti bisa!" batinnya membulatkan tekadnya.
***
"Sultan, nanti jam berapa kita kumpul-kumpulnya?" tanya Dion ketika mereka sudah sampai di kamar hotel.
"Mungkin jam 8 malam aja kali ya, kenapa emang?" tanya Andrew balik yang duduk di sofa yang berada di kamar hotel. Dia memesan kamar suite sehingga cukup untuk mereka berenam. Di dalam kamar terdapat tempat tidur king size yang sepertinya cukup buat tiga sampai empat orang, dan juga terdapat 2 sofa panjang sebagai ruang tamunya. Yah, mungkin satu orang bakal tidur di lantai.
"Oh, boleh kayaknya, masih jam 4 ini. Gue mau me time dulu," ucap Dion yang sepertinya ingin jalan-jalan.
"Gue juga, On, bareng turunnya," ucap Vera yang mendengar pembicaraan mereka dari tempat tidur. Jarak antara ruang tamu dan kamar hanya dipisahkan oleh sekat jadi pembicaraan mereka dapat didengar oleh semuanya. Setelah sampai di kamar, Vera, Clara dan Carolina langsung menyabotase tempat tidur membuat para pria berkumpul di ruang tamu.
"Yaudah yuk, lagipula cewek cantik kayak lo gak boleh keluar kamar ginian sendirian, ntar ditanyain harga lagi," goda Dion sambil tersenyum.
"Apa sih lo!" ucap Vera sebelum akhirnya keduanya meninggalkan kamar.
"Ndrew! Tadi nanya password wifi, gak?" teriak Clara dari tempat tidur.
"Lupa gue, telfon aja resepsionis terus tanyain," balas Andrew yang kini tiduran di sofa dan memainkan handphonenya.
"Gondrong," panggil Clara.
"Hm," balas Riko yang sibuk dengan handphonenya.
"Gondronggg," panggil Clara lagi. Namun Riko tak menjawabnya.
Tak mendapat jawaban, Clara bangkit dari tempat tidur dan menghampiri Riko.
"Gondrong, tanyain password wifi nya dong," ucap Clara yang kini duduk melantai di sofa dekat Riko dan menggoyangkan kaki pria itu.
"Jangan kayak orang miskin deh, lo kan pasti ada kuota, signal di sini juga cukup bagus," tolak Riko yang sudah dalam posisi nyaman dengan sofanya.
"Ahh, ayo dong, gue mau streaming MV oppa oppa gue di yutub, kemarin malam mereka comeback dengan lagu terbaru. Sebagai penggemar mereka, gue harus bantu naikin viewersnya dong!" ucap Clara memelas sambil tetap menggoyangkan kaki pria itu.
"Yaudah lo telepon aja resepsionisnya sendiri, tuh teleponnya," ucap Riko dengan malas menunjukkan letak telepon itu berada.
"Maluu, kan tadi Andrew doang yang check in, ntar dikira gue cewek yang lagi aneh-aneh sama dia di kamar, lagi!" ucap Clara mencoba mencari alasan. Padahal sebenarnya dia hanya malu saja buat nanyain password wifinya.
"Ya gue juga malu, ntar dikira gue cowok yang lagi aneh-aneh sama Andrew," ucap Riko dengan ekspresi malu.
"Dih amit-amit," sambung Andrew yang mendengarnya. Terdengar suara tertawa kecil juga dari arah tempat tidur, sepertinya Carolina sudah tidak lagi sibuk dengan handphonenya dan fokus menonton "drama" yang lebih menarik yang terjadi di dalam kamar.
"Tuh, Andrew aja amit-amit, udah sih pake kuota aja," ucap Riko lagi.
"Kuota gue tinggal dikit, yaudah tethering dong," ucap Clara mengeluarkan handphonenya.
"Kuota gue juga tinggal dikit, udah sana, gue lagi ngegame ini," ucap Riko.
"Ahh.. gondrong, ayo dongg, ya ya, ntar kita ke pantai gue pake bikini two piece putih yang lo beli deh," ucap Clara memelas. Kemarin sebelum pergi ke Bali, Riko mengirimkan foto bikini two piece yang telah dia beli.
"Deal! Mana teleponnya! Apa gue harus turun ke bawah nanya langsung?" ucap Riko yang langsung berdiri, membuat Andrew dan Carolina langsung tertawa terbahak bahak.
"Hahaha, dih, lo gak ada harga dirinya Rik sebagai cowok. Ngomong-ngomong llo udah kayak femme fatale aja, Ra," ucap Andrew yang masih tertawa ketika mengingat tingkah Riko.
"Ndrew, fe apa tadi lo bilang? Mau gue cari artinya apaan" tanya Clara yang tiba-tiba menyadari dia tidak tau arti dari kata yang dikatakan Andrew.
"Femme fatale, Ra, artinya perempuan mematikan, karena dia sangat menarik dan menggoda sehingga memiliki kecenderungan untuk menggunakan pria dalam banyak hal, salah satunya meminta bantuan, tetapi seringnya itu berujung malapetaka bagi pria tersebut. Itu ungkapan Prancis lama la femme fatale, yang artinya perempuan adalah bencana," ucap Carolina menjelaskan. Tapi dia tidak menjelaskan bahwa wanita tersebut tidak jatuh cinta pada pria itu dan hanya sekedar memanfaatkannya.
"Oh Carol tau artinya ternyata, biasanya di film film fantasy, femme fatale itu perempuan cantik yang ternyata adalah vampir atau penyihir gitu, yang menguasai korban-korbannya karena kecantikan mereka," tambah Andrew menjelaskan ketika mendekati mereka.
Dirinya yang sendirian di ruang tamu cukup membuat suasananya sedikit canggung, jadi dia mendekati tempat tidur dan duduk di kasur.
"Udah udah, jangan berisik dulu. Ngomong-ngomong, beneran ya, pemuja plastik, gue beneran bawa lho bikini nya!" ucap Riko memastikan sekali lagi.
"Iya iya," ucap Clara pasrah, toh mereka nanti akan ke pantai jadi tidak masalah untuk memakai bikini, seperti kata Andrew, dia adalah femme fatale.
"Carol," panggil Andrew ketika Clara dan Riko telah fokus untuk menelepon resepsionis.
"Ya?" tanya Carol menatap Andrew.
"Hm... Itu… kita jalan-jalan ke luar dulu, yuk. Sekalian aku pengen ngomong sesuatu," ucap Andrew sedikit gugup.
Carol melihat jam di handphonenya, 4.30. Sepertinya sudah tidak terlalu panas.
"Oke, tapi aku ganti baju dulu," ucap Carolina membuat Andrew mengangguk.