"Ini pak, rokoknya sama kembaliannya," ucap Carolina kemudian memberikan rokok dan uang kembalian pria yang menyuruhnya untuk membeli rokok itu di meja pria itu. Pria itu hanya melirik sekilas kemudian kembali fokus pada layar monitor di depannya.
Setelah memberikan rokok itu, Carolina menghampiri pria yang satunya lagi.
"Ini kopi botolnya pak," ucap Carolina yang kemudian meletakkan botol itu meja pria yang memesankan kopi botol.
"Ah, iya, makasih," ucap bapak yang satunya.
Setelah memberikan apa yang dia beli, Carolina kembali duduk di kursinya. Tidak tahu harus melakukan apa.
"Apa gue kalau main handphone bakal di nyinyirin, ya?" pikir Carolina. Berbeda dengan kasir tadi yang kemungkinan besar tidak akan dia temui lagi, orang-orang yang berada di sini akan selalu dia temui hampir setiap hari semasa magangnya berlangsung.
Jadi dia harus mulai membangun image wanita baik seperti saat dia berada di kampus.
"Tapi gue harus ngapain, ya?" pikir Carolina yang tidak tahu harus berbuat apa karena sepertinya semua orang di situ lagi sibuk. Dia juga tidak berani untuk bertanya kepada Andi, yang merupakan project manager tim ini, karena terlihat jelas bahwa pria itu tidak begitu menyukainya.
"Carolina," larut dalam pikirannya, tiba-tiba Andi memanggilnya.
"Oh! Apakah akhirnya gue bakal di kasi kerjaan? Dia kayaknya bukan tipe-tipe yang mau menyuruh orang untuk membeli sesuatu, deh!" pikir Carolina.
"Ya, pak," ucap Carolina kemudian bangkit berdiri dan datang mendekat ke meja Andi.
"Sekretaris perusahaan nyariin kamu, sana pergi menghadap," ucap Andi yang sepertinya barusan mendapatkan sebuah telepon. Andi sama sekali tidak memalingkan wajahnya dari layar monitor ketika Carolina mendekat. Dia hanya mengetahui wanita itu sudah berada di dekatnya dari suara wanita itu.
Carolina menatapnya dengan bingung, sekretaris perusahaan? Siapa?
Andi yang sepertinya menyadari bahwa Carolina belum pergi juga, akhirnya menatap Carolina yang sepertinya kebingungan, dia kemudian menambahkan, "Ruangannya ada di lantai 6."
"Oh oke," ucap Carolina kemudian menuju ke lift dan bertanya-tanya apakah ada seseorang di sini yang mengenalnya.
Setelah sampai di lantai 6, Carolina terpukau akan desain interior yang terlihat mewah, pandangan matanya kemudian tertuju kepada satu-satunya meja yang tampak seperti meja resepsionis yang berada di ruangan itu.
"Pagi, pak. Bapak cari saya?" tanya Carolina setelah melihat satu-satunya pria di situ. Dia seperti pernah melihat pria itu tapi lupa di mana.
"Pagi, kamu Carolina?" tanya Agung ketika melihat seorang wanita yang sedang memakai jas almamater, menyapanya. Setelah balik kembali dari kantor, Carolina memang memakai jas almamaternya lagi.
"Iya pak, kata Carolina.
"Oh ya, mari ikut saya," ucap Agung. Setelah mengetahui Carolina ditempatkan dibagian apa. Agung langsung menelepon pemimpin tim itu, Andi, dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu.
Agung sengaja mengatakan bahwa yang ingin bertemu adalah dirinya, sekretaris perusahaan, bukan ceo perusahaan, agar tidak ada gosip yang beredar.
Carolina menatap Agung dengan curiga, tapi dilihat dari lantai ruangan ini yang desain interiornya terlihat lebih bagus dan pria itu yang memiliki jabatan sebagai sekretaris perusahaan. Carolina akhirnya mengikutinya.
Toh kalau misalnya mereka macam-macam padanya, Carolina bisa pulang, menggali sisi gelap perusahaan ini, dan menghancurkannya!
Karena hal tersebut merupakan hal yang mudah baginya.
Knock… Knock…
Agung mengetuk pintu yang berada tak jauh darinya,
"Masuk," ucap orang yang berada di dalamnya.
Carolina kemudian menyusul Agung untuk memasuki ruangan itu, hal pertama yang Carolina lihat adalah kantor itu memiliki ruang tamu kecil, dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota. Pandangan matanya kemudian jatuh pada sebuah kursi kulit yang membelakanginya.
"Ini anak magang yang pak Ethan tanyakan," ucap Agung yang berada di ruangan itu.
"Baik, kamu bisa kembali,��� ucap Ethan yang masih membelakangi mereka.
Setelah mendengar ketukan di pintu ruangannya, Ethan tiba-tiba menjadi bersemangat. Dia tidak sabar ingin melihat ekspresi wajah wanita itu lagi.
Apakah kali ini wanita itu ingin memakai ekspresi pura-pura gak kenal?
Atau malah setelah melihat dirinya yang merupakan ceo perusahaan ini, wanita itu akan meminta maaf dan mengatakan dia mengenal dirinya?
Jadi Ethan sengaja membelakangi mereka agar bisa melihat ekspresi wajah wanita itu dari dekat.
"Ah…," Agung sedikit enggan untuk pergi meninggalkan mereka karena bagaimana pun, dia tidak terlalu mengenal Ethan.
Apakah pria itu akan menggunakan kekuasaannya untuk melecehkan anak magang ini? Kejadian seperti itu sudah biasa dilakukan oleh para anak yang memiliki orang tua yang berkuasa.
Tapi akhirnya Agung memilih untuk keluar, sejauh ini Ethan tidak menunjukkan gejala-gejala seperti kebanyakan anak orang kaya yang sering di dengar oleh Agung.
"Halo," Ethan memutar kembali kursinya agar menghadap Carolina sambil tersenyum dan mengangkat tangannya.
Seperti dugaannya, ekspresi wanita itu sedikit terkejut, "Anjir! Kenapa nih apel merah ada di sini?" pikir Carolina, tapi dia berhasil menenangkan dirinya dan kembali mengeluarkan ekspresi tersenyum ramah yang sering dia pakai.
"Bapak cari saya?" tanya Carolina sambil tersenyum.
"Ah, ternyata kamu anak magang yang baru masuk hari ini," ucap Ethan, mengikuti Carolina yang sepertinya ingin basa basi, "sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya," tambah Ethan kemudian mengerlingkan kedua matanya ke sebelah kanan.
"Cih, keliatan banget bohongnya," batin Carolina yang melihat ekspresi wajah Ethan. Carolina pernah membaca bahwa mengerlingkan kedua mata ke sebelah kanan menandakan bahwa orang itu mencoba berbohong dengan berpura-pura mengingat sesuatu yang sebetulnya sudah dia ingat.
Tentu saja Carolina sadar bahwa pria itu mengenalnya!
"Hmm…," Carolina sengaja untuk mencoba berpikir, "sepertinya tadi kita bertemu di lobby," jawabnya kemudian sambil tersenyum.
Ethan tersenyum dalam hati ketika melihat Carolina, "Wanita ini benar-benar menarik,"
"Sepertinya sebelum itu kita berdua pernah ketemu," ucap Ethan menggantungkan kalimatnya, "di kamar hotel, misalnya?" tambahnya yang memelankan suaranya, tapi masih bisa didengar oleh Carolina.
Carolina tetap memasang ekspresi wajahnya yang tadi karena dia sudah mengira pria itu mengenalnya, "Maaf pak, sepertinya bapak salah orang,"
Ethan yang tidak tahan lagi wanita itu terus-menerus berpura-pura tidak mengenalnya, akhirnya mengeluarkan kartu andalan yang dia simpan.
"Wah sayang sekali," Ethan kemudian membuka laci meja nya dan menggenggam sebuah kalung berliontin huruf C, "Padahal aku sedang mencari wanita yang diam-diam masuk ke kamarku waktu itu," ucap Ethan kemudian dan sengaja membiarkan kalung itu tergantung, untuk membuat Carolina melihatnya.
Sebelum tertidur dalam perjalanan pulang dari bandara menuju rumah orang tuanya, Ethan akhirnya mengetahui bahwa setelah Agung keluar, dia lupa untuk mengunci kamar hotelnya lagi. Jadi sepertinya wanita itu salah masuk kamar karena sudah mabuk.
Carolina menatap benda yang dipegang oleh Ethan dengan tatapan tidak percaya.
Itu kalung miliknya!
Seperti yang dia duga bahwa kalung miliknya ternyata dipegang oleh pria itu.
Carolina kemudian mendekat dan berusaha merebut kalung itu, tapi Ethan yang lebih cepat berhasil menghindarinya.
"Sepertinya ini bukan milikmu, bukankah tidak baik mengambil barang milik orang lain?" tanya Ethan sambil tersenyum.
"Dasar gak tahu malu! Kan lo yang ngambil barang milik gue!" batin Carolina.
Carolina kemudian berbalik, dan mulai melangkahkan kakinya.
Ethan awalnya berpikir bahwa wanita itu akan segera langsung keluar dari ruangannya, tapi pikiran itu langsung terbantahkan begitu Carolina duduk di sofa ruang tamu kecil yang letaknya berseberangan dengan kursi kulit Ethan.
Setelah duduk, Carolina menyilangkan kakinya yang ramping, mengangkat kepalanya, dan menatap tajam ke arah Ethan.
"Ya, gue wanita yang tidur sama lo di kamar hotel di Bali. Lalu? Lo mau apa?" tanya Carolina dengan suara tajam, menantang pria yang berada di depannya.