Chapter 22 - Palsu

Setelah mengatur kembali emosinya agar tidak merasakan rasa bersalah, Ethan memutuskan untuk segera mandi terlebih dahulu sebelum turun untuk sarapan di restoran hotel.

Bagaimana pun, tubuhnya harus dibersihkan dahulu, mengingat kejadian semalam yang dia lakukan.

"Ini apa?" pikir Ethan yang tiba-tiba menemukan sesuatu di dekat wastafel, sebuah kalung dengan liontin C.

"Apa ini punya wanita itu, ya? Aku ambil dulu terus berikan ke Agung saja," pikir Ethan yang kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya.

Setelah selesai mandi dan merapikan dirinya, tak lupa Ethan kembali memakai kacamata hitam, topi, dan maskernya.

Dia harus berhati-hati agar tidak ketahuan, kan?

***

Setelah sampai di restoran hotel, Ethan langsung bisa menemukan Agung yang duduk di pojokan, tempatnya juga tidak terlalu terbuka. Ethan langsung tersenyum puas. Tidak heran pria itu menjadi sekretaris perusahaan papanya! Kerjanya bagus!

Ketika hendak berjalan menghampiri Agung, Ethan tak sengaja kembali melihat wanita yang semalam berhubungan dengannya.

"Apa dia datang dengan teman-temannya, ya?" pikir Ethan yang telah duduk di kursinya.

"Selamat pagi, tuan Ethan," sapa Agung yang masih menggunakan bahasa Inggris. Sejak kemarin mereka terus berkomunikasi dalam bahasa Inggris sehingga Agung tidak tahu bahwa Ethan bisa berbahasa Indonesia.

"Selamat pagi, ayo kita ambil makanannya," ajak Ethan yang juga membalasnya dengan bahasa Inggris. Agung hanya mengangguk dan mulai memimpin jalan ke depan.

Sepanjang jalan mengambil makanan, Ethan terus menatap Carolina. Ada sesuatu hal mengenai Carolina yang mengganggu pikiran Ethan, namun dia tidak tahu itu apa.

"Kamu mau ke mana? Ayo duduk bersamaku!" ucap Ethan ketika Agung hendak memisahkan diri dari Ethan.

"Ah, baik," ucap Agung akhirnya. Dia tidak terbiasa makan satu meja dengan bos perusahaannya sehingga dia hendak memisahkan diri ketika mereka telah mengambil makanannya, tapi Agung tidak menyangka bahwa Ethan malah mengundangnya untuk makan di satu meja.

"Boleh tanya sesuatu?" tanya Ethan ketika mereka sedang makan.

"Ya?" tanya Agung yang merasa sangat canggung.

Ethan berpikir sejenak, dia hendak menanyakan berapa bayaran yang diberikan oleh Agung untuk wanita tadi malam, tapi dia merasa canggung.

Mereka tidak sedekat itu untuk membahas kehidupan seksualnya.

"Berapa uang yang dikeluarkan ketika kita berada di sini?" tanya Ethan akhirnya. Dia tak perlu menanyakan secara langsung, tapi pertanyaan itu bisa menjawab apa yang sebenarnya hendak dia tanyakan.

Agung kemudian menjelaskan harga ayam dan minuman yang Ethan pesan tadi malam. Ethan terdiam sebentar,

"Apakah dia memakai uang pribadinya untuk menyewa wanita itu, ya?" pikirnya.

"Apakah sudah semuanya? Bagaimana dengan uang pribadi yang kamu keluarkan? Tidak apa-apa, sebutkan saja. Aku akan menggantinya"

Agung terdiam sebentar, dia merasa sangat canggung.

"Apa-apaan anak ini? Apakah dia semalam melihat gue berada di klub, ya? Jujur aja deh, lagi pula gue kan harus terlihat baik biar jadi sekretaris pribadi," pikir Agung.

"Sebenarnya, setelah mengantarkan makanan, aku ke klub yang berada di dekat sini. Tuan tidak perlu mengganti biayanya, kok!" ucap Agung akhirnya.

"Oh, begitu," ucap Ethan lalu melanjutkan makanannya.

"Kalau begitu siapa sebenarnya wanita yang tadi malam? Apa dia bukan wanita bayaran, ya?" pikir Ethan yang sesekali mencuri pandang ke arah wanita itu.

Rasa bersalah mulai menyelimutinya, tapi dia berusaha untuk mengendalikan emosi itu, toh mereka tidak akan bertemu lagi dan Ethan yakin wanita itu juga tidak mau untuk bertemu dengannya.

"Terus gimana dengan kalungnya yang ketinggalan? Apa aku memberikannya ketika wanita itu lagi sendirian, ya?" Ethan kemudian memutuskan untuk menatap wanita itu dari jarak jauh dan menunggu kesempatannya, siapa tahu teman-temannya nanti akan pergi untuk menambahkan makanan di piring mereka.

"Apakah dia masih wanita yang sama yang tadi marah-marah di kamar, ya?" pikir Ethan lagi.

Dia sedikit terkejut sebenarnya bertemu dengan wanita yang mengumpat seperti itu. Wanita yang dia tahu memiliki karakter yang seperti itu hanyalah Mi Sun, sepupu sekaligus manajernya, yang memang memiliki karakter yang berterus terang. Tapi dia tidak akan pernah membayangkan Mi Sun akan selalu tersenyum ketika berbicara seperti wanita itu.

"Palsu! Wanita itu memakai senyuman palsu! Pantas saja dari tadi aku merasa terganggu olehnya," pikir Ethan yang akhirnya mengetahui kenapa dia terganggu dengan wanita itu. Dirinya sendiri juga sering menggunakan ekspresi wajah yang sama ketika dia tidak menyukai seseorang. Jadi itu sebabnya dia merasa terganggu oleh wanita itu.

Wanita itu sedikit mirip dengannya!

"Apakah karakternya memang selalu tersenyum seperti itu? Tapi dia jago mengumpat, kok! Terlihat jelas juga dia tidak terlalu menyukai wanita berambut pendek itu, hmm, pria itu juga," pikir Ethan lagi yang dari tadi terus menerus mengamati wanita itu.

"Mari kita lihat apakah dia akan terus memasang wajah yang seperti itu," pikir Ethan sambil memakan makanannya sesekali, dan terus menatap wanita itu. Entah sejak kapan, sebuah senyuman tersinggung di bibir Ethan.

***

"Lo semalam gak balik, ya?" tanya Vera tiba-tiba ketika mereka telah kembali dari mengambil makanan.

"Balik kok, terus aku mau tidur di mana lagi Ve kalau gak balik? Oh iya, Ra, bajumu nanti ku kembalikan kalau udah di laundry, ya!" jawab Carolina sambil tersenyum. Dia sengaja menyinggung soal pakaiannya, kalau memang dia gak balik, kenapa pakaiannya udah berubah.

"Oke, santai aja," jawab Clara sementara Vera tidak mengatakan apa-apa lagi dan meneruskan untuk memakan makanannya.

"Kalian ada yang liat Dion, gak?" tanya Riko yang tiba-tiba menyadari mereka cuma berlima.

"Eh iya, Dion ke mana? Ndrew lo kan yang duluan bangun, liat dia gak?" tanya Clara.

"Kayaknya dia gak balik kamar, deh," ucap Andrew sambil menatap Carolina.

"Kenapa Ndrew? Dari tadi kok kayaknya lihatin aku mulu?" tanya Carolina sambil tersenyum.

"Gak apa-apa kok," jawab Andrew pelan.

"Ke mana dia sebenarnya tadi malam? Dia tidur di mana? Apa dia baik-baik saja?" berbagai pikiran muncul di kepala Andrew, tapi dia tidak bisa menanyakan hal itu kepada Carolina.

"Nah itu Dion! Dion! Dion! Sini!" tiba-tiba Clara melihat sosok Dion yang memasuki restoran hotel. Dia berdiri dan memanggil pria itu. Tak peduli orang-orang disekitarnya yang sepertinya agak terganggu karena dia yang berisik.

"Jangan malu-maluin, ah, Ra!" tegur Vera.

"kekencengan, ya? Hehe, maaf," ucap Clara malu-malu kemudian duduk kembali.

Merasa dipanggil, Dion akhirnya menoleh dan menghampiri mereka.

"Yo! Bro! Kayaknya lo semalam keasyikan ya! Sampe gak pulang!" sapa Riko ketika Dion telah duduk di meja mereka.

"Stt ah! Hahaha!" jawab Dion sambil tertawa.

"Uhh.. bau! Lo balik mandi dulu gih sana!" ucap Clara.

Dion hanya tersenyum lebar ketika mendengarnya, "Gue gak sebau itu kok, yaudah mana kunci kamarnya,"

Vera hanya melirik Dion dan mencibir dalam hati, "Dasar palsu!"

Ingatan tadi malam ketika Dion menariknya paksa masih membekas di benak Vera, dia sedikit terkejut melihat Dion yang ceria dan suka bercanda memiliki sifat yang kasar seperti itu.

Sementara Andrew hanya diam saja dan terus menatap Carolina, dari tadi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Dia bahkan tidak repot-repot untuk melirik Dion yang baru saja datang.

"Gaya rambutnya berbeda! Kenapa dia mencoba menutupi lehernya?" pikir Andrew. Setelah mengamati Carolina selama 3 tahun, Andrew tahu betul gaya rambut wanita itu.

"Carol," panggil Dion tiba-tiba.

"Ya?" ucap Carolina dan menoleh.

"Gak jadi! Habis ini jalan-jalan, yuk!" ajak Dion. Carolina hanya mengangguk.

"Syukurlah dia baik-baik saja!" batin Dion. Sejak tadi malam dia berusaha mencari Carolina. Di hotel, di dekat hotel, klub, pantai, hampir semua tempat sudah di datangi oleh Dion.

Dia mengira wanita itu tak sengaja keluar dari hotel dan malah nyasar, dia bahkan sempat berpikir wanita itu tidur di jalanan. Tapi syukurlah wanita itu kelihatannya baik-baik saja.

"Apa itu di lehernya? Cupangan?" Ketika Carolina menoleh saat dipanggil oleh Dion, lehernya sedikit kelihatan. Andrew tak mempercayai penglihatannya ketika melihat itu.

"Ketika gue sedang mengkhawatirkannya, dia ternyata sedang melakukan cinta satu malam dengan pria lain?! Apakah baju yang dia pakai juga pemberian pria itu?!" pikir Andrew.

Rasa marah mulai menyelimuti perasaannya.

Dia bahkan tidak tidur untuk menunggu wanita itu!

Tapi wanita itu malah sedang asyik bersama pria lain?!

"Wah, gue gak nyangka permintaan gue saat tiup lilin akan dikabulkan secepat ini! Baiklah! Gue akan menyerah! Wanita yang terbaik?! Hah! Yang benar saja! Dia hanyalah wanita j*lang seperti kebanyakan wanita lainnya!"