Sontak Gio terkejut. Dia melihat sekelilingnya dan mendapati semua teman sekelasnya sudah bersorak menyambut kedatangannya.
"Welcome back hondsome." Ucap salah seorang siswi yang maju mendekatinya sambil tersenyum manis. Rambutnya yang panjang tergerai terlihat sangat indah, dia juga sangat cantik dengan wajah seperti gadis korea.
Dia lalu menarik tangan Gio dan berjalan menuju sebuah kue tart yang sudah tersedia di atas meja. Gio yang masih bingung tidak mengerti dengan apa yang terjadi hanya mengikuti langkah siswi yang menariknya itu.
"Aku dan teman-teman yang merencanakan acara penyambutan ini khusus untukmu. Supaya kamu tahu kalau kami semua sangat kehilanganmu selama seminggu ini. Welcome to the class, Gio. We miss you." Ucap siswi itu sambil tersenyum penuh damba ke arah Gio. Semua teman-temannya mengangguk secara bersamaan membenarkan ucapannya.
Gio akhirnya menyadari kalau selama ini sikapnya ternyata berpengaruh terhadap teman-temannya. Ternyata semua temannya sangat peduli dan sayang padanya. Orang tua yang menaruh harapan penuh kepadanya, serta guru-gurunya masih peduli dan berharap kehadirannya di sekolah. Sungguh Gio merasa sangat beruntung di kelilingi oleh orang-orang yang sangat perhatian dengannya.
Seketika semua lara di hatinya sirna dan digantikan oleh rasa haru yang membahagiakan. Tiba-tiba wajah Diana yang tersenyum terbayang dalam ingatannya. Ada kehangatan yang menjalar dalam relung hatinya mengingat senyum itu. 'Terima kasih , Miss.' Ucapnya dalam hati.
"Terima kasih banyak Yuna, teman-teman. Tapi ini sepertinya ini terlalu berlebihan, harus..." ucapannya terpotong karena salah satu teman Gio yang berbadan gemuk langsung menyahut.
"Nah kan, aku bilang apa. Gio gak suka model kejutan kayak gini. Harusnya kita semua makan di kantin aja, iya gak." Selorohnya sambil tertawa nyengir.
"Huuu...!!!" sontak teman-temannya yang lain langsung berseru ke arahnya.
"Ih Bento, kamu taunya makan aja, pantesan badanmu itu tumbuh ke samping terus." Sahut yang lain.
"Biarin, yang penting aku kenyang." Bela si Bento tidak peduli. Akhirnya semuanya tertawa sehingga Gio juga ikut tersenyum.
"Oke, sekarang kita makan kuenya dulu, nanti keburu upacara." Ucap Yuna sambil mulai memotong kue menjadi beberapa bagian lalu membagikannya kepada teman-temannya. Mereka kemudian menikmati kue bersama-sama sambil bercengkerama. Bento terlihat paling rakus di antara yang lain, sehingga dia selalu menjadi bulan-bulanan temannya.
Setelah upacara bendera, Gio terlihat berjalan sendiri loker tempat dia menaruh barang-barang keperluannya. Tiba-tiba sebuah teriakan lembut menghentikan langkahnya. Dia lalu menoleh dan melihat Yuna sedang berlari kecil menghampirinya.
"Aku dari tadi berteriak memanggilmu, tapi kamu gak dengar." Ucap Yuna disela napasnya yang ngos-ngosan karena berlari.
"Maafkan aku, aku betul-betul tidak mendengar teriakanmu." Balas Gio merasa bersalah. Dia memang masih suka merenung dan baru saja melakukannya. Bayangan Kelly masih saja sesekali mengganggu pikirannya. Bahkan dari tadi dia diam-diam mencari keberadaan Kelly tapi kata teman-temannya dia sudah tidak pernah lagi ke sekolah sejak 3 hari yang lalu.
"Nah, kan bengong lagi. " Ucapan Yuna sontak mengejutkannya. lalu tersenyum dan meminta maaf kepada Yuna yang sudah memasang wajah cemberut lucu.
"Gi, kamu masih memikirkan Kelly ya?" tanya Yuna dengan suara pelan, seakan takut menyinggung perasaan Gio. Mata hitamnya yang cemerlang menatap Gio yang masih tertunduk seakan memikirkan sesuatu.
"Iya." Jawab Gio singkat. Ada raut kekecewaan yang terpancar pada wajah cantik Yuna, entah kenapa hatinya masih saja selalu sakit jika Gio menyebut nama Kelly. Meski dia tahu kalau Kelly tidak pernah membalas perasaan Gio. Namun, Yuna sangat iri dengan besarnya cinta Gio kepada Kelly. Bahkan disaat Kelly sudah bertunangan pun, Gio masih belum bisa melupakannya. Andai saja perasaan cinta yang besar itu untuknya? Andai Gio bisa melihat rasa damba dan cinta tulusnya?
"Tapi kan Kelly sudah bertunangan dengan pak Kepsek. Kamu tidak pantas lagi memikirkannya." Ucap Yuna mencoba memberikan pengertian. Tapi perasaannya yang sakit membuatnya terbawa emosi.
"Aku tahu, tapi aku tidak bisa semudah itu melupakannya." Elak Gio. Rupanya ucapan Yuna membuat moodnya semakin buruk sehingga dia berjalan mendahului Yuna tanpa sepatah kata, meninggalkan gadis itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Gio, aku hanya ingin membuatmu melupakan Kelly. Kapan kau akan memahami perasaanku?" Gumannya lirih, air matanya pun tidak dapat terbendung lagi. Tapi dia segera menghapusnya dengan kasar dan melangkah meninggalkan tempat itu.
Setelah pelajaran usai, semua siswa mulai meninggalkan ruangan kelas masing-masing. Begitu juga dengan para guru, satu persatu mereka meninggalkan ruangan kantor.
"Saya duluan ya. Miss Diana masih menunggu jemputan ya?" tanya salah satu rekan Diana.
"Iya, silakan. Iya nih. Belum datang, saya akan menunggu sebentar lagi." Jawab Diana sambil tersenyum ramah.
"Oh begitu ya, sampai katemu besok ya Miss." Ucapnya rekannya lagi. Diana hanya mengangguk mempersilakan.
Akhirnya Diana seorang diri di dalam ruangan, waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Tapi tanda-tanda jemputan Diana tidak juga muncul. Dia kemudian terlihat sibuk menelepon seseorang tapi nomornya tidak aktif. Terlihat jelas raut sedih dan kecewa di wajah cantiknya, dia menjadi gelisah dan akhirnya beranjak dari duduknya lalu keluar dari ruangan.
Kondisi sekolah sangat sepi, hanya ada satu satpam yang menjaga di piket depan. Diana berjalan menyusuri koridor menuju pintu gerbang. Dia berniat pulang sendiri meski dia agak takut. Rumah tempat tinggalnya berlokasi agak jauh dari sekolah dan sangat jarang ada angkutan umum yang menuju ke sana, sehingga dia khusus menyewa tulang ojek untuk mengantarnya sampai rumah. Tapi entah kenapa, hari ini tukang ojek itu tidak datang menjemputnya seperti biasa.
Diana bertambah gelisah, terbayang wajah suaminya yang sangar menakutkan, entah hukuman apa lagi yang akan diterimanya jika dia terlambat sampai rumah. Untungnya jam pulang kerja suaminya masih sekitar sejam lagi, sehingga dia masih ada waktu sebelum suaminya pulang. Dia harus berada di rumah sebelum suaminya mendahuluinya.
Diana tahu kalau dia pulang terlambat maka suaminya akan menghajarnya lagi habis-habisan. Dan kali ini, entah suaminya itu akan percaya ucapannya atau tidak. Diana sudah pasrah. Andai saja ada yang bisa menolong hidupnya hari ini.
Dengan terburu dia melangkah menuju gerbang sehingga sama sekali tidak memperhatikan sekelilingnya. Dia baru tersadar ketika tubuhnya terhuyung ke samping akibat benturan sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang.
"Oh, maaf Miss. Saya tidak sengaja." Ucap orang yang menabraknya itu.
Setelah mampu menguasai keseimbangan tubuhnya, Diana langsung mengangkat wajahnya dan melihat Gio menatapnya dengan penuh penyesalan.
"Gio? Oh tidak apa-apa, saya yang salah karena berjalan terburu-buru. Kau belum pulang?" Tanya Diana sambil berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Tapi Gio cukup jeli karena dia sempat menangkap hal itu sebelum hilang tertutup senyum indah Diana.
"Belum. Saya masih ingin di sini. Miss sendiri kenapa belum pulang?" tanya Gio ingin tahu.
"Oh, ini baru mau pulang kok. Ya sudah kalau begitu saya duluan ya. Jangan lupa, tantangan masih berlanjut." Ucapnya sambil buru- buru melanjutkan langkahnya.
"Miss, jangan cepat-cepat jalannya nanti terjatuh lagi." Diana terkejut menyadari kalau ternyata Gio mengikutinya dari belakang.
"Loh, kenapa kamu mengikuti, Miss? Sana pulang saja. Jangan lama-lama di sekolah, nanti orang tuamu khawatir." Ucap Diana sambil terus melangkah menuju tepian jalan.
"Mama tahu, Kok. Ngomong-ngomong di mana jemputan Miss yang biasa. Saya lihat dia tidak ada. Apa dia akan datang terlambat?" Tanya Gio tanpa rasa ragu. Diana hanya menggeleng tidak habis pikir. Benar-benar anak zaman sekarang, mau tahu saja urusan orang lain.
"Iya, dia tidak datang hari ini. Jadi saya berniat menunggu angkutan umum." Jawab Diana pasrah. Dia benar-benar harus bersiap dengan konsekuensi keterlambatannya.
Melihat wajah Diana yang gelisah, Gio menjadi tidak tega.
"Biarkan saya yang mengantar, Miss pulang."