Chereads / I Love You Teacher / Chapter 4 - Naksir?

Chapter 4 - Naksir?

Diana tertegun mendengar ucapan Gio, anak ini benar-benar baik. Dia lalu tersenyum ke arah Gio.

"Benarkah, kau mau mengantar Miss?" Tanya Diana belum percaya. Paling anak ini hanya ingin ngeprank dia saja. Atau akan tertawa terbahak-bahak setelah dia mempercayai candaannya.

"Benar, Miss. Saya merasa kasihan sama Miss. Saya tidak tega kalau miss harus menunggu sendiri di tepi jalan. Apalagi hari sudah sore." Jawab Gio jujur. Lagi-lagi Diana tersenyum, dan entah kenapa Gio mulai menyukai senyum indah Diana yang seakan sudah merupakan ciri khasnya.

"Baiklah, terima kasih." Ucap Diana senang. Akhirnya dia bisa pulang juga. Tidak terbayang dia akan menunggu angkutan umum yang entah kapan akan datang.

Gio lalu menelepon sopirnya agar segera datang. Tidak lama kemudian mobil Merci hitam pun datang dan berhenti tepat di hadapan mereka.

Gio segera membukakan pintu mobil untuk Diana sebelum ikut masuk ke dalam.

"Ke arah jalan Venus blok 9, Mang." Ucap Gio tanpa ragu. Diana mengernyitkan keningnya bingung. Ternyata siswanya ini juga tahu alamatnya. Ini benar-benar kejutan. Gio seakan mengetahui reaksi Diana sehingga belum sempat wanita itu membuka mulut, Gio sudah terlebih dahulu memberikan penjelasannya.

"Miss pasti bertanya-tanya, kenapa saya tahu alamat Miss." Ucap Gio sambil tersenyum.

"Iya, kamu tahu dari mana alamat saya?" tanya Diana tidak sabar.

"Miss terlihat sangat penasaran, apa Miss benar-benar ingin tahu?" pancingan Gio sukses membuat wajah Diana cemberut. Sangat cantik. Bibir pink cerinya terlihat indah mengerucut lucu. Gio seketika terpana, dadanya langsung bergemuruh aneh. Tapi buru-buru dia hilangkan. 'Gila, perasaan apa ini' batinnya.

"Kau jangan bercanda, Gio. Katakan sekarang dari mana kau dapatkan alamat Miss?" paksa Diana. Gio masih terdiam, rupanya dia berusaha menormalkan detakan jantungnya. Setelah Diana mengulang pertanyaannya, barulah Gio merespon.

"Oh..e..saya dapat dari yah..kan di kantor ada alamat lengkap semua staf. Jadi saya liat di situ dong." Jawab Gio sekenanya. Dia juga sudah lupa persisnya dari mana dia tahu alamat Diana, dia tiba-tiba ingat saja, mungkin karena seringnya menghafalkan sesuatu . Gio kembali terdiam.

"Oh begitu rupanya, tapi kok kau bisa hafal, ya. Miss jadi penasaran." Sahut Diana lagi.

"Ya ela Miss, Cuma hafal alamat doang. Saya bahkan bisa menghafal beberapa buku dalam waktu satu minggu saja." Jawab Gio tidak mau kalah. Diana tersenyum lagi, kali ini dia memperlihatkan barisan gigi putihnya yang berbaris indah. Gio lagi-lagi tertegun melihat wanita cantik itu.

"Ya sudah, Miss percaya deh. Dari pada di turunkan di tengah jalan." Ucap Diana sambil menatap ke depan sehingga dia tidak menyadari kalau Gio yang duduk di sampingnya sudah menatapnya dengan sangat dalam.

'Ada apa dengan denganku, kenapa tiba-tiba aku merasa deg-degan melihat Miss Diana? Pasti aku sudah gak waras.' Hati Gio terus menerus menggerutu.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan yang lengang. Memang jalan menuju rumah Diana sedikit sepi karena melewati hutan kota yang lumayan luas. Udaranya sangat sejuk sehingga Diana lebih memilih untuk membuka kaca jendela mobil dari pada harus menggunakan penyejuk udara.

Diana menatap jalan yang di kelilingi oleh pohon rindang, Dia tampak sangat menikmatinya sehingga senyum khasnya tidak pernah hilang dari bibirnya yang cantik. Sedangkan Gio masih terhanyut dengan perasaan anehnya sendiri.

"Sudah sampai, Den." Suara sopir menyadarkan mereka kalau mobil sudah berhenti tepat di depan sebuah rumah besar yang berpagar. Diana menoleh ke arah Gio yang juga sedang menatapnya.

"Terima kasih telah mengantar saya pulang." Ucapnya sambil tersenyum.

"Tidak masalah, Miss." Jawab Gio

Diana lalu membuka pintu dan segera turun dari mobil meninggalkan Gio yang sedang di landa perasaan aneh. Diana melambaikan tangannya sebelum mobil melaju meninggalkan tempat itu.

Diana kemudian berjalan dengan berharap-harap cemas menuju pintu masuk.

"Semoga mas Bima belum ada di rumah" gumannya pelan.

Dia lalu mencoba membuka pintu dengan perlahan dan masuk ke dalam. Diana mencari keberadaan suaminya tapi dia hanya melihat Bibi Mun, pembantu rumah tangganya sedang membersihkan halaman belakang.

"Bi, Tuan belum datang?" tanya Diana kepada pembantunya. Bi Mun yang sedang sibuk menyapu langsung mengangkat wajahnya dan melihat Diana sedang berdiri menatapnya. Raut wajah Bi Mum langsung berubah tegang. Dia lalu menghampiri Diana.

"Nyonya kenapa datang terlambat, tadi Tuan marah-marah lagi karena nyonya belum pulang." Ucap Bi Mun cemas. Selama ini Bi Mun lah yang menjadi saksi hidup betapa kejamnya suami Diana memperlakukan istrinya.

Bi Mun tidak jarang menyaksikan bagaimana Diana di siksa dan di perlakukan tidak adil oleh suaminya sendiri. Apa pun yang Diana lakukan selalu saja salah di mata suaminya. Padahal Bu Mun tahu betul Diana tidak pernah melakukan kesalahan. Dia justru selalu bersabar menerima perlakuan kejam suaminya.

Diana juga tidak pernah protes atau mengeluh dengan itu semua. Seluruh kesedihannya seakan hanya seperti debu yang akan menghilang dalam sekejap saat air mata Diana menyapunya.

Diana selalu tersenyum dalam penderitaannya. Bi Mun sangat kasihan, tapi apa dayanya. Dia hanya seorang pembantu yang sewaktu-waktu bisa di tendang jika melakukan hal yang tidak di sukai tuannya, Bima.

Dan seperti biasa, Bi Mun melihat senyum itu lagi.

"Oh begitu ya, jadi di mana tuan sekarang?" tanya Diana dengan tenang sambil menuang air putih ke dalam gelas kaca lalu meneguknya.

"Tuan sedang menunggu di ruang kerjanya, nyonya." Jawab bi Mun.

"Ya sudah, bibi lanjut saja pekerjaannya. Saya akan menemuinya dulu." Ucap Diana lalu beranjak dari tempat itu.

"Hati-hati Nyonya, aduh gusti semoga nyonya Diana baik-baik saja." Gumam Bi Mun cemas.

Sementara itu, Gio baru saja sampai di rumah. Wajahnya terlihat kusut. Dara yang memperhatikan putranya sejak tadi menjadi khawatir. Baru kemarin dia melihat wajah ceria putranya tapi kenapa sekarang Gio murung lagi.

"Hai Bu." Sapa Gio singkat sambil menaiki tangga menuju kamarnya. Tidak ada senyum ceria seperti kemarin. Dara lalu menghampiri Gio yang masih berdiri di tangga.

"Hai sayang, apa semuanya baik-baik saja?" tanya Dara khawatir.

"Iya bu, gak ada masalah kok. Gio ke kamar dulu, ya. Main gamenya ntar malam aja." Jawab Gio lalu menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Gio membuka pintu kamarnya, meletakkan tas dan langsung menuju kamar mandi. Dia menanggalkan seragamnya lalu masuk ke shower yang hanya dilindungi oleh dinding kaca transparan. Gio mengguyur tubuhnya dengar air hangat yang menyegarkan. Seketika kehangatan air merilekskan tubuhnya. Semua kepenatan pikirannya seakan larut dan hilang bersama aliran air.

Terbayang wajah cantik Kelly yang selalu galak kepadanya, tapi itulah yang selama ini menjadi daya tarik baginya. Namun, sayang sekali bagi Gio karena harapan untuk memiliki Kelly sudah lenyap tak tersisa. Hatinya kembali merasa hampa.

Tiba-tiba senyuman Diana berkelebat dalam pikirannya. Mata Gio terbuka seketika, jantungnya bergemuruh aneh. Gio lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Perasaan aneh itu muncul lagi, rasa hangat yang membuat hatinya nyaman. Perasaan indah yang menyenangkan saat senyum itu terlihat. 'Apa-apaan ini Gio? Masa kau naksir gurumu sendiri sih. Ini gila..ini bener-bener gila.' Gerutu hatinya.