Setelah sempat terdiam sesaat karena tidak percaya, kini siswa-siswi spontan terkejut dengan ucapan yang tadi dilontarkan si Ketua.
"Oi! Oi! Apa maksudnya ini? Aku tidak beri tahu akan hal ini, lho!"
"Dikeluarkan? Bukankah itu terlalu berlebihan?"
"Yang benar saja, dikeluarkan? Kau pasti bercanda!"
Siswa-siswi baru tidak begitu menerima pernyataan yang disampaikan oleh Ketua OSIS, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang berteriak tidak menerimanya. Sedangkan Haruki tampak hanya memperhatikan siswa-siswi di sekitarnya yang melakukan penolakan tanpa sepatah kata sedikit pun, sepertinya pemuda ini tidak begitu tertarik menanggapi pernyataan dari si Ketua. Ia seperti tidak begitu mempermasalahkan jika ia harus dikeluarkan dari sekolah ini.
Bagai kucing yang mudah dijinakkan, siswa-siswi baru itu kini kembali tenang, setelah Ketua OSIS kembali mengangkat tangan kanannya. Kini mereka berharap mendapat penjelasan dari apa yang diucap si Ketua tadi.
"Ini adalah ketetapan yang dibuat oleh pihak akademi, untuk memilih mereka yang berpotensi dan mengeluarkan mereka yang tidak berpotensi! Demi masa depan Jepang yang cerah! Jika kalian semuanya memang memiliki sihir yang hebat, seharusnya kalian tidak perlu khawatir tentang tes yang akan kalian hadapi ini, 'kan?"
Mereka kini kembali merenunkan pertanyakan dari Dewan Perwakilan Siswa ini.
"Mmmm ... dia benar juga, kenapa kita harus khawatir? Kita kan punya sihir yang kuat!"
"Kita pasti akan bisa melalui tes kecil itu!"
"Benar sekali! Kita pasti bisa melalui tes itu!"
Muncul rasa percaya diri dari wajah siswa-siswi, kobaran semangat dari mereka hampir menyelimuti gedung aula sekolah, kekhawatiran mereka pun sirna seketika.
Melihat reaksi yang dikeluarkan siswa-siswi baru itu, si Ketua pun tersenyum tipis. Lalu ia mengakhiri sambutannya pada hari ini dengan mengucap, "Kalau begitu, sampai di sini dulu."
Setelah menundukkan kepala, siswi tersebut pun turun dari atas mimbar.
Bersama kedua anggotanya, kini mereka beranjak meninggalkan panggung lewat jalur belakang yang disusul oleh tepuk sorak dari siswa-siswi atas sambutan yang telah diberikannya.
Hanya Haruki sajalah yang dari tadi tidak begitu memperdulikan apa yang disoraki siswa-siswi itu, maupun apa yang diucapkan si Ketua OSIS. Malahan matanya kini mencoba menahan kantuk karena terlalu bosan baginya di dalam ruangan ini.
****
Setelah upacara penyambutan selesai, siswa-siswi baru pun mencari kelas mereka masing-masing. Di koridor kelas, tampak Haruki berjalan sambil memandangi secarik kertas yang bertulis lokal kelasnya.
"Kelas 1-F, ya?" ucap benaknya.
Klak... Klak... Klak....
Langkah kaki seorang gadis mendekat, seketika terdengar dari depan. Semakin dekat, bahkan semakin dekat membuat Haruki dengan gadis bersurai pirang tersebut akhirnya berpapasan.
Tampaknya Haruki tidak begitu memperhatikannya, malah sedari tadi pemuda ini hanya terus menatap secarik kertas yang ia pegang. Yaaa ... seperti itulah Haruki. Meskipun ada gadis cantik yang berpapasan dengannya, hal tersebut tidak akan mudah membuat Si Datar yang satu ini tertarik begitu saja dengannya.
Beberapa meter setelah berpapasan dengan gadis tersebut, kini pemuda ini merasakan sesuatu yang aneh dari dirinya.
"Eh? Perasaan apa ini?" gumamnya.
Menanggapi hal itu, Haruki langsung menolehkan wajahnya sebentar ke belakang tepatnya ke arah gadis yang semakin jauh tersebut.
Meski sempat terdiam bingung menatapnya, pemuda ini pun memutuskan untuk melanjutkan kembali jalannya menuju ke kelas, tanpa memperdulikan perasaan itu lagi. Tampak gadis yang berselisihan dengannya tadi, memberhentikan langkahnya sejenak. Ia pun menolehkan juga wajahnya ke arah Haruki yang dari tadi semakin menjauh dari hadapannya.
****
Setelah sampai di kelas, Haruki langsung menduduki tempat duduknya yang berada tepat di pojok belakang dekat jendela. Terlihat kini di kelasnya banyak siswa-siswi yang saling berbincang-bincang satu sama lain. Karena pemuda yang satu ini tidak bisa memulai pembicaraan dengan yang lain, ia pun akhirnya terdiam mematung di tempat duduknya. Wajahnya pun kali ini, kembali menahan kantuk karena terlalu bosan melihat pemandangan yang mustahil baginya untuk bisa dilakukan.
Sreet....
Sesosok gadis bersurai panjang merah tua kini muncul dari balik pintu belakang kelas. Kemudian ia langsung menuju ke tempat duduknya yang berada di sebelah Haruki. Sebelum memenuhi keinginannya untuk duduk, kini langkahnya terhenti sejenak setelah melihat pemuda yang satu ini berada di sebelahnya.
"Eh? Kamu, 'kan...." lirihnya kaget karena tidak menduga bisa bertemu dengan Haruki.
Mendengar ucapan si gadis yang tertuju kepadanya, tentu pemuda ini pun langsung menolehkan pandangan ke arahnya.
"Ah ... yang nabrak pagi tadi,"
Sreet....
Dari geseran pintu depan kelas yang terbuka, muncul seorang guru pria berkacamata membawa beberapa buku pelajaran, bertampang garang, berambut hitam, dengan memakai setelan jas hitam yang kedua lengannya sedikit menyingsing.
Sekalipun tampangnya itu yang bak seorang Yakuza, beda halnya dengan kesan tenang yang selalu terpancar darinya. Tapi tetap saja, hal tersebut tak bisa mengubah kenyataan dari pandangan siswa-siswi yang kini mulai takut setelah melihatnya.
"Oke semuanya! Kembali ke tempat duduk kalian masing-masing!"
Dari segi suaranya yang lantang nan berat, kemungkinan guru pria ini sudah hampir berkepala empat. Meski begitu, tampang garangnya tetap berdiri kokoh tak termakan usia. Buktinya, siswa-siswi yang mendengar seruan darinya pun dengan sigap langsung kembali ke tempat duduk mereka masing-masing termasuk si gadis bersurai merah tua yang sempat menyapa Haruki tadi.
"Karena kita masih belum saling kenal. untuk memperdalam hubungan kita, sebaiknya kita pekenalan diri dulu, ya?"
Setelah meletakkan beberapa buku pelajarannya ke atas meja. Kini tatapan garang sang guru tertuju kepada seluruh siswa-siswi di hadapannya.
"Perkenalkan, namaku Maeda Atsushi. Wali Kelas kalian di tahun pertama ini, karena aku yang mengajar di kelas ini. Aku harapkan di antara kalian, jangan sampai ada yang ketinggalan pelajaran saat mata pelajaranku. Karena...." tatapannya yang sempat tenang, kini berubah menjadi serius menakutkan setelah melihat ada beberapa siswanya yang mengantuk-termasuk Haruki, "bila ada yang ketinggalan jam pelajaranku maka ... aku tidak akan segan-segan akan mengeluarkannya dari kelas. Bukan hanya itu, aku juga tidak akan segan-segan menghukum dengan keliling lapangan selama seharian penuh!"
Setelah mendengar ucapan dingin bak intimidasi dari guru yang bernama Maeda Atsushi ini. Pancaran ketakutan, mulai muncul menghantui seisi ruangan. Bahkan beberapa siswa yang sempat mengantuk–termasuk Haruki tadi, terpaksa menyegarkan mata mereka.
Rasa takut membungkam mulut mereka, tidak ada yang berani bertanya maupun berbicara sekarang. Pandangan
semuanya kini tertuju pada satu titik yang berada depan mereka.
"Maka dari itu! Sebaiknya jaga tingkah laku kalian saat jam pelajaranku. APA KALIAN MENGERTI, MURID-MURID PAYAH!"
"IYA! KAMI MENGERTI, PAK!" selain Haruki, bentakkan dari Maeda ini membuat para siswa-siswi yang tadinya sempat takut, dengan lantang menjawab seirama seruan darinya.
Melihat siswa-siswi yang kini telah patuh kepadanya, sembari menghela napas guru yang bernama depan Maeda ini pun akhirnya kembali tenang. Buktinya, wajah menakutkan itu, kini lenyap ditelan ketenangannya. Kelegaan muncul seketika dari wajah siswa-siswi. Meski begitu, kesan takut pada guru garang yang satu ini masih belum hilang dari benak mereka, malahan membekas layaknya gelas kaca yang retak.
"Baiklah! Karena aku sudah memperkenalkan diriku kepada kalian, selanjutnya giliran kalianlah untuk memperkenalkan diri kepadaku! Oke, dimulai dari samping kanan dulu!"
Kedua lengan bajunya menyingsing, rambut panjangnya disemir warna pink, serta matanya yang berona hitam kecoklatan itu menambahkan kesan bengis siswi ini layaknya seorang anak punk. Tanpa ragu, ia berdiri dari tempat duduk untuk memperkenal dirinya.
"Namaku Karasuyama Roku, 18 tahun, berasal dari New Osaka, kemampuanku adalah sihir Enchanted, kalau hobiku adalah mengajak orang bertanding, untuk ke depannya, mohon atas kerja samanya, semuanya!" dengan lugat kasar, ia pun menundukkan kepalanya.
Sihir Enchanted sendiri di sini dijelaskan adalah sihir yang memusatkan Mana pada suatu objek fisik menjadi lebih kuat. Terbagi menjadi dua tipe, Ordinary dan Extraordinary. Tipe Ordinary, tipe Enchanted yang dapat digunakan oleh semua orang ketika adu fisik, tipe ini terbilang tipe sihir tingkat rendah. Sedangkan tipe Extraordinary, hanya orang-orang yang tidak memiliki kemampuan khusus seperti api, air atau semacamnya yang bisa menggunakannya. Pemusatan Mana-nya pun sangat besar dibanding tipe ordinary, bisa dibilang kekuatan Enchantednya setara dengan sihir berkemampuan khusus, bahkan banyak yang melampauinya sampai-sampai memiliki levelnya sendiri. gadis punk ini sendiri termasuk dalam pengguna sihir Enchanted tipe Extraordinary.
"Oke, selanjutnya!"
Satu persatu siswa-siswi pun kini berdiri memperkenalkan diri mereka masing-masing, sampai ketika giliran selanjutnya itu adalah seorang siswa dengan tinggi 168cm, bersurai hijau kecoklatan yang berada di depan Haruki.
"Hai! Perkenalkan nama saya adalah Eiyuuzaki Ryouta, 17 tahun, saya berasal dari Distrik New Nagoya, kemampuan saya adalah Telekenesis, keahlian saya adalah memprediksi masa depan, untuk ke depannya mohon atas kerja samanya!" sembari tersenyum dengan percaya dirinya. Ia pun juga menundukkan kepalanya.
Perkenalan diri terus berlanjut, sampai saatnya gilliran selanjutnya adalah gadis bersurai merah tua yang berada di samping Haruki.
Tampak kaki gadis ini gemetar, yang menandakan dirinya begitu gugup untuk memperkenalkan diri. Seluruh tatapan siswa-siswi kini tertuju kepadanya. Akan tetapi, hal itu tidak akan membuatnya luntur. Meski rada gugup, gadis ini pun mencoba memberanikan dirinya untuk berdiri.
Haruki yang bersebelahan duduk dengannya pun, dari tadi hanya bisa menatapnya dengan pandangan mata yang begitu lesu sembari menopang dagu dengan tangan untuk menahan rasa kantuknya.
"Pe-perkenalkan! Nama saya adalah Tachibana Reiha!"
Spontan para siswa-siswi pun kaget mendengar nama gadis ini.
"Gadis cantik itu ... Tachibana Reiha? Tachibana Reiha si peringkat pertama itu?"
"Sulit dipercaya, kalo dia berada di kelas kita!"
"Aaah! Imutnya ... aku ingin berteman dengannya!"
"Aaah ... aku juga ingin berteman dengannya, mungkin dengan begitu aku juga akan ketularan pintar!"
"Jadi gadis ini, ya? Si peringkat pertama? Entah kenapa dia tidak sesuai dengan apa yang kubayangkan," pikir Haruki.
Rasa senang bercampur girang kini memenuhi ruangan setelah mengetahui kalau Tachibana Reiha si peringkat pertama itu berada di kelas mereka. Saking senangnya, sampai-sampai membuat mereka melupakan orang yang ada di hadapan mereka. Sedangkan siswi yang bernama belakang Reiha ini, tampak menunduk tersipu malu karena dipandangin teman sekelasnya.
"Semuanya! Harap tenang!" Maeda pun berseru, dengan menghentakkan sebuah buku pelajaran ke meja. Dalam sekejap hal ini membuat seluruh para siswa-siswi membungkam kembali mulutnya. Melihat tidak ada yang bicara lagi sekarang, Maeda pun mempersilahkan kembali gadis ini untuk memperkenalkan dirinya.
"Tachibana! Lanjutkan!"
Sesuai perintah sang guru, Reiha kembali melanjutkan perkenalan dirinya.
"U-umur saya 18 tahun, berasal dari New Fukushima, kemampuan saya adalah Api, saya tidak ahli dalam bidang fisik apa pun, jadi untuk ke depannya mohon atas bimbingan dan kerja samanya." ucapnya lalu menundukkan kepala seperti yang lainnya.
"Oke, selanjutnya!"
Gilliran Haruki pun akhirnya tiba untuk memperkenalkan diri. Sama seperti sebelumnya kini semua mata tertuju kepadanya. Sambil menghela napas ia berdiri dari tempat duduknya.
Dari tatapannya yang tidak bersahabat, sudah jelas kalau pemuda yang satu ini tidak begitu tertarik menjalin hubungan pertemanan dengan yang lainnya. Hal yang sama pun dirasakan oleh teman-teman sekelasnya, setelah melihat tatapannya Haruki. Alhasil semangat yang sempat mereka emban setelah melihat ada si peringkat satu di kelas sebelumnya, kini hilang dalam sekejap. Suasana sekarang, bahkan berubah menjadi landang kuburan nan tandus tanpa ada yang menziarahi.
"Nama saya adalah Ichinose Haruki, 18 tahun, berasal dari New Tokyo, untuk ke depannya, mohon atas kerja samanya." singkat Haruki lalu menundukkan kepalanya.
"Eh? Ichinose? Bukankah itu...." entah apa alasannya, Reiha dibuat kaget setelah mendengar nama marga pemuda ini. Untuk menunjukkan rasanya itu, ia menolahkan wajahnya ke arah Haruki.
Bukan seperti gadis di sampingnya saat memperkenalkan diri dapat membuat suasana gembira. Haruki malah membuat suasana di kelasnya menjadi hening seketika bak kuburan.
Entah kenapa seluruh tatapan yang kini terjuju kepadanya–termasuk Maeda, seperti mengharap lebih dari perkenalan yang disampaikan oleh pemuda ini.
"Hanya, segitu? Apa ada yang perlu di perkenalkan lagi?"
"Iya. tidak ada lagi, Pak."
Untuk sesaat Maeda melihat kembali nama lengkap Haruki yang ada di absensi. "Oh, ya. Nama keluargamu ini ... apakah kamu adiknya Ichinose Miyu?"
"I-iya, Pak." gelagat Haruki ragu, sembari mengalihkan pandangannya sedikit ke arah lain.
Dilihat dari respon ragunya barusan, sudah bisa ditebak kalau pemuda yang satu ini, menyembunyikan sesuatu yang berkaitan dengan yang orang dianggap kakaknya ini.
"Oh, aku tidak tahu kalau Ichinose punya seorang adik selama ini rupanya," setelah meletakkan kembali buku absensi, Maeda pun mengambil salah satu buku mata pelajaran. Sebagai bukti menandakan kalau pelajarannya akan segera dimulai.
"Oke! Baiklah! Kita mulai pelajarannya!"