"Menurut Ayah bagaimana jika ada kesempatan yang lebih baik namun masih ada tanggung jawab yang kita topang?"
"Kesempatan itu adalah hal langka yang mungkin saja tak akan terulang atau kita temui lagi. Namun tanggung jawab juga penting karna itu terkait dengan komitmen yang sudah kita pilih dan harus di jalankan."
Ucapan Ayahnya semakin membuat hati Dirga ragu untuk mengambil keputusan. Mengingat komitmen yang ia buat untuk mengurus perkebunan adalah janji yang ia buat dengan mendiang ibunya sebelum beliau meninggal.
"Ada apa?" Kali ini berkas berkas ditangannya ia susun sedemikian rupa sesuai dengan tanggal terbitnya.
"Ah, gak kok."
"Siapa yang memberimu tawaran atau kesempatan hingga kau menjadi ragu?"
Kali ini pandangan matanya seorang ayah itu mengarah mendapati wajah putranya yang sedang galau. Ia tu jika yang di bicarakan putranya adalah dirinya sendiri.
Dirga yang tak bisa berkelit lagi perlahan maju menuju sebuah kursi yang menghadap meja kerja ayahnya itu.