Akhirnya Karen pindah ke rumah mertuanya keesokan harinya dengan diantar oleh Rafka.
Di sana Karen disambut baik oleh mertuanya. Karena mertuanya selama ini selalu merasa kesepian sejak Rafka menikah.
"Memang lebih baik kamu di sini," kata ibu mertuanya.
"Salah satu harus mengalah."
Apakah Karen tidak salah dengar? Bukankah seharusnya yang mengalah adalah Rana? Bukan dirinya?
Memahami jika saat ini Karen sedang menahan emosinya atas ucapan ibunya barusan. Rafka mengusap punggung tangan Karen dengan lembut.
"Nanti pulang kerja aku akan ke sini," kata Rafka.
Karen mengangguk.
"Karena Rana sudah jadi istrimu, ada baiknya kamu juga memerhatikan dia juga. Dia sedang hamil, kan?" tanya ibu Rafka.
"Karen juga sedang hamil sekarang," sahut Rafka. "Makanya Rafka akan memerhatikan Karen juga."
Ibunya diam saja dan melihat ke arah perut Karen yang masih rata.
"Kamu … tidak bohong kan?" tanya ibu mertuanya.
"Bohong …" Karen tak mengerti mengapa mertuanya bilang seperti itu padanya.