Hari ini Namara baru saja keluar dari bak mandi. Dia segera kembali ke kamar untuk melihat bagaimana hasil penggunaan bubuk ajaib untuk yang ke dua kalinya. Tiba di depan cermin, dia langsung memutar tubuh hingga melihat pantulan punggungnya.
Namara langsung terdiam dengan segala keterkejutan dan ledakan kebahagiaan. Luar biasa! Dia bersorak di dalam hati.
Semua bekas luka cambukan itu benar-benar menghilang. Tidak ada lagi garis-garis merah, sedikit pun tidak. Kulitnya benar-benar sudah kembali seperti semula. Putih dan halus tanpa ada tanda-tanda pernah terluka.
Ini terlalu luar biasa.
Namara dibuat terkagum-kagum oleh hasilnya. Orang yang sudah menciptakan bubuk itu pasti adalah master klan Seribu Bintang yang sangat hebat. Seandainya dia diberi kesempatan untuk bertemu maka dia ingin mengutarakan kekagumannya.
Dia masih mengagumi punggungnya ketika tiba-tiba mendengar keributan di lantai bawah. Dengan perasaan heran dia segera mengenakan pakaian dengan benar dan berlalu keluar kamar.
Ketika pintu terbuka dia langsung melihat Xanda yang berjalan mendekatinya. "Kenapa ramai sekali? Ada apa?" tanya Namara heran.
"Pemilihan Wanita Eros dilakukan hari ini," balas Xanda.
Namara langsung terkejut mendengar jawaban itu. Bukankah ini masih belum tiba waktunya?
Menyadari kebingungan di wajah Namara, Xanda pun memberi tahu. "Dia mengubah jadwalnya. Ini memang mendadak dan banyak orang yang belum siap. Lihat saja banyak wanita yang terburu-buru."
Namara pun mengedarkan pandangannya ke segala arah. Benar saja. Dia bisa melihat banyak wanita yang hilir-mudik sibuk dengan kepentingan sendiri-sendiri. Ada yang sibuk menata rambut, merias wajah atau merapikan pakaian.
Apakah Namara harus bersaing dengan mereka semua? Oh, rasanya sangat memalukan.
"Kau benar-benar akan turun?" Xanda bertanya.
"Ya. Apa pun yang terjadi aku akan tetap mengikuti pemilihan itu," balas Namara.
Xanda menghela napas panjang. Dia sangat menyayangkan keputusan Namara. Namun, dia juga tidak memiliki hak untuk melarangnya. Jadi dia hanya bisa berpesan, "Aku sudah memberi tahumu hal-hal tentang Eros. Berhati-hatilah."
Namara mengangguk. "Terima kasih." Dia tersenyum kecil. Tanpa memedulikan bagaimana penampilannya saat ini, dia segera turun ke lantai bawah.
Semua orang tampak sibuk sekarang. Verna mengecek satu persatu wanita dengan teliti dan mengaturnya agar berbaris sejajar. Dia mengerutkan kening setelah tiba di depan seseorang..
"Bisakah kau berpakaian dengan benar? Apa kau tidak tahu bagaimana kriteria pria itu?!" protes Verna pada seorang wanita yang mengenakan pakaian begitu ketat. Setiap lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Tidak salah lagi, itu adalah Nera.
"Verna, biarkan saja aku berpakaian semauku. Lagipula Tuan Eros pasti akan menyukaiku," balas Nera dengan santai. Sepertinya dia sangat percaya pada penampilannya.
Verna berdecih tanpa mengatakan apa-apa. Jika Nera ditolak itu bukan lagi salahnya, lagi pula dia sudah mengingatkan. Kemudian dia pun beralih ke wanita lain dan kembali menegur. Kali ini karena riasan wajah yang sangat berlebihan.
"Kenapa kalian sangat gatal?" gerutu Verna setelah menyadari bagaimana penampilan mereka. Bagaimanapun juga hasilnya akan merepotkan seandainya Eros tidak menemukan pilihannya. Dia yang akan berakhir kesulitan.
Sementara Verna sibuk dengan barisan para wanita, Ilene melakukan tugas yang lain. Wanita itu berdiri di luar kamar menunggu untuk memanggil wanita-wanita yang akan tiba giliran masuk.
Ya. Namara memang tidak melihat sosok Eros. Kemungkinan besar pria dingin itu sudah masuk ke kamar yang biasa dipakai. Dia menjadi ingin tahu, apa yang akan pria itu lakukan di dalam sana?
"Kau! Apa yang sedang kau lakukan di sana?!" seru Verna sambil menunjuk pada Namara. Wajahnya terlihat lebih galak dari biasanya.
Namara segera melangkah dan berhenti di barisan paling ujung. "Apa kau ingin ikut juga?" tanya Verna.
"Ya." Namara mengangguk.
Namun, respons Verna sangat tidak menyenangkan. Wanita itu menatapnya penuh ejekan. "Kemarin kau sudah ditolak. Apa kau pikir akan ada kesempatan kedua?" ejeknya.
"Tentu saja. Jika Tuan Eros bahkan memberiku kesempatan kedua, kenapa kau tidak?" balas Namara dengan berani. Rasanya dia sudah muak dengan wanita itu. Dia ingin cepat pergi dari tempat terkutuk ini. Tidak ada yang menyenangkan tinggal di rumah bordil.
Verna mendengkus. "Jangan menangis jika kau kembali ditolak," ejeknya sebelum melangkah pergi.
Namara hanya menatap datar pada Verna. Dia bersumpah, di masa depan jika dia bisa memiliki kekuatan maka dia ingin setidaknya membuat wanita itu meminta maaf padanya.
Pada saat itu tiba-tiba pintu terbuka dan seorang wanita berlari keluar. Tangannya memegang pakaian yang tampak robek di mana-mana. Wajahnya yang tidak begitu spesial sudah dipenuhi oleh air mata.
Wanita itu menangis kencang sambil terus berlari entah ke mana. Orang-orang yang melihat itu menjadi bertanya-tanya. Memang apa yang terjadi di dalam?
Namara menarik napas dalam-dalam. Dia sudah pernah diperlakukan dengan buruk oleh Eros. Jadi, dia masih bisa menahannya jika pria itu bersikap buruk lagi.
Sedikit demi sedikit antrean mulai berkurang. Namara menunggu dengan sabar dan mencoba tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar. Namun, keributan yang diciptakan Nera berhasil menarik perhatiannya.
Nera yang sangat percaya diri dengan penampilannya itu tiba-tiba ditendang keluar bahkan hanya dalam hitungan detik setelah masuk. Wajahnya dipenuhi ketidakpercayaan, sama seperti orang lain. Mereka pun tidak percaya.
Bagaimana bisa Nera yang menjadi kegemaran para pria ternyata langsung ditolak mentah-mentah oleh Eros?
"Tuaann! Biarkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu! Kau tidak akan pernah menyesal jika memilihku!" teriak Nera. Dia berlari menggedor pintu hingga berkali-kali.
"Tuan! Beri aku kesempatan lagi!"
Ilene yang melihat itu langsung menyeret Nera agar menjauh. "Bodoh! Jika kau sudah ditolak maka entah bagaimanapun kau memohon, kau tetap tidak akan diterima!"
"Tidak mungkin!" Nera membantah frustrasi. Dia masih tidak percaya dengan penolakan Eros. Harga dirinya benar-benar dihancurkan begitu saja.
"Apa yang kalian lihat, hah?!" teriak Nera ketika menyadari ternyata dirinya sudah menjadi bahan tontonan. Tentu saja dia malu. Dengan kesal dia menghentakkan kakinya ke lantai sebelum melangkah pergi dengan wajah lurus.
Namara yang melihat kejadian ini langsung berdecih. Lagi pula berdasarkan kriteria yang Xanda katakan, sejak awal dia sudah menebak jika Nera tidak akan berhasil. Sekarang sudah terbukti, kan?
"Menggelikan," Namara mengejek. Jika Nera mendengar ejekan itu pasti akan langsung memberikan serangan mematikan padanya.
Tak berselang lama setelah itu giliran Namara pun tiba. Selama dia menunggu, masih belum ada tanda-tanda siapa yang akan dipilih oleh Eros. Jadi Namara merasa masih memiliki harapan.
Dengan penuh antisipasi dia melangkah masuk. Kali ini dia semakin bertekad. Apa pun keadaannya dia sama sekali tidak boleh gagal.
Ketika Namara tiba di dalam, pemandangan yang tersaji cukup membuatnya heran. Tempat itu berantakan, tidak seperti terakhir kali dia masuk. Ada banyak kain yang tercecer di lantai beserta dengan pernak-pernik hiasan para wanita.
Namara mengalihkan perhatiannya dan langsung melihat Eros yang berbaring miring di ranjang. Kepalanya disangga menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang bulu berwarna hitam gelap. Itu seperti bulu pada sayapnya sendiri.
"Rupanya kau masih belum menyerah," ucap Eros setelah melihat kedatangan Namara. Sudut bibirnya tertarik sebelah menjadi seringaian.